Di bawah bantalnya, sepucuk surat yang diterima tadi siang, tergolek sunyi. Sekali lagi diraihnya surat itu dan membacanya. Bagi dirinya dengan keadaan yang sekarang ini, membaca tulisan tangan suaminya, adalah penyejuk satu-satunya yang bisa didapatkan.
Tulisan tangan itu tetap tidak berubah. Indah dan kokoh, mencerminkan watak tulisannya.
Untuk Titis, sayangku, dan Manggara, anakku.
Masih delapan bulan lagi harus kujalani hukuman ini. Waktu yang panjang untukku, dan mungkin juga unttukmu, istriku tetapi itulah, semua manusia harus menanggung semua perbuatannya. Bagaimana dengan keadaanmu, Titis? Juga keadaan Manggara? Aku tidak tahu dengan pasti tetapi aku yakin, Tuhan akan selalu melindungi kalian berdua.
Sampai sejauh ini masihkah engkau tetap percaya dan tidak menyalahkan diriku? Kalau ya, mungkin aku pantas menyebut diriku laki-laki paling beruntung dalam dunia ini. Kalau tidak pun aku tetap akan mencintai dan menghormati dirimu. Empat tahun delapan bulan dalam penjara, entah mengapa justru menguak seluruh mata hatiku.
Mungkin aku memang tidak menjadi lebih bijaksana tetapi satu hal sudah pasti, aku tidak akan pernah melakukan hal itu lagi. Membunuh seseorang, apapun alasannya adalah tidak pantas dilakukan oleh siapa saja. Manusia tidak berhak menghabisi nyawa sesamanya.
Titis, tetapi kalau aku ingat akan Sabda Tuhan sendiri, yang mengatakan bahwa tanpa perkenan dari diri-Nya, tak ada satu kekuatan pun dalam dunia yang mampu membinasakan seseorang mungkin tanganku, oleh Dia cuma dijadikan semacam sarana saja untuk memanggil salah seorang ciptaanNya, karena dipandang telah cukup mendarma baktikan kehadirannya di dunia ini.
Mungkin memang begitu, Titis, meskipun satu hal perlu engkau ingat, bahwa semua ini kukatakan bukan karena aku ingin membela diri tetapi karena kesadaran semacam itu tiba-tiba saja muncul di benakku.
Ah, sebentar lagi Natal akan tiba. Kita sekali lagi pula akan merayakan di tempat yang berbeda. Semakin dekat dengan hari Natal semakin sering aku menangis dalam hati. Manggara tentu semakin gencar menanyakan tentang diriku. Membayangkan bagaimana engkau harus menjawab semua pertanyaan itu, yah ... aku berjanji tidak akan pernah mengulangi kembali kekhilafan yang sekarang ini. Aku berjanji Titis. Tidak akan kuciptakan peluang buruk seperti ini lagi.
Sebenarnya masih banyak yang ingin kutulis tetapi hatiku sesak dengan kerinduan. Aku tidak mampu melanjutkan lebih jauh legi. Rinduku untukmu dan untuk Manggara. Aku rindu dan cinta pada kalian berdua. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Dari aku, Baskoro.