Mohon tunggu...
Tri Efendi
Tri Efendi Mohon Tunggu... Dosen - STKIP BIM SURABAYA

Menonton TV-series

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Apapun Kurikulumnya, Grammar Translation Method Cara Mengajarnya

3 Mei 2024   16:41 Diperbarui: 3 Mei 2024   16:57 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Faktor lain yang menjadikan pengajaran Bahasa Inggris tidak efektif adalah penggunaan bahasa ibu yang berlebihan. Hal tersebut, tampaknya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan siswa tidak mendapatkan banyak exposure atau paparan Bahasa Inggris. Di kelas Bahasa Inggris kita, guru sering menggunakan bahasa Indonesia atau daerah untuk mengajar bahasa Inggris, yang berefek pada hilangnya kesempatan siswa untuk mendapatkan exposure atau paparan. 

Exposure berperan penting dalam pengembangan bahasa. Siswa yang mendapatkan lebih banyak paparan bahasa Inggris akan mendapatkan input lebih banyak. Listening dan reading merupakan receptive skills yang bertujuan sebagai input atau masukan dalam perkembangan Bahasa seseorang. Productive skills yakni kemapuan berbicara dan menulis dapat berkembang ketika seseorang mendapatkan input yang cukup. Selayaknya bayi, dalam perkembangannya, seorang bayi dapat berbicara karena ia mendengarkan orang tua dan sekelilingnya memberikan paparan. 

Selain itu, meskipun kurikulum Merdeka ini dirancang untuk memberi para guru fleksibilitas dan kesempatan untuk menyesuaikan situasi dan kondisi kelas mereka melalui berbagai alat dan teknik pengajaran. Ternyata masih banyak guru yang masih menggunakan teknik pengajaran yang old school seperti Grammar Translation Method, karakteristiknya seperti adalah penggunaan bahasa ibu di kelas, berbasis terjemahan, penggunaan karya sastra seperti novel, puisi, dan cerita, serta guru yang mendominasi kelas.

Ini berbeda dari apa yang dimandatkan oleh Kurikulum Merdeka yakni penggunaan metode pembelajaran yang komunikatif seperti Communicative Language Teaching (CLT), yang mana guru harus menjadi fasilitator, dan pengajaran harus difokuskan pada penggunaan bahasa Inggris sebagai sarana komunikasi, tidak berhenti hanya sebatas ilmu pengetahuan. Yang tentu saja, praktik semacam ini tidak relevan dengan semangat kurikulum Merdeka dan pengajaran abad ke-21.

Rendahnya kemampuan berbahasa Inggris di Indonesia sebaiknya menjadi bahan renungan kita sebagai guru Bahasa Inggris dalam mengajar walaupun banyak hal yang menjadi faktor penghambat tidak hanya dari sisi guru. Dan, kemauan seorang guru untuk terus belajar sungguh sangat dipertaruhkan, seperti pepatah: teacher who stops learning has to stop teaching, yang artinya guru yang berhenti belajar harus berehenti mengajar.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun