Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Essi nomor 222 - Menggeser Hari Mengubah Janji

13 Januari 2025   18:22 Diperbarui: 13 Januari 2025   18:22 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.catawiki.com/l/26108687-3-portraits-pop-art-from-47-cm-x-47-cm-depicting-mahatma-gandhi-and-mother-teresa-of-calcutta-in-cotton

Essi 222 -- Menggeser Hari Mengubah Janji
Tri Budhi Sastrio

31 Oktober 1984 bagi orang-orang di negara
tempat Beata Teresa berkarya
Merupakan hari yang luar biasa, karena setelah
enam puluh tahun lamanya,
Melakukan hal yang sama seperti negara
lainnya, ini negara mengubahnya.
Dan penyebabnya juga bukan hal yang biasa ...
kalau tidak bagaimana bisa
Kesepakatan yang telah dijalankan 60 tahun eh,
tiba-tiba diubah begitu saja?
Seorang wanita tangguh perkasa dan dipercaya
memimpin tanah para pertapa,
Hanya karena ulah sekelompok orang yang tak
ingin melihat wanita berkuasa,
Harus meregang nyawa, lalu pralaya dan ...
tinggalkan sejuta rencana mulia.
Nah, karena hari yang telah 60 tahun diperingati
sebagai hari menabung dana.
Ternyata tepat persis sama dengan hari
peringatan meninggalnya sang wanita,
Maka tak ada pilihan lainnya kecuali menggeser
sehari lebih awal jadwalnya,
Karena rasanya memang kurang mengena jika
dalam suasana teramat duka
Ada acara lain yang ikut menyela walau
urusannya juga penting bagi dunia.
Hari Menabung Dunia akhirnya diperingati
sehari lebih awal supaya semua,
Semua yang di tanah para kaum pertapa dapat
mengenang kembali, betapa
Sang Indira terkapar meregang nyawa ketika
sedang jalankan tugas negara.
Filippo Ravizza rasanya tetap angguk-
anggukkan kepala melihat ini semua
Pertanda bahwa dia dapat menerima, apa yang
pernah dicanangkan semula
Di jantung Eropa, di kota Milano tepatnya,
digeser sehari yah ... tidak apa-apa.
Karena peringatan tetap saja akan dilakukan
walau sehari lebih awal tentunya.
Menggeser hari sepertinya mengubah janji
tetapi faktanya tetap seperti semula.
Dirayakan di mana-mana guna mendorong
anak-anak belajar menghemat dana.

Suster Nirmala yang meneruskan jejak dan
karya sang Beata Mulia dari Calcutta,
Mungkin mempunyai kenangan nyata pada dua
peristiwa berbeda di negaranya.
Yang pertama ketika wanita luar biasa penguasa
India sedang meregang nyawa.
Yang kedua ketika wanita luar biasa pengabdi di
India akan hembuskan nafasnya.
Entah mana yang paling membekas baginya,
yang jelas itu mengubah hidupnya.
Dan sekarang di India ... kedua wanita pengabdi
ini diperingati hari kematiannya,
Yang pertama menggantikan hari pengumpulan
dana sedunia, dan yang kedua
Diperingati enam puluh enam hari sebelumnya,
untuk menunjukkan pada dunia
Betapa wanita dapat melakukan banyak hal
yang luar biasa yang tiada duanya.

Masalah dana masalah sulit tidak terkira bagi
mereka yang tidak punya apa-apa.
Jangankan rekening bank, dana saja tidak
pernah punya lalu yang ditabung apa.
Tetapi justru di sinilah tantangannya bagaimana
membuat kaum miskin di dunia
Pada akhirnya punya yang namanya rekening
tempat menyimpan uang mereka.
Apa yang dirasa hanya ada di langit sana dan
milik mereka yang kaya raya saja
Pada akhirnya turun juga ke bumi di dekat
mereka dan yah, mereka juga punya.
Inilah tujuan utamanya sehingga semua bank
hari itu harus membuka kantornya.
Hari minggu juga tidak apa-apa kecuali memang
hari libur nasional satu negara.
Hanya saja apa sih pentingnya punya rekening
bank segala bagi yang hina papa,
Yang makanan hari ini saja belum tentu ada, lalu
bagaimana bisa ada sisa dana?
Pertanyaan ini tentu ada benarnya dan bisa saja
sang pencetus Filippo Ravizza
Sudah jauh-jauh hari memikirkan karenanya
kalau sendirian jelas tak akan bisa
Bergabung bersama-sama salah satu solusi
sederhananya, dan yang namanya
Lembaga swadaya masyarakat yang tekad
utamanya memang dampingi mereka
Tentu bisa menjadi koordinatornya ... ya,
menggalang dana betapa pun kecilnya.
Suatu ketika bisa menabung wow .. dapat
berjuta rasanya terutama bagi mereka
Yang seumur-umur terus menerus menderita ...
mengharap belas kasih sesama.
Ada yang tertarik guna membantu mewujudkan
          bagi semua sesama saudara?
Jangan cepat-cepat acungkan jari atau angkat
tangan, saudara, karena jujur saja,
Yang ditulis dan ditanyakan ini catatan
sederhana, mudah dikata tetapi ujudnya?
Wow ,,, sejuta orang kaya berkumpul,
bergembira, pesta-pesta, lalu berbicara
Tentang sedikit dana yang dapat disisihkan
guna wujudkan harapan sederhana,
Hasil akhirnya belum tentu ada ... lho kok bisa
... dana kan sudah pasti ada ...?
Justru di sinilah masalahnya karena sepertinya
yang dibicarakan melulu dana,
Padahal sama sekali bukan dana walau dana
nanti memang juga kendalanya.
Yang dibicarakan intinya keadilan, empati dan
tenggang rasa di antara sesama.
Inilah yang semakin tidak dipunya, inilah yang
semakin jadi fenomena di dunia.
Pernah tidak ente membayangkan rekayasa
serta siasat kaum kaya di dunia?
Orang kaya tulus tentu saja ada tetapi sebagian
besar jagonya berpura-pura.
Bagaimana bisa bumi milik bersama menjadi
lebih baik bagi yang hina papa,
Jika mereka yang kaya dan berkuasa landasan
berpikirnya adalah pura-pura?
Bumi dan isinya jelas memadai bagi semua
manusia yang jadi penghuninya,
Tetapi pasti akan terus kurang jika yang serakah
terus meningkat jumlahnya.
Serakah dan tidak kenal cukup serta tidak mau
berbagi ... masalah utamanya.
Dan masalah ini tidak akan berkurang hanya
dengan orang kaya sisihkan dana,
Guna membantu yang hina papa agar punya
tabungan dan rekening dunia maya.

Lalu bagaimana ... ini kan pertanyaannya ...
dan kalau mengharapkan jawabnya,
Jelas tidak ada, tapi analoginya mungkin bisa
disampaikan sebagai penggantinya.
Ibarat melempar sekarung garam ke tengah
samudera, samudera tetap asinnya,
Seperjuta persen pun tidak naik kadarnya,
garam sekarung sudah pasti nasibnya.
Kembali ke India dan lihat contoh nyatanya ...
setelah sang malaikat dari Calcutta
Menangkan nobel perdamaian dia tolak resepsi
jamuan makan malam untuknya,
Dengan ringan minta diberi uangnya saja, di
India banyak yang membutuhkannya.
Tetapi orang miskin, hina dan papa di dunia
layaknya kan seperti samudera raya,
Sementara 192 ribu dolar kan tidak ubahnya
seperti sekarung garam analoginya?
Samudera raya bergeming tidak, sementara
sekarung garam tak jelas rimbanya.
Tetapi lagi-lagi seperti yang telah dikatakan
sebelumnya, masalahnya ternyata
Bukan di samudera raya, melainkan pada
karung-karung garam yang tersedia.
Kalau menangani orang lapar, walau perlu dana
yang tak ada cukup-cukupnya,
Tetapi kan relatif lebih mudah, ajak orang itu,
sediakan piring, beri roti mentega,
Dan lapar pun hilang seketika, semua puas,
walau mungkin hanya sementara.
Tetapi bagaimana mereka yang diusir, dibenci,
diasingkan tidak pernah dicinta,
Sakit, menderita, tak ada yang perduli ... walau
mereka jelas sesama manusia?
Inilah para penghuni lautan samudera raya yang
tidak ada tepian dan batasnya.
Lalu siapa yang rela dan setia mengulurkan
tangan pada mereka ... tidak ada!
Apakah ini artinya dosa paling utama bagi siapa
saja yang berkuasa dan kaya?
Ha ... ha ... tentu saja tidak, jawab mereka,
lho apa hubungannya dengan dosa?
Ente yang kena karma, kok gue yang dijadikan
kamping hitamnya, enak aja ...!

Menggeser hari memang tetap tidak mengubah
janji tetapi yang inti dan esensi
Tetap jauh di langit tinggi tidak pernah berhasil
dijangkau dari dulu sampai kini,
Bahkan juga nanti tetap  inggih mawon sami
bukan karena tak ada yang peduli,
Tetapi karena yang peduli tidak memegang
kunci ... solusi jauh di perut bumi.
Hari demi hari, persoalan mendera tak henti,
yang hina papa dan miskin sekali,
Terus saja angka dan jumlahnya bertambah
setiap hari dan makin menjadi-jadi.
Bukankah kondisi ini awal terjadinya apa yang
sejarah sebut sebagai revolusi?
Kalau memang ya ... rasanya heran juga melihat
yang kaya berlimpah materi
Diam tidak bereaksi ... memangnya bukan
mereka yang jadi korbannya nanti?

Bulan tenggelam tanda hampir pagi, kapal
hampir karam kok tetap berdiam diri?
Ayo buat gerakan hadirkan nurani, bingkainya
rasa peduli dan tentu saja empati,
Karena hanya begini ada harapan revolusi tetap
dalam mimpi dan tidak terjadi.

Essi 222 -- POZ29102012 -- 087853451949

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun