Dalam konteks berjualan celana boxer, tradisi kritis dalam teori komunikasi dapat diterapkan untuk memahami dan mengevaluasi cara kita berkomunikasi dengan konsumen, serta bagaimana sistem kekuasaan, ideologi, dan norma sosial memengaruhi pemasaran dan cara orang berinteraksi dengan produk tersebut. Pendekatan ini mengajarkan kita untuk berpikir lebih dalam tentang komunikasi yang terjadi dalam proses jual beli dan bagaimana kita bisa lebih sadar akan dampak sosial dari praktik bisnis tersebut.
   Dalam berjualan celana boxer, tradisi kritis juga bisa diterapkan dengan mempromosikan produk secara lebih inklusif dan menyadari keberagaman pelanggan. Misalnya, menawarkan celana boxer dalam berbagai ukuran dan desain yang mencerminkan beragam jenis tubuh, bukan hanya model dengan tubuh ideal yang sering kali didorong oleh media dan iklan. Hal ini juga menyiratkan kritik terhadap norma-norma kecantikan atau standar tubuh yang sempit. Dengan cara ini, kita tidak hanya berjualan, tetapi juga mendukung penerimaan terhadap berbagai jenis tubuh dan identitas.
Pengaruh media sosial dalam pemasaran produk, termasuk celana boxer, sangat besar. Tradisi kritis mengajak kita untuk menganalisis bagaimana media sosial membentuk persepsi konsumen tentang apa yang "terbaik" atau "paling modis." Misalnya, banyak influencer yang mempromosikan produk celana boxer dengan cara yang menunjukkan gaya hidup tertentu, seperti gambar yang menunjukkan kesuksesan, kekuatan, atau status sosial. Pendekatan kritis akan mempertanyakan apakah media sosial mendorong konsumen untuk membeli barang hanya untuk mengikuti tren atau apakah mereka benar-benar membutuhkan atau menginginkan produk tersebut berdasarkan nilai-nilai yang lebih mendalam.
Dalam berjualan celana boxer, penting juga untuk melakukan refleksi diri sebagai penjual. Tradisi kritis mendorong kita untuk bertanya: apakah cara kita berjualan memperkuat atau mengubah norma sosial yang ada? Apakah kita hanya mengikuti tren atau mencari cara yang lebih etis dan inklusif dalam menjual produk? Menggunakan pendekatan kritis berarti kita lebih sadar dalam memilih cara berkomunikasi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya.
Tri Cahyono putro, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H