Essi 218 -- Republik Pemekaran Lalu Layu Sebelum Berkembang
Tri Budhi Sastrio
Â
Republik di nusantara ini memang luar biasa,
   semuanya serba luar biasa.
Jumlah pulaunya jelas amat sulit disaingi oleh
   negara mana saja di dunia,
Bahkan seandainya ada negara amat kaya raya
   yang mempunyai dana,
Teknologi, ambisi, cita-cita, dan bertekad
   membangun pulau sebanyaknya,
Belum tentu mereka bisa ... lebih dari tujuh belas
   ribu pulau jelas karunia,
Manusia dengan dana tidak terbatas saja belum
   tentu bisa menyamainya.
Untuk ini tepuk tangan meriah untuk negeri
   tercinta di lintas khatulistiwa.
Berikutnya berkaitan dengan jumlah provinsinya --
   sekarang 34 jumlahnya.
Tidak banyak negara di dunia -- sangat sedikit
   jumlahnya -- yang bisa punya
34 provinsi, dan yang paling anyar provinsi Kaltara --
   Kalimantan Tenggara.
Ini bermakna ada 34 gubernur dan wakilnya, yang
   dipilih dan punya kuasa.
Dan kuasa gubernur dan wakilnya benar-benar
   otonom dan bebas merdeka.
Jika pusat mengatakan A tetapi gubernur
   mengatakan B, ya tidak apa-apa.
Mau marah bagaimana, lha mereka kan pilihan
   rakyatnya, pusat bisa apa?
Inilah akibatnya jika di bawah 'raja' eh, ada
   'raja lainnya', sama-sama raja,
Dan raja memang berkuasa, bebas merdeka,
   melakukan apa saja maunya.
Sedangkan rakyat yang memilihnya, yah ... itu
   kini jadi tameng namanya,
Dan amanlah mereka ... kami ini raja dan
   dari rakyat kuasa itu datangnya.
Berikutnya ada 502 kabupaten, lengkap dengan
   sang bupati dan wakilnya,
Yang walau wilayahnya lebih kecil, janganlah
   ditanya yang namanya kuasa
Mereka sama sekali tak berada di bawah gubernur
   apalagi hanya wakilnya.
Gubernur boleh bilang A tetapi kalau sang bupati
   bilang B, eh, dia bisa apa?
Tidak ada, kecuali mencak-mencak dan marah-
   marah saja, lalu kalau bisa
Paling-paling cari celah masalah lainnya untuk
   persulit yang tidak turut kata.
Inilah akibatnya jika di bawah 'raja' eh, ada
   'raja lainnya', sama-sama raja,
Dan raja memang berkuasa, bebas merdeka,
   melakukan apa saja maunya.
Sedangkan rakyat yang memilihnya, yah ... itu
   kini jadi tameng namanya.
Dan amanlah mereka ... kami ini raja dan dari
   rakyat kuasa itu datangnya.
Berikutnya ada 93 kota yang kekuasaan para
   pimpinannya ya sama saja,
Tidak ubahnya laksana raja, artinya memang
   benar-benar bebas merdeka.
Wilayah boleh lebih kecil, sumber daya boleh
   tidak ada, dana boleh tuna,
Tetapi yang namanya kuasa ... ha ... ha ... ha ...
   kamilah pemegangnya.
Dan karena kuasa datang dari rakyat semua,
   gubernur presiden bisa apa?
Inilah akibatnya jika di bawah 'raja' eh, ada
   'raja lainnya', sama-sama raja,
Dan raja memang berkuasa, bebas merdeka,
   melakukan apa saja maunya.
Sedangkan rakyat yang memilihnya, yah ... itu
   kini jadi tameng namanya.
Dan amanlah mereka ... kami ini raja dan dari
   rakyat kuasa itu datangnya.
Berikutnya masih ada 1 kabupaten dan 5 kota
   administratif, tapi sama saja.
Mungkin para bosnya belum seberani rekan-
   rekannya, tetapi lalu untuk apa?
Yang 'nurut, manggut dan manut' hanya segelintir,
   tetapi pembangkangnya?
Wow sisanya ... lalu di mana tuh martabat dan
   wibawa ... apa masih ada?
Beginilah jika mau merdeka berdemokrasi tetapi
   para preman juga isinya.
Merdeka berekspresi memang seperti mekar dan
   merebak di mana-mana,
Tetapi hendaknya jangan lupa bunga-bunga
   indah ini di dalam pot hidupnya.
Walau dia bebas merdeka mau tumbuh, mekar
   dan berbunga seperti apa,
Tetapi jika tuannya tidak siramkan air pemuas
   dahaga, yah, pasti layu juga.
Lalu berteriak, lalu semakin pelan, lalu
   menghiba-hiba, lalu ... pasrah juga.
Dan tahukah tuan-tuan yang terhormat, siapakah
   tuan-tuan para bunga?
Yang siap siramkan air pemuas dahaga jika
   bunga-bunga layu tak berdaya?
Bukan presiden, bukan gubernur, juga bukan
   rakyat yang memberi kuasa,
Tapi elit dan ketua partai pengusungnya,
   merekalah penguasa sebenarnya.
Di luar, semua bunga boleh berteriak bahwa hanya
   pada rakyat mereka setia,
Tetapi di dalam ruang kantor mereka, titah dan
   sabda siapa yang bergema?
Ini sih bukan rahasia tetapi karena buktinya
   memang tidak bisa dibuat nyata,
Jadinya kendali yang semacam itu sepertinya
   tidak ada, dan tak pernah ada.
Ada dalam tiada, tiada dalam ada, tetapi jerat
   mautnya, janganlah ditanya?
Kalau bunga boleh diibaratkan serangga, mereka
   dirantai sejak awal mula.
Dilepas agar siap berlaga, setelah menang
   rantainya kembali di daya-guna.
Lalu bagaimana nasib ini negara, jika terlalu
   banyak raja yang berkuasa?
Mereka ada di mana-mana, sampai-sampai
   sang raja utama tidak berdaya?
Yang lebih menjengkelkan eh ... para raja ini
   ternyata juga raja-raja boneka.
Lehernya memang bisa ke selatan ke utara,
   tapi tetap dalam arena tuannya.
Ayo setor ... ayo setor ... ayo setor itu dana ...
   mungkin ini motto favoritnya.
Kalau nanti terlalu sedikit, bisanya hanya mau
   mengandalkan gajinya saja,
Motto dapat sedikit diubah agar lantang dan
   gemanya dapat selaras senada,
Ayo buat peluang terbuka ... ayo buka
   peluangnya ... mana proyeknya ...
Mana proyeknya ... mana anggarannya ...
   mana anggarannya ... berikutnya,
Kalau bukan korupsi lalu apa sih namanya
   ketika fulus jadi ujung tujuannya?
Anggaran berbasis korupsi disusun, proyek
   berbasis 'komisi' keluarannya,
Dan semakin sibuklah KPK karena uang negara
   di rampok di mana-mana
Bunda pertiwi pun cucurkan air mata tanda tidak
   terima ... bagaimana bisa
Anak yang dulu diharapkannya eh sekarang
   malah jadi perompak negara?
Lautan air mata derita mereka yang papa, terlantar
   dan terhina, lapar serta
Terlunta-lunta menggenangi apa saja ... kecuali
   rumah gedongan di sana.
Partai yang pada awal-awalnya bercita-cita mau
   sejahterakan rakyat jelata,
Entah mengapa sekarang menjadi sarang penyamun
   pemelihara serigala.
Kalau belum memeras habis kader partainya,
   rasanya belum puas dan lega.
Rakyat menderita ... lho ini kan takdir mereka ...
   kalau bukan yang jelata ...
Lalu siapa? Memangnya kami yang sedang
   berkuasa ini pantas menderita?
Ibarat jerat jejaring laba-laba, sekali seekor
   serangga masuk ke dalam sana,
Maka nasib dan takdirnya sejelas mega di kala
   senja, terhisap habis semua.
Dan apakah bukan karena ini motifnya jika para
   wakil rakyat berlomba-lomba
Mekarkan kawasan di mana-mana, karena makin
   banyak jumlah penguasa,
Semakin banyak pula serangga yang dapat dihisap
   sampai ke sumsumnya?
Malam terang malam bulan purnama, ikan tongkol
   banyak di samudera.
Kelam memang nasib saudara, penjahat bersekongkol
   atas nama negara.
Â
Essi nomor 218 -- POZ23102012 -- 087853451949