Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hosabi versi Kasidi 33 - Pelayan dan Hamba

29 Mei 2024   08:23 Diperbarui: 29 Mei 2024   08:40 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.artsy.net/artwork/unknown-artist-oriental-slave-traders

Hosabi versi Kasidi 33 -- Pelayan dan Hamba

          Tidak hanya penuh dengan paradoks dan ironi, tidak hanya terjalin erat antara yang literal dan metaforik, tidak hanya provokatif dan revolusioner, tetapi juga sederhana dan bersahaja, tetapi juga gamblang dan jelas, tetapi juga jujur dan lugas, tetapi juga tegas dan penuh otoritas, ditambah lagi penuh misteri Ilahi, penuh kejutan dan selalu terasa baru, dan yang paling Istimewa adalah semua Sabda Tuhan nyaris tidak bisa dilaksanakan oleh manusia. Jangankan oleh yang imam awam, yang adalah kita semua, yang imam khusus saja malah bisa penjadi pelanggar paling banyak dan nomor satu.

          Tidak percaya, tanya Kasidi retorik? Ayo simak sabda yang berikut ini dan dilihat bersama benar atau tidak tengara Kasidi, punya landasan atau tidak hipotesis Kasidi?

"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."

Menjadi hamba atau menjadi pelayan itu tidak mudah, sama sekali tidak mudah, bahkan nyaris mustahil dilakukan. Di bibir mungkin mudah, dalam kegiatan seremonial mungkin tampak ringan, dalam situasi yang khusus mungkin tampak tidak ada masalah tetapi dalam kehidupan sehari-hari menghadapi beragam manusia yang kadang penuh dengan hal-hal yang 'bencekno", hal-hal yang tidak nyaman dan menimbulkan rasa tidak suka, pasti sulit. Kesulitan ini akan bertambah jika status hamba itu dipadukan dengan otoritas yang diberikan. Kesukaran ini akan semakin menjadi-jadi manakala label pelayan tetapi disertai beragam label milik seorang tuan atau majikan.  

Dulu pernah tertangkap kamera bagaimana Paus menepis dengan keras disertai dengan ekspresi tidak hanya terganggu tetapi juga marah, tangan seorang wanita Korea (kalau tidak salah) yang mencoba meraih dan menjamah Paus. Tidak sadarkah Paus kita bahwa dia adalah seorang pelayan sedangkan majikannya adalah si wanita yang tangannya ditepis dengan keras? Tidak sadarkan dia bahwa statusnya hanya hamba dan bukan penguasa? Memang tidak lama  kemudian, kembali kalau tidak salah, si penerus Petrus ini meminta maaf secara terbuka dan mengatakan bahwa dirinya telah melakukan tindakan yang tidak pantas pada si wanita yang tangannya ditepis dengan keras itu. Memang terlambat menyadari tetapi ini bagus daripada terus menerus tidak menyadari.

Peristiwa kecil ini menunjukkan betapa tidak mudahnya menjalankan perintah Tuhan untuk menjadi hamba. Ratusan contoh kecil dapat ditunjukkan tetapi harus disimak dan disadari sendiri oleh mereka yang mempunyai otoritas karena hanya merekalah yang tahu persis betapa Sabda ini sulit dilakukan dan kerap dilanggar. Jangan tanya Kasidi karena Kasidi bukan malaikat yang menemani mereka selalu. Status hamba tetapi merasa mempunyai otoritas sehingga mudah sekali tergelincir ke dalam lembah penguasa. Status pelayan tetapi mempunyai kekuasaan sebagai tuan sehingga gampang sekali masuk ke lembah yang kelam.

Contoh lain baru saja terjadi. Seorang uskup, direkam ketika sedang memberikan homili, penggalan rekamannya beredar luas di sosmed. Isinya dia sedang mengecam pakaian olahraga yang dikenakan oleh seseorang yang menghadiri misa. Bukan saja pakaian itu tidak pantas menurut sang Uskup tetapi tidak selayaknya digunakan ketika menghadiri misa Ekaristi yang sakral dan agung, karena dianggapnya tidak menghormati Tuhan. Kasidi, tanpa pikir panjang memberi komentar sebagai berikut: 'Yah kok merepotkan diri dengan pakaian? Lalu bagaimana dengan Tuhan yang telanjang di dalam gereja? Hehehe ... Tuhan seharusnya telanjang tetapi direkayasa demi sopan santun. Lho kebenaran itu harus di atas segalanya termasuk etika dan sopan-santun. Ini kata Kasidi lho, jadi ya bisa ngawur dan salah, tetapi juga bisa benar, kan?'

Ucapan si uskup mungkin tidak salah ketika mengritik umat yang berpakaian olah raga tetapi yang salah, menurut Kasidi, adalah dia lupa bahwa dirinya seorang pelayan dan mana ada pelayan mengritik tuannya mau pakai apa? Tugas pelayan adalah melayani tuannya atau seperti kata Tuhan:

"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun