Memburu Bintang Berekor
Tri Budhi Sastrio
Rasa ingin tahu bila bergabung
Dengan ambisi menyala-nyala
Akibatnya pasti sulit didugaÂ
Dan sangat luar biasa.
Tetapi adalah tidak benarÂ
Jika beranggapan bahwa
Sikap rendah hati dan mauÂ
Menerima kenyataan
Lebih rendah kualitasnyaÂ
Dibandingkan dengan rasa ingin tahu!
Di ruang briefing Pusat Antariksa Nasional tidak ada kursi kosong. Semua terisi. Kalau bukan oleh perwira tinggi militer ya oleh pejabat tinggi Pusat Antariksa Nasional. Sambil menunggu kedatangan seseorang, yang sudah hadir berbicara dengan rekan-rekan dekat mereka. Suara pembicaraan seperti dengung tawon. Halus tetapi mengganggu!
Suara dengung itu baru berhenti ketika pintu ruangan terbuka. Seorang laki-laki berkumis tipis dan berpakaian militer melangkah masuk. Laki-laki itu tersenyum lucu seperti anak kecil tertangkap sedang  mengambil kue yang bukan bagiannya.
Kalau berpikir orang yang satu ini orang penting, anda benar. Tetapi kalau anda berpikir orang ini paling tinggi kedudukan dan jabatannya, maka anda salah besar. Pangkatnya cuma Mayor, jabatannya cuma penerbang.
Sedangkan yang menunggu lebih dari tiga menit terdiri dari dua Jenderal, tiga Kolonel, satu Letnan Kolonal, dan selebihnya adalah pejabat-pejabat teras Pusat Antariksa Nasional. Sebagian besar dari mereka bergelar Doktor.
"Maafkan saya tuan-tuan!" kata Mayor yang masih tetap tersenyum nakal itu. "Sebenarnya saya tidak terlambat kalau saja tali sepatu saya tidak tiba-tiba putus. Wah, saya kelabakan mencari penggantinya. Anda tahu tuan-tuan ternyata tidak ada cadangan tali sepatu dalam lembaga ini. Saya pikir ini perlu diperbaiki! Setiap orang membutuhkan tali cadangan sepatu karena kalau ada kejadian seperti yang saya alami, baru terlihat pentingnya! ini wewenang Jenderal Baskoro  dari Departemen Material dan Perlengkapan."
Yang dipanggil dengan sebutan Jenderal Baskoro tersenyum. Mayor yang satu ini memang kurang ajar.
"Saya terpaksa menggunakan rumput Jepang sebagai penggantinya. Agar tidak menyolok, saya semir tuh rumput Jepang!" Mayor itu melanjutkan.
Beberapa orang yang duduknya dekat, menegakkan kepala dan memperhatikan sepatu si Mayor. Ternyata memang benar! Mereka tersenyum geli bahkan ada yang menggeleng-gelengkan kepala. Jenderal Hartoyo, orang paling senior dalam ruangan itu, yang juga merangkap pimpinan pertemuan, ikut-ikutan tersenyum, meskipun cuma sekejab.
"Silahkan duduk, Mayor Kasmin!" kata Jenderal Hartoyo. Sudah hilang senyumnya sekarang. Wajahnya kembali membeku. Dingin dan tidak berperasaan. "Hampir lima menit kami menunggu anda!" Jenderal Hartoyo berkata sambil melirik arloji nuklirnya. "Saya tidak tahu tali sepatu anda memang putus atau diputuskan karena tahu akan terlambat tetapi yang jelas anda terlambat lima menit dan saya tidak suka ini!"
"Tetapi Jenderal ...!"