Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Essi Nomor 349: Menjadi Manusia Baru

10 Desember 2020   11:24 Diperbarui: 10 Desember 2020   11:35 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Essi no. 349 - Menjadi Manusia Baru

Dalam baru ada lama, dalam lama ada baru, begitu selalu.
Sama juga, dalam gemuruh ada hening, hening pun begitu,
Dalam hening gemuruh dapatlah amat dahsyat bertalu-talu.
Saling mengisi bergantian, tak pernah sendirian bak sepatu,
Akan timpang berlompatan jika yang pasangan dipakai satu.
Dalam 'Im' ada 'Yang', dan dalam 'Yang' ada 'Im', berpadu.
Dalam dingin ada panas, dalam panas ada dingin, bersatu.
Begitu dapat terus dilanjutkan tak berkesudahan, eka kalbu.
Daftar bisa panjang, paradoks tak berkesudahan, bak kaldu
Mengambang pendarkan binar-binar nikmat pekat sari susu.
Semua ada lawannya namun tetap saja jadi satu dan padu,
Kecuali satu yaitu 'kasih' karena dalam kata pengobat rindu
Semua lebur jadi satu, karenanya ia abadi tak terikat waktu.
Dalam kasih semua mulus, dalam kasih tak ada jalan buntu.
Yang lain itu berparadoks, yang lain itu berpasangan selalu,
Tetapi kasih berpasangan dengan semua, tidak kenal pintu,
Tidak kenal jalan buntu, melebur semua jadi marga rahayu.
Inilah landasan rohani bagi yang mau menjadi manusia baru.

Bagaimana nabi mulia utusan surga bersabda tentang baru?
Tentang perintah baru, tentang hukum baru, manusia baru?
Apa saja, bagaimana, di mana, mengapa perlu jadi baharu?
Inilah yang sejak ribuan tahun lalu dibincang laksana peluru
Melesat jauh dan cepat, tak terkejar bahkan oleh hati kalbu.
Serasa pelan tetapi cepat melesat dahsyat tanpa suara deru.
Serasa dekat tapi sebenarnya jauh sekali laksana langit biru.
Serasa lamban tapi sebenarnya pesat tak terjangkau waktu.
Serasa mudah tapi sulitnya ibarat masuk tanpa jendela pintu.
Serasa sudah tetapi sebenarnya mendekat saja belum tentu.
Serasa telah baru tapi usangnya berkarat buat lidah jadi kelu.
Itulah baru dalam titah Sang Penentu, itulah baru Sang Guru.
Dan semua bermula ketika sabda turun dari Sang Mahatahu
Bahwa Dialah Putra yang dikasihi, kepadaNya berkenan Aku,
Dengarkanlah Dia, tatkala Nabi Mulia Utusan Surga bertemu
Dengan Musa dan Elia ... setelah itu jelas bahwa hanya satu
Yang perlu dijadikan pedoman guna cairkan kalbu yang beku.
Dengarkan Dia ... dengarkan Nabi Mulia Utusan Surga selalu.

Dan titah sabda Nabi yang Mesias tertulis dalam kalam kalbu
Yang tidak hanya terhampar membentang laksana langit biru
Tapi juga merasuk penuhi relung-relung kuntum mawar ungu
Yang merona syahdu kala kalbu tunduk laksana buluh perindu
Melantunkan tembang penuh rindu, ingin serta menjadi tamu
Dalam perjamuan abadi bersama seluruh istana batu penjuru.
Lalu tiba masa, turun satu sabda berbaju jubah perintah baru.
Mesias berkata 'Aku memberikan perintah baru kepada kamu,
yaitu supaya kamu saling mengasihi; dan ini sama seperti Aku
telah mengasihi kamu, maka harus saling mengasihilah kamu.'
Perintah baru inilah yang mengubah yang lama jadi yang baru.
Manusia lama diubah jadi manusia baru karena perintah baru.
Hanya yang mau menerima perintah baru, menjadi orang baru.
Tapi karena yang baru segera akan jadi lama, usang dan bau,
Maka perintah baru harus terus dipegang dan ada dalam saku
Sehingga setiap saat perlu, dan memang inilah takdir penentu,
Dibuka saku, perintah baru tunjukkan muka, dan wajah kelabu
Bisa kembali merona karena cahaya ilahi dalam perintah baru
Mengusir awan kelabu, mengubah kalbu kelu serta lidah beku,
Lantang dan fasih berani menyangkal diri kalau memang perlu
Agar perintah baru bisa dilaksana dan yang lama kembali baru.
Begitulah silih berganti, sambung menyambung tak putus batu.
Hanya dengan jalankan perintah baru, bisa jadi manusia baru.
Lupa sabda baru, yang baru jadi lama, usang, beku, dan kelu.
Jika sudah begitu tidak ada manusia baru yang siap berjibaku
Laksanakan perintah yang mengikat tak hanya hati dan kalbu
Tetapi juga seluruh isi bumi dari waktu ke waktu tanpa tunggu.

Tetapi bagaimana jika nurani kelu, otak beku, pikiran pun buntu
Karena kasih kadang gemanya sesaat lalu sirna dibawa hantu?
Bagaimana jika perintah baru dianggap sepi seperti angin lalu?
Juga bagaimana jika perintah baru tidak pernah dijadikan baju,
Hanya dilirik sesaat lalu disimpan bertimbun di rak penuh debu?
Mesias yang cerdas tidak kepalang, tentu paham gaya sok tahu
Semua orang-orang berilmu, itulah sebabnya tanpa malu-malu
Cerita pamungkas peringatan keras yang tanpa pandang bulu
Diulang berkali-kali ingatkan manusia baru yang telah berdebu.
Hanya dengan menjadi manusia baru, peluang membuka pintu
Lalu melangkah masuk ke rumah indah berhiaskan pelangi biru
Melonjak sampai ke tingkat seribu, Selamat Datang Dombaku!
Sementara mereka yang usang, lama dan berdebu, termangu,
Karena tak lagi ada jendela pintu, yang tersisa rintihan memilu,
Meratap mohon maaf serta ampunan dari sang Mahapenentu.

Ayo menjadi manusia baru, syarat mudah manfaat nomer satu.
Kasihi sesama, tolongi yang hina, ampuni pendosa, itu prilaku
Manusia baru yang percaya bahwa perintah baru abadi waktu.
Yang lain tentu saja tetap penting tetapi sudah sejak dari dulu,
Perintah baru dari sang Mahapenentu tetap tak lekang waktu.
Mengikat insan beriman sejak dalam kandungan seorang ibu,
Sampai ke haribaan pertiwi ketika hidupmu telah purna waktu.
Ayo jangan sia-siakan perintah dan syarat jadi manusia baru,
Yang ternyata mudah, ringan, asyik, karena hanya perlu satu.
Satu tekad satu tujuan, satu niat satu harapan, ya membantu.

Angkasa biru, angkasa biru, ke sana pelangi berbulan madu.
Manusia baru, manusia baru, ke situ ayo melangkah menuju.
Angkasa biru, angkasa biru, ke sana pelangi berbulan madu.
Manusia baru, manusia baru, ke situ nurani menuntun kalbu.
Angkasa biru, angkasa biru, ke sana pelangi berbulan madu.
Manusia baru, manusia baru, ayo jangan buang-buang waktu.

Tri Budhi Sastrio -- Essi 349 -- SDA01022016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun