Tanaman mengubah energi cahaya menjadi energi kimia
Tridinews. Melalui proses fotosintesis, tanaman mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Energi kimia ini disimpan dalam ikatan gula yang mereka gunakan sebagai makanan. Fotosintesis terjadi di dalam kloroplas. Kloroplas dapat dianggap sebagai pusat “pembangkit energi” yang menghasilkan gula dan membuat daun dan ganggang berwarna hijau. Di saat proses fotosintesis terjadi, air (H2O) dibagi-bagi menjadi oksigen, proton dan elektron. Ketika sinar matahari jatuh pada daun dan mencapai kloroplas, elektron bereaksi dan mencapai tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron tadi kemudian ditangkap oleh protein. Elektron melewati serangkaian protein. Protein ini menggunakan lebih banyak energi elektron untuk mensintesis gula sampai seluruh energi elektron itu habis. Saat ini, peneliti di Stanford mendapat inspirasi ide baru. Mereka mencegat elektron setelah mereka direaksikan dengan cahaya dan berada pada tingkat energi tertinggi mereka. Mereka menempatkan elektroda dari emas dalam kloroplas sel alga, dan menangkap elektron untuk menciptakan arus listrik kecil. Hal ini mungkin merupakan awal produksi bioelectricity “efisiensi tinggi”. Proses ini akan menjadi sumber energi yang bersih dan hijau, minus karbon dioksida. Peneliti dari Stanford University menerbitkan hasil kerja mereka dalam jurnal Nano Letters (Maret, 2010). WonHyoung Ryu adalah penulis utamanya. Dia mengatakan, “Kami percaya bahwa kamilah yang pertama kali mengekstrak elektron dari sel-sel tumbuhan yang hidup.” Tim peneliti Stanford secara eksklusif menciptakan nanoelectrode emas ultra-tajam untuk proyek ini. Mereka memasukkan elektroda ke dalam membran sel alga. Sel tetap hidup sepanjang seluruh proses. Ketika sel-sel memulai fotosintesis, elektroda menarik elektron dan menghasilkan arus listrik kecil. Ryu mengatakan, “Kami masih dalam tahap penelitian ilmiah. Kami bekerja dengan sel tunggal untuk membuktikan kita bisa mendapatkan elektron darinya”. Produk sampingan dari produksi listrik ini berupa proton dan oksigen. Ryu mengatakan, “Proses ini berpotensi untuk menjadi salah satu sumber energi bersih. Tapi pertanyaannya adalah, apakah ekonomis? “ Ryu sendiri memberikan jawabannya. Dia menjelaskan bahwa mereka mampu untuk mengambil hanya satu picoampere dari setiap sel. Jumlah ini sangat kecil, diperlukan satu triliun sel photosynthesizing selama satu jam hanya untuk mendapatkan energi yang jumlahnya sama dalam baterai AA. Kelemahan lain dari uji coba tersebut adalah sel-sel akan mati setelah satu jam. Mungkin gangguan di membran di sekitar elektroda bisa membunuh sel-sel. Atau sel tersebut mati karena mereka tidak dapat menyimpan energi untuk menjalankan fungsi-fungsinya guna mempertahankan hidup mereka. Untuk mencapai kelayakan komersial, para peneliti harus mengatasi rintangan ini. Mereka harus mencoba tanaman dengan kloroplas lebih besar dengan area pengumpulan yang lebih besar pula. Untuk percobaan seperti ini, mereka juga akan membutuhkan elektroda yang lebih besar yang bisa menangkap lebih banyak elektron. Dengan tanaman yang bisa hidup lebih lama dan kemampuan menyimpan energi lebih, mungkin saja hal ini bisa menjadi sumber energi listrik yang layak digunakan. (indoenergi.com) Baca Juga :
Biomassa! Energi Biologis Dari Organisme
Biogas Mulai Populer Di Kawasan Asia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H