Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Essi nomor 230 - Guru Biasa yang Hendaknya juga Biasa-Biasa Saja

14 Januari 2025   15:22 Diperbarui: 14 Januari 2025   15:22 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lightfieldstudios.net/239968960/stock-photo-children-female-teacher-painting-lesson.html

Essi 230 -- Guru Biasa yang Hendaknya Juga Biasa-Biasa Saja
Tri Budhi Sastrio

Ada guru pemotivator yang tulisan di blognya
ada ribuan, begini dia berkata
Jadilah guru biasa yang luar biasa, jadilah guru
biasa yang berhati cahaya.
Slogan ini tentu luar biasa tetapi masalah yang
          ditimbulkan juga luar biasa.
Guru biasa yang luar biasa itu seperti apa, guru
biasa yang berhati cahaya
Itu seperti apa bentuk dan tampangnya, atau
kalau dihaluskan seperti apa
Sih tampilannya sehingga pantas diberi gelaran
luar biasa berhati cahaya?
Belum lagi, bukankah slogan ini abstrak adanya,
dan hanya enak di telinga
Tetapi bagaimana mewujudkannya, mungkin
tidak ada yang tahu caranya.
Hanya saja untuk acara yang tujuannya
memotivasi guru agar gairah kerja
Dan semangat pengabdian terus membara dan
          menggelora, ya boleh saja.
Lebih dari itu ... hmm pengalaman pribadi
menjadi dosen tahunan lamanya
Justru mengkonfirmasi hal yang sebaliknya ...
tak perlu menjadi guru biasa
Yang luar biasa, yang diperlukan adalah guru
biasa yang hendaknya juga
Biasa-biasa saja ... dan mengapa seperti itu,
karena begitulah seharusnya.
Guru yang luar biasa adalah guru biasa yang
biasa-biasa saja ... bukannya
Guru biasa yang luar biasa, karena guru biasa
yang luar biasa itu tidak ada.
Yang ada adalah guru biasa yang hendaknya
juga biasa-biasa saja karena
Hanya dalam kondisi seperti inilah seorang guru
menjadi sangat luar biasa.
Setiap guru yang berusaha keras agar menjadi
luar biasa. ujung-ujungnya
Pastilah sia-sia, setiap guru yang berusaha
keras tetap biasa, pastilah dia
Sudah luar biasa, karena hanya yang berhasil
tetap jadi biasa-biasa saja
Yang pantas untuk menyandang label luar biasa
bagi pikiran dan jiwanya.

Lalu bagaimana menjadi guru biasa yang
          hendaknya juga biasa-biasa saja?
Ha ... ha ... ha ... di sinilah menarik dan luar
biasanya menjadi guru biasa.
Tetapi maaf, khusus untuk stanza kedua istilah
dosenlah yang diajak serta
Karena saya memang tidak pernah jadi guru,
saya dosen yang dosen biasa.
Dosen itu menurut saya hanya ada tiga tipenya,
begitu saya sering berkata
Di depan pertemuan dengan kolega dan ...
pertama tentunya dosen biasa
Yang goblok-goblok saja, lalu saya biasanya
berhenti lalu serius bertanya
Siapa merasa masuk tipe ini, dan biasanya
hanya terangkat tangan saya.
Tangan dosen yang lain? Kalau bukannya tetap
terlipat, yah ... diam saja.
Ciri utama dosen biasa yang goblok adalah
selalu belajar tak ada hentinya,
Habis goblok kan memang harus begitu, ini
kalau bicara tentang ilmunya.
Kalau bicara tentang memberi nilai, dosen biasa
yang goblok seperti saya,
Amat sangat sering dan bahkan selalu memberi
nilai 'A' pada mahasiswa,
Karena memang ada tiga alasannya, yang
pertama karena saya biasanya
Memperoleh nilai A ketika kuliah dulu, sehingga
stok nilai A di gudang saya
Jumlahnya luar biasa banyak, tak akan pernah
habis dibagikan, gratis pula.
Jadi tidak ada alasan tidak beri mahasiswa
nilai A, apalagi bukankah fakta
Kelak di kemudian hari mereka hampir pasti bisa
jauh lebih hebat dari saya?
Jadi bagaimana saya yang goblok saja dulu
memperoleh nilai A lalu mereka
Yang nanti pasti jauh lebih hebat dari saya tidak
diberikan nilai yang sama?
Yang kedua karena dengan memberi nilai 'A'
mereka pastilah amat gembira,
Dan ... karena gembira timbullah semangatnya
untuk belajar supaya nilai 'A'
Yang diberikan mempunyai makna dan pada
akhirnya sesuai kemampuannya.
Yang ketiga, jika seenaknya divonis dengan
nilai minimum dan kelak ternyata
Dia tidak hanya menjadi jawara tetapi juga
sangat ahli dalam ranah ilmunya,
Bukankah stigma nilai minimum selamanya ada
padahal itu bukan realitanya?
Protes pun datang tidak hanya dari mahasiswa
tetapi juga dari sesama kolega.
Kalau dari mahasiswa biasanya karena iri
motifnya, kalau dari kolega asalnya,
Pastilah karena tidak termasuk tipe dosen
pertama, yang goblok dan biasa saja,
Melainkan tipe kedua atau ketiga, kalau
bukannya merasa pintar ya sok pintara
Ha ... ha ... ha ... baca sejarah bung, kan murid
selalu lebih hebat dari gurunya!

Dosen dan guru merupakan profesi yang sama
setara hanya berbeda stratanya.
Dosen penting, guru juga penting, karenanya
tidak bisa keduanya saling berkata
Yang satu lebih penting dari yang lain ...
keduanya pendidik dan anak didiknya
Jelas sekali manusia ... ada yang belia, ada
yang remaja, ada yang sudah tua.
Jadi usia tidak terlalu penting karena semua usia
jelas boleh belajar kapan saja.
Kalau usia anak didik menjadi kurang penting
lalu apanya yang paling utama?
Tentu saja gurunya, tentu dosennya, karena
keduanya bukan pengajar semata,
Keduanya pemberi teladan, teladan dalam dunia
idea, teladan dalam dunia nyata
Jujur, lurus, terbuka, ceria, tidak ada kebencian
dalam perilakunya ... sifat mulia.
Penuh empati, pemaaf, bersedia merasakan
penderitaan sesama ... sifat utama.
Cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan juga
harus menjadi nilai tambahnya,
Tetapi yang paling dicari oleh seluruh anak didik
di mana saja menimba ilmunya
Adalah tipe guru atau dosen biasa, tidak
berlomba-lomba ingin tampil luar biasa,
Tetap rendah hati, pantang berdusta, dan tidak
agulkan dirinya yang paling bisa.

Memang pernah ada yang berkata bahwa guru
biasa bisanya hanyalah bercerita.
Lalu guru yang agak lebih dari biasa, mampu
bercerita sekaligus menjelaskannya.
Lalu guru di atas biasa, bisa bercerita,
jelaskan, dan demonstrasikan ilmunya.
Tetapi yang dicari sebenarnya tetap saja guru
biasa, yang selalu bersikap biasa,
Namun mampu memberi inspirasi pada anak
didiknya, inspirasi guna sebisanya
Menjadi yang terbaik bagi dirinya dan ... nilai
akhir sama sekali bukan ukurannya.
Asalkan anak didik terinspirasi untuk belajar
sampai batas kemampuan terbaiknya,
Seorang guru boleh menepuk dada -- walau
mungkin hanya di dalam kamar saja,
Bahwa dia tidak sia-sia ditunjuk menjadi
pendidik karena telah jalankan tugasnya.
Memberi inspirasi adalah segala-galanya dalam
agungnya peradaban manusia.
Selamat mengabdi, selamat berbakti, semoga
selalu ceria, gembira dan bahagia
Karena tidak pernah terjerat dalam jaring maut
bangga menjadi yang luar biasa.
Tetap biasa tetapi memberi inspirasi bagi siapa
saja untuk menjadi apa adanya.

Essi 230 -- POZ25112012 -- 087853451949

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun