Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Essi nomor 238 - Manakala Dusta Menjadi Mantra

15 Januari 2025   13:06 Diperbarui: 15 Januari 2025   13:06 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.etsy.com/market/lying_nude_painting


Essi 238 -- Manakala Dusta Menjadi Mantra
Tri Budhi Sastrio

Hampir semua silang sengkata perkara dimulai
dari tidak jujur dan dusta.
Begitu juga berlarut-larutnya penanganan
korupsi yang ada di Indonesia.
Seandainya semua yang punya perkara tak
berdusta dan mengada-ada,
Dapatlah dibayangkan betapa banyak waktu
yang biasa terbuang sia-sia,
Dan juga dana negara, dapat dihemat lalu
dipakai hal lain yang berguna.
Barang bukti kerap sekali direkayasa, yang
terang dijadikan gelap gulita,
Saksi terus menerus tidak jujur dan berdusta,
dan ... yang paling celaka.
Para tersangka gunakan segala cara, layaknya
sedang bermain drama,
Drama tanpa babak, pokoknya selagi masih bisa
tak jujur dan berdusta
Maka itulah yang dilakukan, tidak perduli yang
melihat pada geli tertawa.
Mereka terus menerus berdusta tak beda seperti
sedang merapal mantra.  
Mantra itu doa, lalu bagaimana bisa doa isinya
dusta, dusta, hanya dusta?
Orang awam saja geli tidak percaya, lalu
bagaimana yang di atas sana?
Berdusta pada manusia saja tidak layak, apa
lagi pada yang mahakuasa?
Benar-benar sulit diterima akal sehat dan logika,
berdusta kok tanpa jeda,
Dari awal sampai akhir dusta saja kerjanya,
bahkan kalau perlu dustanya
Diulang lagi dari awal mula, persis dah seperti
orang berdoa baca mantra.
Diulang, dirapal, diulang lagi, dirapal lagi, apa
khawatir sang mahakuasa
Tak mendengar doa tak memahami mantra
... yah, beliaunya itu luarbiasa
Bahkan jauh sebelum manusia berdoa, eh di
sana sudah ada catatannya,
Lalu bagaimana tak paham mantra tak tahu
walau tidak ada ulangannya?

Rasanya mereka yang beragama di ini negara
sama-sama yakin percaya
Bahwa yang mahakuasa itu tahu segalanya,
en toh  yang namanya dusta
Tak hanya dikerjakan sehari-hari guna topang
banyak kepentingan dunia,
Seperti mendapatkan harta yang bukan haknya,
tingkatan citra pribadinya,
Menipu remaja dan wanita, agar tampak hebat
iman dan takwanya, serta
Masih banyak lagi sisanya, tetapi juga dipakai
kelabuhi yang mahakuasa.
Lho bagaimana ini, benar-benar mengherankan
dan amat sulit dipercaya.
Contoh yang paling anyar di jagat politik
nusantara, ya mantan menpora.
Setiap kali berbicara di media, sejak nama
dianya melambung ke angkasa
Sebagai salah satu penerima dana korupsi yang
jumlahnya amatlah mega
Meluncur dari bukit berhantu Hambalang
sebelum stop di kocek menpora,
Selalu dengan tenang -- bahkan kadang sambil
tersenyum riang gembira --
Berkata bahwa dia tidak terlibat dalam ini
aliran dana, bahkan proyeknya
Saja, ia berulang berkata, dia kan hanya
melanjutkan proyek sebelumnya.
Mau melanjutkan, mau baru kek, tidak penting-
penting amat, yang utama
Dia ikut menerima dana korupsi atau tidak
... kan cuma itu masalahnya?
Semua yang rajin ikuti berita tentu tahu persis
apa jawaban ini menpora.
Mulai dari tidak tahu, tidak pernah terlibat, dan
tidak pernah terima dana,
Sampai jawaban yang benar-benar jelas
dustanya ... hanya saja karena
Ini dusta diucapkan berulang-ulang persis sama
seperti doa dan mantra,
Yah ... walau semua orang tidak percaya, bisa
saja dia sendiri percaya
Bahwa mantra dan doa dalam dusta yang
diulang-ulangnya oke adanya.
Inilah bahayanya jika dusta selalu diulang-ulang
-- ini memang cirinya --
Lama-lama terasa benar, paling tidak pada
dirinya, pada hati huraninya.
Awal mulanya sudah jelas salah dan dosa,
tetapi karena yang sebaliknya
Diulang-ulang pada siapa saja -- termasuk
dirinya tentu saja -- akibatnya
Benar-benar luar biasa, yang salah jadi benar,
yang dusta benar adanya.

Maka dari itu wahai mantan menpora, sudah
akhiri saja bohong dustanya.
Sekarang telah tiba masanya untuk keluar dari
jerat maut jaringan dusta.
Katakan saja semuanya, katakan saja apa
adanya, jangan ada rekayasa.
Pasti langkah selanjutnya akan ringan, tanpa
beban, tenang nurani jiwa.
Karier politik mungkin sudah purna, rasa malu
mungkin akan agak lama,
Tetapi duduk pasti tenang, tidur pasti nyenyak,
mimpi pun indah rasanya,
Karena tidak ada lagi dusta, tidak ada lagi
rekayasa, semua apa adanya.
Lalu bagaimana kalau karena tanpa dusta istana
guncang umpamanya.
Karena ada anggota istana yang ikut terlibat
sampai ke inti masalahnya?
Ya ... tidak apa, asal memang seperti itu
adanya, ya tidak apa, buka saja,
Tapi juga jangan mengada-ada, orang tidak ikut-
ikut eh tetap saja dikata
ikut makan uangnya, jangan lakukan itu, cukup
sudah rekayasa dan dusta.
Kemudian bagaimana jika ada ketua partai yang
pegang banyak rahasia,
Dia tak hanya terlibat tetapi juga dalang
utamanya, bukankah jadi bahaya?
Bahaya apanya jika rahasia dan dosa milik anda
sudah lebih dulu dibuka?
Ya, dibuka semua, bukan oleh siapa-siapa tapi
oleh anda yang empunya?
Rahasia kejahatan seseorang tak lagi menjadi
senjata jika sudah dibuka.
Dan bukankah nasehatnya ya buka saja
semuanya, katakan apa adanya?
Misteri dan rahasia akan terus menjadi senjata
jika dusta tetap jadi mantra,
Tetapi jika sebaliknya, habis sudah masa
berlaku itu misteri dan rahasia.

Culas, jahat, penipu, perampok, perompak,
maling tak tahu diri, pendusta,
Dan masih banyak lagi caci maki akan terus
bergema lama-lama di telinga,
Tetapi ya ini memang konsekwensinya, jadi
sarannya yah ...diterima saja.
Hanya saja karena rekayasa dusta sudah distop
serta sampai di sini saja,
Dusta tidak lagi menjadi api mantra, dusta bukan
lagi layaknya nyala doa,
Caci maki memang tetap terasa, tetapi nurani
serta jiwa dapat lebih lega.
Percayalah, ketika dusta tetap saja dijadikan
layaknya mantra serta doa,
Sengsara dan derita dalam jiwa akan selalu
serta dan ikut ke mana saja.
Tetapi begitu telah terlepas dari jerat maut
dusta, hati lapang pikiran lega.
Mana kondisi manusia yang lebih hebat dari hati
lapang dan pikiran lega?  
Tak ada, bahkan kuasa, harta, wanita, atau apa
saja tak menang darinya,
Dan hati lapang pikiran lega hanya bisa nyata
jika tak ada rekayasa dusta.
Ayo mantan menpora ... tibalah masa kembali
berbakti pada nusa bangsa.
Dusta sudah tidak lagi menjadi mantra, dusta
tak lagi menjadi bagian doa.

Pintu dan jendela tobat tentu saja terbuka di
mana-mana dan kapan saja,
Itu sebabnya manakala permintaan maaf
terlontar karena khilaf, jawabnya
Jelas, tegas, dan melegakan siapa saja,
ampunan maaf itu selalu tersedia,
Tinggal meminta disertai tekad untuk tidak
mengulangi lagi semua dusta,
Then sorry is granted, never too late to repent
but be honest, please ... ya!

Essi 238 -- POZ07122012 -- 087853451949
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun