Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Essi Nomor 351: Tanpa Dia Gembira Berbeda

22 Maret 2021   11:37 Diperbarui: 22 Maret 2021   11:51 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Essi 351 - Tanpa Dia Gembira Berbeda
Tri Budhi Sastrio

Ini kali kelima Rabu Abu dirayakan tanpa kehadiran dia,
Dan kali ketiga, Imlek terasa biasa tanpa kehadirannya.
Walau aku tahu bersama Bunda Maria ia tentu bahagia
Dan senyumnya tentu tetap memikat menawan sukma,
Tetapi seandainya kami tetap bersama, pasti rona-rona
Cinta, gelak tawa karena ternyata tetap tak cukup dana,
Guna mengisi bungkusan merah bahagia bagi saudara,
Anak-anak, kerabat, dan sejumlah teman kenalan lama,
Persis laksana tahun-tahun sebelumnya, yah luar biasa.
Coba dibayangkan, begitu berdua biasa saling tertawa,
Tidak punya cukup uang kok permanen dan tetap setia.
Setelah tertawa, saling pandang, lalu senyum bersama.
Inilah rona hidup sederhana tetapi benar-benar bahagia.
Dana selalu ada tapi tak pernah amat berlebih sehingga
Bisa melakukan apa saja, tapi dia itu memang istimewa.
Jangankan sampai hati sibuk menghina, mengeluh saja
Dilakukan sambil senyum mesra, 'Yang, Yang,' katanya,
'Kamu ini memang tidak ditakdirkan kaya, tapi aku cinta.'
Tapi - ini rahasia ya - yang terakhir ini pasti kata hatinya.
Bertengkar juga sering tapi akhirnya selalu damai mesra
Ini yang membuat berdua tetap berbahagia, lalu tiba-tiba
Yang Mahakuasa putuskan aku harus sendirian di dunia.
Hal yang baru, sudah diduga, tapi dampaknya tetap saja
Mengejutkan dan hampir tidak percaya, bagaimana bisa,
Aku yang setiap saat serasa dimanja karena kasih cinta,
Eh tiba-tiba harus sendiri selesaikan banyak tugas dunia.

Hampir dua tahun berlalu, karena 17 Mei masih di sana.
Hampir dua tahun pula gelak tawa gembira terasa beda.
Dan sekarang kembali Imlek tiba, gembira tapi tak sama.
Bukan tak sama apanya, tapi tak sama karena tanpa dia.
Biasanya agak malu-malu setelah kau berias seperlunya
Engkau akan berbisik ceria - 'Selamat Tahun Baru Yang'
Dan aku membalas sambil tersenyum, kata persis sama.
Lalu berdua saling pandang, ya terasa berbunga-bunga.
Kadang memeluk mesra, walau kadang tidak. tapi sama.
Sama mesranya, sama bahagianya, sama riang gembira.
Imlek kali ini sama saja, dia tidak ada, gembiranya beda.
Tapi bedanya hanya semata karena dia ada dan tak ada.
Selebihnya ya persis sama ... aku bahagia ia juga sama.
Tahun demi tahun berlalu, kasih cinta pun makin dewasa.
Dalam bertengkar tetap kasih, dalam marah ya ada cinta.
Begitulah jika kebersamaan dilandasi oleh kasih inti jiwa.

Kenangan dalam Rabu Abu juga sama, biasanya berdua
Berdiri beruntutan guna terima tanda salib abu di kepala,
Serta sekali lagi dengarkan lantunan merdu gema sabda,
Yang disampaikan berlaksa nada kala masa-masa purba
Oleh Sang Nabi Mulia Utusan Surga, Mesias Sang Putra.
Sabda bertuah laksana mantra karena tiap kali bergema,
Tiap kali pula sukma dan jiwa bergetar laksana garpu tala
Kala diguna mencari nada sangkakala, harmoni semesta.
'Bertobatlah dan percayalah kepada Injil', ini inti mantera.
Lalu dengan tanda salib di dahi, setelah selesai berdoa,
Kami biasa saling lirik dan tersenyum dan ia makin jelita
Dengan tanda di dahi yang memang indah mempesona.
'Bagaimana Yang,' biasa aku berbisik, dan mata karunia
Yang indah mutiara balik bertanya, bagaimana apanya?
Tentu saja aku hanya dapat tersenyum, mata bulat bola
Membuat semua jawaban di kepala jadi tidak bermakna.

Semua kenangan manis dan indah melintas begitu saja,
Seperti rekaman drama, yang diunggah ke dunia maya.
Bila tepat panahnya ... lakon indah melintas depan mata.
Dan engkau yang muncul pertama, ya artis ya sutradara.
Engkau pemeran utama, sekaligus juga jadi penulisnya.
Engkau yang amat percaya bahwa Allah itu mahakuasa,
Juga sangat percaya, bahwa semua sabda Putra Surga
Pasti benar adanya, hingga pantas jadi pedoman utama,
Berulang kali berkata 'Aku ini rajin berdoa untuk semua,
Mohon berkat ampunan Allah, sebab jika tidak,' katanya,
'Khususnya kamu', sambil arah mata tepat ke suaminya,
'Kamu pasti mati dan tidak akan selamat,' - aku percaya.
Bagaimana bisa aku tak percaya pada wanita nan setia,
Yang abdikan seluruh hidupnya mendampingi pria biasa,
Meskipun mungkin saja ungkapan dia itu, tidak pas juga.
Tetapi biarlah, yang penting dia percaya, dan aku terima,
Karena selebihnya bagiku semua kehendak Yang Kuasa.

Kenangan ini terus diputar berulang-ulang di depan mata,
Khususnya tatkala ada kegiatan yang biasa olah bersama
Lalu sekarang sejak engkau tiada, olahnya sendirian saja.
Aku percaya engkau pasti bahagia walau menanti di sana
Sampai aku yang makin lama rasanya semakin cinta saja
Diberi karunia selesaikan tugas di dunia, lalu bisa bersama,
Lalu kami akan senyum gembira saksikan anak, keluarga,
Kerabat, sahabat, dan siapa saja yang masih ziarah dunia,
Harus terus laksanakan tugas titah mulia, dan kami purna.
Itulah hebatnya jika kuat percaya bahwa keselamatan jiwa
Telah ditentu oleh sang Juru Selamat yang turun ke dunia
Bahwa semua yang percaya, diberi undangan pesta mulia,
Dan kami berdua setulus hati akan datang tepat waktunya.
Semoga karena karunia serta berkat dari sang mahakuasa
Semua dalih serta alasan yang pernah disabda sang Putra
Banyak dilakukan oleh pemilik undangan pesta yang mulia
Tidak kami lakukan karena percaya bahwa titah dan sabda
Mengikat tidak hanya jiwa raga, tetapi juga roh dan sukma.
Ya Bapa Ya Putra, ampuni semua salah serta dosa berdua,
Juga semua salah dan dosa keluarga, kerabat, kita semua,
Karena hanya jika Kau berkenan ampuni salah serta dosa,
Kami ada peluang guna bisa hadir bersama di ruang pesta.
Biarlah kasih empati bagi sesama yang dicurah tanpa sisa
Masih dapat dilakukan guna wakili diri kami para pendosa.

Belilah durian rambutan, kupas kulitnya hirup madu aroma.
Berilah kita kekuatan, lakukan ini dalam hidup yang tersisa.

Essi nomor 351 -- SDA08022016 -- 087853451949

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun