Hosabi Kasidi 98 -- Bodoh dan Apa Gunanya
Memang bisa saja tertawa itu bodoh dan tentang kegirangan ya bisa saja memang tidak ada gunanya. Yang mengatakan ini adalah seorang raja dan nabi besar yang terkenal akan pendapatnya bahwa 'semua adalah sia-sia', jadi pasti ada alasan yang sangat kuat ketika dia mengatakan ini. Hanya saja hendaknya dicatat, kata Kasidi, bahwa tidak semua tertawa itu bodoh dan tidak semua kegirangan tidak ada gunanya. Ada tertawa yang tidak bodoh, ada tertawa yang cerdas, begitu juga dengan kegirangan, ada kegirangan yang berguna dan ada kegirangan yang cerdas.
Ayo disimak dulu catatan sang nabi dan raja besar yang ditulis dengan apik ini, yang bercerita tentang usahanya menyelidiki banyak hal dengan segala hikmat dan kebesarannya. Â
'Aku berkata dalam hati: "Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan! Tetapi lihat, juga itu pun sia-sia." Tentang tertawa aku berkata: "Itu bodoh!", dan mengenai kegirangan: "Apa gunanya?" Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur, --- sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat ---, dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.'
'Aku melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan bagiku rumah-rumah, menanami bagiku kebun-kebun anggur; aku mengusahakan bagiku kebun-kebun dan taman-taman, dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan; aku menggali bagiku kolam-kolam untuk mengairi dari situ tanaman pohon-pohon muda. Â Aku membeli budak-budak laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahku; aku mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku. Aku mengumpulkan bagiku juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku mencari bagiku biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku; dalam pada itu hikmatku tinggal tetap padaku.'
'Aku tidak merintangi mataku dari apa pun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apa pun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku. Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.'
Hebat dan luar biasa tulisan ini, bukan? Semua dimiliki dan telah dinikmati oleh raja dan nabi yang luar biasa ini tetapi setelah diselidiki oleh dirinya sendiri, apa yang diperolehnya, apa yang diketahui dan disimpulkannya? Ternyata hanya satu. Semua sia-sia, semua bodoh, dan semua tidak ada gunanya.
Kekuasaan, harta benda melimpah, istri dan gundik, ada 700 istri dan 300 selir, bahkan juga hikmat dan kebijaksanaan, sama sekali tidak ada gunanya, semua adalah sia-sia dan kebodohan. Lalu apa yang tidak bodoh dan tidak sia-sia? Lalu apa yang tidak seperti menjaring angin dan menjala udara? Hanya ada satu, kata Kasidi. Taat dan percaya pada Tuhan dan SabdaNya. Itulah yang tidak sia-sia, itulah yang tidak bodoh. Yang lain bisa bodoh dan sia-sia, kata si raja dan nabi besar, tetapi taat dan setia pada Tuhan dan SabdaNya pasti tidak akan bodoh dan tidak akan sia-sia, kata Kasidi. (sda/tbs-12072024-hvk98-087853451949)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H