"Hmm, bagus. Sekarang belajar."
"Baik Ma!"
Seperti yang sudah menjadi kebiasaan selama ini, Manggara selalu belajar dalam kamarnya. Kembali wanita muda itu merenung, asyik bermain-main dengan kenangan masa silamnya.
Tanpa terasa waktu terus berlalu dengan cepat. Wanita itu baru tersentak dari lamunannya ketika lonceng dinding berdentang sembilan kali.
"Ah, sudah jam sembilan," gumamnya pada dirinya.
Wanita itu bangkit dari duduknya, melangkah ke arah kamar anaknya. Perlahan-lahan di bukanya pintu, menjenguk ke dalam. Mangara tertidur dengan buku di tangan. Wanita itu masuk, dengan mata berbinar sayu. Manggara adalah satu-satunya kebanggaan dan satu-satunya penguat bagi dirinya dalam masa-masa penantian ini. Betapa sepi dan sunyi hatinya selama ini dan hampir-hampir tidak tertahankan lagi. Masih delapan bulan lagi. Ya, baru delapan bulan lagi dia akan melihat laki-laki yang mengisi seluruh relung hatinya muncul dan berdiri di hadapannya. Delapan bulan memang tidak lama tetapi untuk sebuah hati yang rindu, delapan bulan hampir sama dengan seabad.
Wanita itu melangkah mendekat, menjangkau selimut, dengan lembut menggelar selimut ke tubuh anaknya.
"Engkau sangat rindu pada papamu, begitu juga dengan mama, nak!" gumam wanita muda itu. "Sabarlah nak, papa pasti akan kembali."
Memang aneh, kalau dia dan anaknya, yang sebenarnya bisa menjenguk laki-laki yang mereka cintai, tetapi hal itu justru tidak dilakukan. Bukan karena dia tidak suka tetapi karena begitulah permintaan suaminya. Suaminya tidak ingin anak mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi atau lebih tepatnya belum waktunya bagi Manggara tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah sekali lagi menatap wajah anaknya yang tidur dengan damai, wanita itu keluar, menutup pintu perlahan-lahan. Memeriksa jendela-jendela dan pintu-pintu, sudah terkunci atau belum, kemudian masuk ke kamar tidurnya.
Betapa bahagianya kalau laki-laki yang dicintainya itu tiba-tiba muncul di ruangan ini, mendekapnya dengan kokoh dan hangat. Ah, hampir gila rasanya menahan keinginan yang menyesakkan dada itu.