Berbatas Noda Berpagar Dosa
Tri Budhi Sastrio
Jalin lebih dahulu persahabatan,
Baru mengulurkan tangan
Dan ungkapkan maksud tujuan!
Sejak semasa SMA dulu, Tari sudah menjadi rebutan laki-laki. Begitu juga sekarang. Ada tiga laki-laki berlomba-lomba dengan kemampuan masing-masing ingin menarik Tari ke ranjang mereka.
Predikat Tari adalah janda. Janda muda atau janda kembang. Seorang janda tanpa anak apa bedanya dengan seorang perawan asli di mata seorang laki-laki? Hampir-hampir tidak ada. Malah ada sebagian laki-laki lebih suka memburu janda daripada perawan. Alasannya? Bah! Alasan apalagi kecuali alasan pengalaman! Bercinta dengan perawan sama dengan bercinta dengan batang pisang begitu seorang laki-laki mata keranjang pernah mengemukakan pendapatnya.
Dua laki-laki pertama yang mulai intensif mencoba mendekati Tari adalah mantan teman sekelas yang notabene mantan laki-laki yang pernah jatuh cinta pada dia tetapi terpaksa ditolak mentah-mentah karena hati Tari lebih condong memilih Gumarang yang akhirnya memang menjadi suaminya.
Sedangkan laki-laki ketiga adalah bujangan setengah tua, tetangga Tari sendiri. Khusus laki-laki ketiga ini ternyata tergolong laki-laki tidak sabaran. Baru empat hari setelah suami Tari disemayamkan di liang lahat, Tari menerima tawaran meskipun terselubung dari laki-laki itu.
Tari yang belum hilang kesedihan dan kepedihannya hampir saja marah. Untung akal sehat masih mengendalikan keadaan jiwanya yang tertekan. Wanita mana yang tidak akan marah sementara jasad orang yang dicintainya belum bersatu dengan tanah sudah ada laki-laki lain yang selama ini tidak pernah ada di hatinya mengutarakan pendapat untuk mempersunting dirinya.
Tidak terkecuali Tari. Kenangan manis dengan suaminya membekas terlalu dalam. Satu-satunya hal yang kurang dan agak mengganggu adalah karena sampai saat ini Gumarang tidak memberikan anak pada dirinya. Tiga tahun sudah dia menikah. Tidak terbilang berapa kali dia merengek pada suaminya, minta anak.
"Kalau kau ke kantor aku kesepian tanpa teman di rumah ini," kata Tari berkali-kali pada Gumarang.'Kehadiran seorang anak, mas ...!"
Gumarang akan memotong kalimat istrinya dengan elusan lembut di rambutnya.
"Mengapa engkau tidak bersabar, Tari," selalu begitu Gumarang membalas. "Kau dan aku sama-sama normal. Dokter Kuncoro berkali-kali mengatakan ini. Jadi masalah anak cuma tinggal menunggu perkenan dari-Nya saja. Kau pikir cuma dirimu yang ingin segera menimang makhluk kecil darah daging kita berdua? Aku juga ingin, Tari! Selama ini kita berdua telah mencoba ke arah itu. Hampir dalam setiap kesempatan kita bercinta dengan mesra dan sepenuh hati. Siapa tahu usaha kita yang tadi akan membuahkan hasil!"