Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Perjuangan: Dendang dan Senandung Rindu

2 Desember 2020   22:43 Diperbarui: 16 November 2024   10:24 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/Mark Beerdom

Dendang dan Senandung Rindu

Tri Budhi Sastrio

 

Ada janji yang memang diucapkan setengah hati
Tetapi ada juga janji dari dalam lubuk sanubari.
Walau sama-sama janji, tetapi janji tulus murni
Lebih dipuji, lebih dihargai, lebih diapresiasi.
Hanya saja pada akhirnya tetap saja kembali
Pada keputusan akhir dari Sang Mahasuci,
Mana janji diingkari, mana janji yang ditepati.

Satu tahun mungkin bukan waktu yang terlalu lama tetapi juga bukan waktu yang terlalu singkat, begitu juga bagi Rantri. Yang jelas hari ini tepat satu tahun dia menunggu. Menunggu sesuatu yang diyakini pasti akan kembali.

Sekarang masih pagi. Matahari masih malu-malu di ufuk Timur. Dinginnya pagi masih bermalas-malas untuk pergi. Janji yang dikumandangkan dulu oleh dia tepatnya tengah hari. 'Berarti sekarang masih enam jam lebih,' gumam gadis manis berkulit kuning langsat itu lirih. 'Aku yakin engkau pasti akan kembali, kang. Aku yakin ini.'

Kalimat yang terakhir ini diucapkan lebih lirih lagi, sehingga dua cicak yang ada di sudut kamar saling pandang, setelah sebelumnya masing-masing mengerahkan segenap kemampuan pendengaran mereka agar bisa menangkap bisikan lirih Rantri.

'Yah, Rantri Natiri memang semakin sering saja berkata lirih dan semakin lama semakin lirih,' kata si cicak jantan setelah cukup lama menatap pasangannya. 'Kau mendengar kalimat terakhirnya?'

'Ya, seperti yang selama ini selalu diucapkan, mas. Aku yakin engkau pasti akan kembali, kang. Aku sampai lupa entah berapa puluh kali dia mengatakan ini.'

Si cicak jantan yang dipanggil dengan sebutan 'mas' agak mencibir. Samar-samar terbersit rona memandang remeh berbaur dengan rasa kasihan.

'Aku tidak yakin laki-laki itu akan kembali. Kau? Sampai sekarang masih seperti si Rantri kan? Tetap yakin pasti akan kembali. Aku tidak. Semakin banyak aku mendengar berita, semakin aku yakin pendapatku benar. Bala tentara Jepang hampir menguasai seluruh wilayah nusantara. Ini artinya mereka menang, bukan? Lalu bagaimana para pemuda yang tidak jelas bersenjata apa, yang paling modern katanya bambu runcing, bisa tetap selamat jika terus saja bersikeras ingin mengusir mereka? Seharusnya kalau dia memang mencintai gadis yang cantik ini, ya jangan pergi. Memangnya siapa yang mengharuskan dia pergi kecuali semangat dan pikirannya yang sempit, naif dan bodoh itu?'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun