Essi 191 -- Dan Merah Putih pun Lupa Dikibarkan Â
Tri Budhi Sastrio
Hari Jum'at 17 Agustus 2012 mungkin hari paling
   istimewa bagi sang saka.
Dengan warna bersahaja merah dan putih bendera
   ini pun sangat istimewa.
Dikibarkan di seluruh nusantara, khususnya di
   lapangan-lapangan upacara,
Sang saka yang konon merupakan lambang
   menyalanya semangat merdeka
Yang diharapkan terus membara sepanjang masa
   pertanda martabat bangsa
Juga dapat dipastikan akan berkibar di semua
   instansi pemerintah dan swasta.
Sedangkan di luar negeri, yah ... tidak usah ditanya,
   para perwakilan negara
Pasti dengan semangat membara dan menyala-nyala
   akan pimpin upacara,
Upacara bendera guna peringati bagaimana Indonesia
   bebas dan merdeka.
Dirgahayu negara tercinta dan semoga keadaan
   lebih baik serta sejahtera.
Yang aneh justru terjadi di jantung ini negara,
   di kampung dan desa tepatnya.
Supaya lebih konkrit dan nyata, katakan saja
   di komplek ratusan rumah desa
Tempat catatan ini digurat lirih menggunakan kalam
   sukma dan jiwa merdeka.
Tidak ada bendera, tidak ada sang saka, kain
   warna-warna banyak jumlahnya,
Hanya saja itu kan bukan bendera lambang harga
   utama raga, jiwa dan sukma,
Itu kan hanya hiasan penyemarak suasana
   merdekanya sebuah negara mega.
Lalu ke mana sang saka merah putih pengobar
   semangat jiwa, di simpan saja?
Tampaknya ya ... ha ... ha ... ha ... semua mudik
   jadi lupa kibarkan bendera.
Inilah realita, inilah fakta, tetapi apakah semangat
   cinta negara luntur jadinya?
Tentu saja tidak ... semuanya masih cinta pada
   ini negara, tempat lahir beta,
Besar dan berkarya, dan mungkin juga sampai
   nanti manakala menutup mata.
Bendera boleh tidak berkibar di depan ruman-rumah,
   tetapi ini bendera pusaka
Selalu berkibar setiap saat dalam jiwa dan sukma,
   semangat masih membara
Untuk terus mengabdi dan berkarya seperti janji suci
   ikrar para bapak bangsa.
Kemudian ... ya kemudian ... berkumandang
   membahana membelah angkasa
Sonata merdu pujaan bangsa, diiringi gesekan
   dawai biola si pemuda pencipta
Indonesia, tanah jang moelia, tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep, oentoek s'lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka, poesaka kita semoeanja,
Marilah kita berseroe:"Indonesia Bersatoe".
   Soeboerlah tanahnja, soeboerlah djiwanja,
   Bangsanja, rajatnja, semoea,
   Sedarlah hatinja, sedarlah boedinja,
   Oentoek Indonesia Raja.
Indonesia, tanah jang soetji, bagi kita disini,
Disanalah kita berdiri, mendjaga Iboe sedjati.
Indonesia, tanah berseri, tanah jang terkoetjintai,
Marilah kita berdjandji: "Indonesia Bersatoe"
   S'lamatlah rajatnja, s'lamatlah poet'ranja,
   Poelaoenja, laoetnja, semoea,
   Madjoelah neg'rinja, madjoelah Pandoenja,
   Oentoek Indonesia Raja
Sayang sonata penuh wibawa ini tak pernah membahana
   membelah angkasa
Hanya karena tidak ada peraturan pemerintah yang
   berkata inilah lagu pusaka.
Â
Essi nomor 191 -- SDA17082012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H