Catatan ini ditulis di Surabaya, Indonesia, tetapi komentarnya ditulis di Poznan, Polandia, karena alur cerita drama para pendusta di negara tercinta memang sudah mendekati akhir cerita sehingga rasanya tidak ada salahnya jika catatan dan komentar tambahannya disodorkan bagi warga dunia maya.Negara ini tentu saja bukan negara pendusta karena sebagian besar penduduknya adalah orang sederhana yang pikirannya lurus dan tidak mengada-ada. Bagi mereka hidup adalah anugerah dan berkah dari yang mahakuasa karenanya sangat pantas jika disyukuri dan disertai ucapan terima kasih tak berkeputusan, tak berkesudahan, pertanda manusia mulia. Hanya saja syukur dan terima kasih tak boleh hanya sebatas kata-kata, dan orang-orang sederhana memang telah menunjukkannya. Mereka berkarya untuk keluarga, untuk sesama, untuk negara dan bangsa. Memang sangat sederhana hasil kerja mereka tetapi sederhana yang bermartabat dan mulia. Tidak seperti para pejabat negara yang berkuasa, atau politisi yang riuh rendah fasilitasnya, atau mereka yang kaya raya yang bisa ke mana saja dan melakukan apa yang disuka dengan uang dan dana yang tak terbatas jumlahnya. Kelompok yang terakhir ini sangatlah piawai berdusta, tidak hanya terhadap manusia, tetapi juga terhadap dirinya sendiri dan bahkan juga terhadap sang mahakuasa. Benar-benar kurang ajar, tak bermartabat, nir harga diri dan etika, dan hebatnya lagi semua dusta dipertontonkan ke seluruh dunia melalui media. Kami orang-orang sederhana yang terpaksa menyaksikan drama para pendusta dianggapnya bodoh dan tolol semua. Padahal mana ada drama yang lebih jelas belangnya dari drama dusta mereka, di mata orang-orang sederhana?Berdusta mungkin saja memang anugerah sang mahapencipta pada siapa saja sebagai salah satu batu sandungan untuk berbuat mulia sesuai dengan ajaranNya, karenanya akan menjadi sangat bodoh jika batu sandungan ini dipuja-puja. Ayo hentikan semua dusta wahai orang-orang berkuasa yang kaya raya. Apa sih susah dan ruginya jika kalian tiba-tiba bertekad hentikan dusta lalu mulai berkata-kata seperti bisikan nurani mulia? Lurus, jujur dan apa adanya? Apa susahnya … ya apa susahnya … kalian semua pasti bisa.Memang setelah sekian lama asyik berdusta lalu tiba-tiba saja berkata-kata lurus, jujur dan mulia, dampaknya akan sangat luar biasa merugikannya. Tetapi percayalah itu hanya sementara. Orang mungkin akan tertawa, mencibir, tidak percaya, kemudian menghujat dan menista … tetapi tenang saja … ini semua sebanding – bahkan mungkin tidak ada apa-apanya – dengan ketentraman hati dan jiwa setelahnya. Yang lebih penting lagi betapa indahnya melihat kebenaran terungkap semua karena banyak orang berkuasa bertekad mengakhiri dusta.Untuk ukuran Indonesia contoh teladan yang didamba mungkin dari istana negara. Jika saja … ya jika saja … orang satu nomer satu di Indonesia ini berkenan ungkapan semua kebenaran yang diketahuinya, maka betapa banyak perkara yang sekarang masih gelap gulita tak jelas ujung pangkalnya – termasuk yang ada di KPK -, segera menjadi benderang disinari cahaya. Beliaunya mungkin memang tidak sedang berdusta, tetapi tidak menyampaikan semua apa adanya … tampaknya ya. Yang pertama tentu saja sudah benar adanya, tetapi yang kedua … ha … ha … ha … mungkin tetap kurang layak jika sederhana, lurus, jujur, dan apa adanya yang menjadi ukurannya.    http://forum.kompas.com/nasional/98082-drama-para-pendusta.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H