Didahului dengan tarikan nafas panjang, wanita cantik itu berhenti menyulam, tampaknya sudah selesai. Matanya yang bersaput lapisan bening menatap ke arah pintu.
"Dia pasti ke taman itu lagi," gumamnya lirih. "Kasihan engkau Manggara! Kasihan ...," Tangan kanannya sedikit bergetar, ini terlihat dari ujung jarum yang dipegangnya. "Seandainya aku bisa, aku ingin berubah menjadi seorang laki-laki dan menjadi papamu tetapi ini tidak mungkin, Manggara! Benar-benar tidak mungkin!"
Siapa sebenarnya wanita itu? Kemudian, siapa yang dipanggil dengan nama Manggara itu? Samakah nama ini dengan nama anak kecil yang duduk di taman tidak terurus sendirian itu? Kalau ya apa hubungan antara wanita cantik dengan anak kecil itu? ibu dan anak? Juga, mungkin ini justru yang paling penting, siapa laki-laki yang dipanggil papa oleh anak kecil itu? Samakah laki-laki ini dengan laki-laki yang dikeluhkan wanita cantik itu?
Wanita cantik itu perlahan-lahan meletakkan benang dan saputangannya.
"Aku harus menjemput dan mengajaknya pulang ..." Suaranya tetap lirih sambil bangkit dari duduknya.
Di bangku taman, anak kecil itu tetap dengan sikapnya. Tidak bergeming dan tidak memperdulikan nyamuk yang mendengung sekeliling kepala. Senja memang belum hilang seluruhnya tetapi sinar merah di langit barat sana benar-benar sudah sangat redup, hampir-hampir tidak tertangkap maknanya lagi.
Lamunan baru terusik kala suara halus memanggil.
"Manggara ...!"
Anak kecil itu menoleh perlahan.
Seulas senyum tipis muncul di sudut-sudut bibir anak kecil itu, yang ternyata memang benar bernama Manggara. Lengkapnya Asdi Manggara.
"Oh mama..." katanya pelan sambil bangkit dari duduknya. "Mama mencari Manggara, ya?"