Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hosabi Kasidi 55: Bahagia, Mengapa?

13 Juni 2024   12:44 Diperbarui: 13 Juni 2024   17:10 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.etsy.com/market/sensual_painting

Hosabi Kasidi 55 -  Bahagia, Mengapa?

        Sabda Tuhan itu, sejatinya ya semua Sabda Tuhan, tidak bisa dilaksanakan jika usaha yang diberikan hanya biasa-biasa saja. Bahkan seandainya diberikan usaha yang sedikit luar biasa juga tidak cukup. Diperlukan usaha yang sangat luar biasa agar bisa dilaksanakan dengan baik dan tepat, dengan lurus dan apa adanya, dengan taat dan setia. Itulah Sabda Tuhan. Sederhana tetapi penuh misteri, bersahaja tetapi sulitnya bukan kepalang.

        Begitu juga dengan Sabda Bahagia yang oleh salah satu penulis dicatat sebagai sabda yang dikhotbahkan atau dihomilikan atau dihosabikan dari atas bukit oleh Tuhan. Meskipun menyandang kata 'bahagia' tetapi ternyata tidak mudah memahaminya dan kita pun tidak serta merta tenang dan gembira menerima sabda ini apalagi jika oleh Tuhan diberi kata 'celakalah' maka semakin hiruk-pikuklah perasaan jiwa dan ketenangan hati ini. Diberi kata bahagia saja tetap sulit untuk benar-benar dijiwai apalagi ketika kata bahagia diganti celakalah.

'Lalu Tuhan memandang murid-murid-Nya dan berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi."'

Miskin, lapar, menangis, dibenci, dikucilkan, dicela, dan ditolak, jika itu yang dialami seseorang hendaknya orang itu berbahagia dan bersuka-cita, karena menurut Tuhan memang seperti itulah yang telah dialami oleh para nenek moyang, dan memang seperti itulah perlakuan mereka terhadap para nabi, dan akan seperti itulah perlakuan orang banyak pada mereka yang total percaya pada Tuhan.


Dengan kata lain, ini menurut Kasidi yang percayanya memang total pada Tuhan dan SabdaNya, semua yang miskin, semua yang kelaparan, semua yang menangis, semua yang dibenci, semua yang dikucilkan, semua yang dicela, semua yang ditolak, oleh sesamanya semasa masih hidup di dunia karena kehendak Allah, hendaknya mereka berbahagia dan bersuka-cita. Tidak ada penderitaan yang menimpa manusia karena kehendak Allah yang tidak akan memperolah upah berupa kebahagiaan dan suka-cita. Pertanyaannya, berapa orang yang memahami dan menyadari hal ini? Semakin banyak yang bisa seperti ini, bukankah akan semakin sedikit yang tidak berbahagia dan malah bersuka-cita jika mereka itu miskin, lapar, menangis, dibenci, dikucilkan, dicela, dan ditolak?

Banyak orang miskin terpaksa diam saja karena memang tidak berdaya dan bukannya karena menyadari ada Sabda Tuhan yang memberi jaminan pada mereka bahwa pada akhirnya mereka akan berbahagia.  Begitu juga dengan mereka yang lapar, menangis, dibenci, dikucilkan, dicela, dan ditolak. Mereka itu diam saja karena memang tidak berdaya tetapi bukan karena paham benar dan sadar sepenuhnya bahwa ada jaminan dari Tuhan bahwa mereka yang seperti itu karena kehendak Allah pada akhirnya akan berbahagia dan bersuka-cita.

Dari luar mereka mungkin tampak sama tetapi bagi Tuhan tentu saja beda. Pasrah karena tidak berdaya itu beda, bahkan bedanya seperti bumi dengan langit, dengan pasrah karena memahami bahwa itu kehendak Allah, kehendak Bapa. Semoga mereka yang pasrah karena sadar bahwa itu memang kehendakNya semakin banyak, sedangkan mereka yang pasrah karena tidak berdaya semakin sedikit.

Berikutnya, ayo disimak ketika Tuhan menyematkan kata 'celakalah' pada SabdaNya.

'Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu."  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun