Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yah...Para Bedebah Ramai-ramai Terus Bersumpah

8 Oktober 2013   21:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:48 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Yah … Para Bedebah Ramai-Ramai Terus Bersumpah

Seorang mantan juru bicara istana pernah dengan lantang gagah
Memberi gelar julukan negeri ini sebagai negerinya para bedebah.
Ada benarnya karena jumlah bedebah memang terus bertambah.
Tapi rasanya berlebihan juga jika kemudian negerinya kena getah.
Bedebah memang semakin banyak dan mereka pun rasanya latah
Ramai-ramai terus saja bersumpah atas nama Tuhan nama Allah,
Dan tujuannya yah … memang membuat orang galau serta resah.
Menutupi dusta, eh bersumpah, menutupi korupsi juga bersumpah,
Selingkuh bersumpah, menipu bersumpah, merompak juga sumpah.
Pendek kata, semua perilaku bengkok dan jahat, jasnya ya sumpah.
Tapi rasanya berlebihan juga jika karena banyak yang suka berulah,
Buat pertiwi gelisah, tak makan nangka bagaimana bisa kena getah?

Setelah si ‘cakil yang kurang pintar’ tidak lagi bertopeng berjubah
Serta makin lama makin jelas betapa sumpah habis dibelah-belah
Kisah ringan mulai deras mengalir berbual-bual sepintas bak fitnah.
Konon dulu pun praktek begini biasa dilakukan oleh para bedebah
Yang memang kenakan toga dan jubah serta topengnya sumpah.
Ha … ha … ha … entah cuma para pembonceng yang ikut berulah,
Atau karena fajar telah merekah, semua harta yang pernah dijarah
Tiba masanya ditarik kembali karena untuk apa, toh akhirnya kalah,
Atau sebab lainnya, dan ini pun bukan masalah, ulah para bedebah
Terus lantang membahana, mengguncang bumi membelah sawah,
Gunung terbelah, kawah menganga luapkan magma, inikah tulah?
Tulah karena para bedebah terus saja ramai-ramai bersumpah?
Potong jari, potong tangan, potong leher, bah … dasar penjarah!

Ini bukan negeri para bedebah, ini negeri kami yang ingin berubah.
Berubah menjadi lebih lurus, lebih jujur, dan tak suka terus berulah,
Sedikit-sedikit sumpah, sedikit-sedikit sumpah, itu sih ulah bedebah.
Kami bukan bedebah, tak perlu sumpah jika hanya ingin jadi berkah.
Cukup lurus jujur, empati bagi sesama jadi landasan semua langkah,
Maka negeri pasti jauh lebih penuh berkah, tanpa kutuk tanpa tulah.
Bedebah itu artinya celaka, artinya kutuk dan makian, jadi ini istilah
Jelas tak akan jadi dambaan orang-orang biasa, orangnya si mbah.
Bedebah mungkin untuk maling, penipu, pendusta, juga penjarah.
Penjarah harta negara, harta rakyat jelata, harta yang beramanah
Untuk kepentingan orang banyak, orang kecil, orang-orang susah.
Bukan untuk maling, penipu, pendusta, koruptor apalagi penjarah.
Tapi apa mau dikata, eh … bukannya berhenti malah makin parah.
Akibatnya makin banyak yang resah, gelisah, susah, lalu ya marah.
Para penjarah kok hidupnya malah penuh foya-foya serta mewah,
Sementara yang di bawah, yang setiap hari kerjanya melulu susah,
Bukannya dibantu diberi kesempatan … malah terasa terus disesah.
Negeri ini bukan negeri bedebah walau jumlahnya terus bertambah.
Negeri ini negeri besar, hasil alam melimpah cuacanya juga ramah.
Jadi jika rakyat sampai terus menerus susah, pasti ada yang salah.
Siapa, siapa yang salah? Mereka yang sedang mendapat amanah?
He … he … he … sebenarnya tak perlulah bertanya susah-susah,
Kambing hutan saja tahu pasti siapa yang benar siapa yang salah,
Apalagi kaum cerdik pandai cendikia tempat moral etika digubah.
Mereka yang berkuasa tak amanah, inilah sumber kondisi parah.

Para bedebah terus saja ramai-ramai bersumpah atas nama Allah.
Kitab suci dijunjung di atas kepala, tunjukkan pada negara sebelah
Ini lho … pejabat negara pengemban amanat berjuang dari bawah,
Memberantas perilaku batil, tegakkan keadilan walau langit rebah,
Mulai pagi sampai petang, siang sampai malam, tidak kenal lelah,
Jaga amanat, laksanakan maklumat, taat taklimat, dan … jayalah.
Jaya bangsa, raya negara, sejahteralah semua di seantero telatah.
Tapi dasar bedebah yang pandainya cuma berjanji dan bersumpah,
Bah … bangsa tak jaya, negara tak raya, sejahtera mimpi terbelah.
Rakyat makan makin susah padahal alam subur hasilnya melimpah.
Ayam mati di lumbung, ikan mati di kolam, burung pun mati di sawah.
Yah … semua tahu siapa yang salah tetapi bagaimana mengubah,
Inilah misteri alam dan langit, masih kuntum entah kapan merekah?

Lalu sekarang ada rumor telah muncul pasangan harapan bangsa,
Yang satu si moncong putih dan pasangannya dari Indonesia raya.
Mereka sukses pelan-pelan mengubah ibukota, kumuh dan derita
Dipindah ke tempat layak, martabat terjaga, citra manusia bahagia.
Macet dan banjir tentu masih ada, tetapi jika semua taat dan setia
Jalankan semua aturan serta perda, mungkin … ya mungkin saja,
Kelak suatu ketika ibukota negeri tercinta akan sama kualitasnya
Dengan sejumlah ibukota di negara Eropa yang asri nuansa jiwa.
Nah … dua orang ini yang dilirik oleh banyak warga dunia maya,
Jika mereka mampu mengubah ibukota lalu mengapa tak dicoba
Untuk diminta mengubah negara … bukankah negara dan ibukota
Hampir persis sama hanyalah berbeda skala … metro dan mega?
Tentu saja bisa dicoba jika pentolan partai mereka melihat realita
Bahwa sudah masanya harus berani tetap ada di belakang meja
Dan biarkan mereka yang terbukti cukup dipercaya dan berjaya
Untuk pimpin negara yang miniaturnya jelas semakin baik jadinya.
Yang juga hebat dari pasangan ini adalah kebulatan tekad mereka
Untuk tak korupsi harta negara, yah, jika ini dapat terus terpelihara,
Lalu dicontoh pejabat publik dan negara, dari ibukota sampai desa,
Mungkin cita-cita konstitusi asli negara sudah ada di dekat jendela.
Hanya saja masalahnya sekarang ada di pentolan indonesia raya.
Pentolan si moncong putih mungkin sudah mau menerima realita,
Bahwa paling baik bagi dirinya adalah duduk manis jadi sutradara,
Tapi yang dari Indonesia raya, rasanya masih tetap merasa jawara,
Ingin turun tangan dan berlaga, lupa jika sudah lama lalu itu masa.
Kalau berani menjadi sutradara, mungkin peluang besar masih ada,
Karenanya … ayo demi Indonesia Raya, beranilah memaksa jiwa
Membiarkan pasangan pembenah ibukota yang maju dan berlaga.
Dan … jika memang ini yang menjadi kehendak yang mahakuasa,
Mungkin tidak lama lagi para bedebah dan penjarah harta negara
Akan segera diganti oleh para penjaga amanah mitra rakyat jelata.

Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com – Poznan, Polandia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun