Essi 426 Â Â Episcopus Memoar -- Nunc Domum
Tri Budhi Sastrio
Ini catatan akhir seorang uskup sebelum pulang.
Bertahun menderita kanker prostat tak gampang
Bahkan bagi orang punya iman sekokoh karang.
Jadi tak heran jika baris pertama memoar pulang
Ditulis 'berpulang, aku berpulang' lega sekarang
'Tenang dan damai, aku berpulang' nuansa riang
Setelah penantian panjang disela deras dentang
Ketakutan dan kecemasan, pintu pun terbentang.
'Tidaklah jauh, lewati pintu terbuka', dia pulang.
'Tugas telah usai,' katanya, 'tiada cemas tersisa.'
Duh Gusti, apakah selama ini cemas senantiasa?
Semoga tidak, dalam Tuhan cemas tak boleh ada.
'Bunda menanti, ayah pun menunggu,' lanjutnya.
Mengapa bunda dan bukan mama, kecuali jika
Memang itu 'Bunda' maunya, lalu juga mengapa
Pakai kata ayah jika dulu jelas kau pakai papa?
Bukankah tidak apa jika pakai papa serta mama?
Lalu kerabat, teman sahabat dan semua keluarga
'Banyaklah wajah yang kukenal,' lanjut guratnya
Membayang 'dari masa lalu', terbentang menyapa.
Aha, bukankah ini sama dengan pengalaman kita?
'Ketakutan lenyap, kesakitan hilang,' lanjutnya.
Ya Tuhan, bahkan engkau pun takut, takut apa?
Bukankah sering dibilang jangan takut, kata Dia,
Lalu kok masih takut? Tapi itulah manusia biasa.
'Rintangan musnah, perjalanan usai,' itu adanya
'Bintang fajar terangi jalanku,' anugerah karunia
Dari Tuhan bagi kita semua yang teguh percaya.
'Mimpi buruk hilang sudah,' betapa tak enaknya
Jika mimpi kelam terus saja rajin ikut menyela.
Untunglah 'Bayang-bayang telah berlalu', sirna
'Terang kini tiba', cahaya yang sekarang meraja.
'Dihidup abadilah aku, tiada akhir, tiada jeda'
'Hanya ada kehidupan, tersadar penuh,' tulisnya
Dan lalu 'dengan senyuman, untuk selamanya.'
Wah sungguh akhir yang bahagia, bravo untuk ia.
'Berpulang, aku berpulang,' baris di akhir stanza
'Bayang-bayang telah berlalu, terang kini tiba'
Lalu dengan yakin percaya, sesuai SabdaNya.
Ditulisnya baris penutup milik yang percaya
'Hidup abadi kumulai, kini aku berpulang.'
Lalu masih ditambah dengan satu baris lagi
Ya 'Tuhan memberkati dan Bunda merestui'
Apakah ini jawaban bagi pertanyaan Kasidi
Mengapa Bunda dan bukannya mama? Tapi
'Ayah' bagaimana menjelaskan ini misteri?
Patet Iam bagi mama, tapi ayah tetap misteri
Misteri dalam sunyi dan sepi, kekal nan abadi.
(Essi no. 426 -- tbs/sda/13082023 -- 087853451949)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H