Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Harga Sebuah Nama

24 Februari 2021   14:26 Diperbarui: 10 November 2024   12:48 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menatapnya dengan pandangan tanpa ekspresi, tetapi akhirnya aku mengangguk pelan.

"Tentu saja aku ingin tahu!" kataku lirih, mencoba mendinginkan suasana.

"Kau tahu nama lengkapku, bukan?" tanya Hamid lagi.

Aku mengangguk. Nama lengkapnya kupikir bukan nama yang jelek apalagi sampai menimbulkan peluang untuk sebuah penghinaan. Sekarang aku semakin heran. Bagaimana mungkin nama Hamid Kartakusuma bisa menimbulkan peluang untuk sebuah olok-olok? Kukira sulit, bagi anak yang paling pandai sekali pun mencari kata olok-olok untuk nama sebagus itu.

"Nah, nama lengkapku itu yang mereka hina habis-habisan!" Hamid melanjutkan, memutuskan jalan pikiranku. "Aku benar-benar penasaran dan tidak bisa menerima hal ini. Aku ...!"

Hamid tidak melanjutkan kata-katanya, sedangkan dadanya bergelombang naik turun, mungkin dia teringat kembali saat-saat penghinaan itu terjadi, sehingga marahnya meluap lagi.

"Bagaimana mungkin namamu bisa mereka gunakan sebagai olok-olok?" tanyaku akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Apa? Kau tanya bagaimana mungkin? Ah, engkau ini bagaimana! Nyatanya mereka telah menghina nama itu habis-habisan. Mereka tidak menghargai nama pemberian orang tuaku itu. Padahal bagiku, harga sebuah nama, jauh lebih tinggi dari harga sebuah rumah. Nama adalah martabat dan martabat adalah kehormatan dan kehormatan pantang untuk direndahkan. Manusia yang tidak bisa membela namanya, berarti tidak bisa membela kehormatannya. Orang seperti itu tidak pantas menyebut dirinya manusia!"

Ya, ampun, belajar dari mana si Hamid ini kata-kata seperti itu, gerutuku dalam hati. Dari buku barangkali tetapi belajar dari mana tidaklah penting. Yang penting Hamid mengucapkan itu semua dengan suara bersungguh-sungguh.

"Kehormatan memang harus dipertahankan dan dibela!" kataku setuju dengan pendapat Hamid. "Terutama bagi seorang laki-laki. Kehormatan pantas dibela dengan apa saja, bahkan juga dengan nyawa. Aku setuju dengan pendapatmu ini!"

"Bagus!" seru Hamid gembira. "Engkau memang teman sejati!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun