Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hosabi Versi Kasidi 32 - Yang Terdahulu yang Terakhir

28 Mei 2024   14:14 Diperbarui: 28 Mei 2024   14:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hosabi versi Kasidi 32 -- Yang Terdahulu Yang Terakhir

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."

Sabda Tuhan ini menjadi rumit dan penuh misteri karena diakhiri dengan kalimat yang membuat banyak kening berkerut. Kasidi sendiri sudah sejak bertahun lalu meninggalkan catatan yang berkaitan dengan bagian akhir Sabda ini tetapi setelah catatan itu dibaca kembali dirasa perlu untuk ditambah dengan Sabda Tuhan yang lain supaya bagian sabda yang mengatakan 'banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu' menjadi jelas dengan sendirinya.

Menjadi jelas dengan sendirinya ini penting karena Sabda Tuhan yang memang sederhana dan bersahaja itu sudah seharusnya menjadi gamblang dan jelas dengan sendirinya. Tidak perlu dijelaskan karena kalau dijelaskan, apalagi oleh orang yang biasa ngawur dan sok tahu akibatnya malah makin ngawur dan bahkan menyesatkan. Sabda Tuhan yang dimaksud adalah yang berikut ini:

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya."

Sabda yang dahsyatnya kelewat-lewat ini ternyata ya tetap sederhana dan bersahaja, jelas dan mudah dimengerti. Para sundal dan para pelacur, juga orang berdosa lainnya, masuk ke dalam sorga karena mereka percaya dan kemudian bertobat. Itulah sebab utamanya. Lalu bagaimana dengan para pendeta dan imam, para AI, para fungsionaris gereja, para aktivis gereja, dan bahkan kita semua, bukankah juga sudah bertobat dan percaya? 

Lalu mengapa justru para sundal dan pelacur yang mendahului masuk ke surga dan bukan kita? Nah justru disinilah letak persoalannya. Semua orang mungkin sudah merasa bertobat dan percaya tetapi bukan itu acuannya. Lalu apa? Acuannya adalah catatan Tuhan tentang pikiran dan tindakan. Bibir mengatakan bertobat tetapi perilaku jauh dari itu. Lidah mengatakan percaya tetapi tindakan sama sekali tidak mencerminkan itu. Ini bukan bertobat, ini bukan percaya, apalagi total percaya.

Jadi ya itu tadi, kita mungkin sudah merasa lebih dahulu bertobat dan percaya tetapi jika catatan Tuhan menunjukkan sebaliknya bukankah kita akan menjadi yang kemudian dan bukannya terdahulu? Yang seperti ini sebenarnya masih bagus, yang celaka adalah jika yang kemudian juga tidak karena kita justru ditolak masuk ke  perjamuan abadi. Konyol tidak kalau seperti itu? Yang kemudian saja tidak apalagi yang terdahulu. Lebih celaka lagi, yang kemudian saja tidak apalagi berharap namanya dicatat di sorga.

Ayo hentikan semua kebiasaan ngawur dan sok tahu dan bodoh karena perilaku seperti ini dekat sekali dengan tidak percaya. Sudah jelas diundang tetapi tidak datang, itulah analogi berikutnya. (sda/tbs-28052024-hvk32-087853451949)   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun