Oleh: Tri Budiartiningsih, Mata Kuliah Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat untuk menyelamatkan pembelajaran yang terjadi saat ini. Yang mana pembelajaran saat ini hanyalah mengejar suatu rutinitas yang berorientasi penyelesaian materi sebagaimana digariskan GBPP, guru hanya memikirkan penyelesaian program sesuai tuntutan atasan, sehingga mereka takut untuk mengembangkan idenya. Hal ini dibuktikan dengan penyusunan rancangan catur wulan yang dilaksanakan secara kaku, penyusunan satuan pelajaran yang dikoorsinir oleh Kantor Depdikbud Kabupaten, walaupun disadari karakteristik tiap sekolah dasar berbeda.
Akibat yang ditimbulkan adalah pengabaian kepentingan minat dan kebutuhan murid sebagai subjek didik dan lingkungan yang pada akhirnya pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai wahana pengembangan potensi anak tetapi penyelenggan suatu paket pembelajaran. Dengan adanya pembelajaran terpadu potensi siswa dapat dikembangkan, dapat disalurkan. Siswa dapat menemukan ide-ide baru, pengetahuan baru, pengalaman yang benar-benar membuat siswa senang dalam mengikuti KBM. Mengajak siswa belajar di luar kelas, mengamati lingkungan sekitar merupakan salah satu contoh bentuk alternatif pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk belajar.
Adapun latar belakang dari adanya pembelajaran alternatif tersebut disebabkan oleh kenyataan-kenyataan, sebagai berikut :
1.Hakikat perkembangan anak secara holistik
Anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun merupakan masa perkembangan yang sangat kritis. Perkembangan meliputi seluruh ranah yang berlangsung secara bersama-sama dan menyeluruh (holistik). Usia anak sekolah dasar berkisar 6-12 tahun berada pada fase perpindahan dari pra operasional    konkret. Pada usia ini anak mampu berpikir simbolik dan dapt memecahkan masalah dengan menggunakan symbol-simbol seperti angka dan huruf, walaupun belum setaraf orang dewasa. Anak mengerti operasional simbol-simbol dengan melalui aktivitas konkret. Anak memerlukan interaksi dengan materi atau benda-benda yang dipelajari, teman sebaya sebagai mitra kerja, orang dewasa sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator (Bredekamp, 1987:2-5). Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut, guru harus mampu mendesain pembelajaran yang tidak bersifat abstrak dan asing bagi anak. Pada anak usia muda belum mampu memisahkan segala sesuatu tidak bertolak bertitik tolak dari bidang studi, tetapi dari suatu hal yang menyeluruh dan bermakna (Semiawan, 1997).
2.Karakteristik belajar anak
Kegiatan belajar anak tidak terlepas dari karakteristik perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak belajar melalui kerja, aktivitas, dan perbuatan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar anak. Anak usia sekolah dasar belajar melalui aktivitas kerja, hal ini sejalan dengan masa anak yang senantiasa membutuhkan kerja dan benda-benda konkret sebagai media belajar.
3.Kondisi Objektif dan Kebutuhan
Kebutuhan objektif calon guru sekolah dasar di lapangan nantinya secara logis mengelola subjek didik yang berusia muda (6-12 tahun) yang penyelenggaraan pembelajarannya memiliki karakteristik tersendiri. Peningkatan mutu pelaksanaan pembelajarannya harus sesuai dengan kondisi objektif pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya, untuk itu calon guru sekolah dasar harus memiliki bekal kemampuan menyelenggarakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H