Di suatu pagi, sebelum kota.
Bersama matahari yang terburu-buru oleh puncak gunung yang hampir diatas kepala.
Aku, memilih disana sebelum sekarang.
Bersama tanah, rerumputan, langit, dan air.
Mencumbui hamparan warna seluas penglihatan, dan hutan yang disempitkan api dan sedikit kampak untuk rumah; dan banyak lainnya.
Ada juga banyak aroma untuk kuciumi; atau gesekan benda memanjakan telinga.
Semua memilih utuh memakna.
Juga, terasa mesra sekali,
Indah keberadaanmu hadir disana.
Angin.
Pikirku, kukenali angin itu,
Ia pernah pelan menyentuh kerudungmu.
Pada jarak waktu sebelumnya.
Yah, ia paling niat mengajakku.
Dan kau tahu pasti,
Aku bukan Tuan dari semesta.
Kau menjemputku,
Berlari pergi, jauh, sangat jauh.
Jauh dari aku, diluarku.
Kau mengambilku,
Tanggalkan segala materi, tenggelam menuju aku, didalamku.
Lalu kau kenalkan mabuk itu, kau ajarkan betapa jedah mendamaikan.
Selang berapa waktu, kita terang tak dicampuri waktu.
Kau dan aku,
Berhamburan dalam keteraturan;
Raib dalam keberadaan.
Kau dan aku,
Tak perlu ada seperti segala yg ada;
Tunggal dalam kejamakan.
Kau dan aku berkejaran menangkap makna.
Kau,
Sebabku berlari, akibat kau berlari.
Oleh kau ada, aku suka keberadaanku.
Kau ,
Bentuk yang tak kuketemukan polanya, yang tak akan selesai.
Kau dialektika,
Perang kemuakan dan perjuangan ini.
Memuisi, dan tak berujung.
Kau aku mabuk, dan disana!
Mabuk!!!
MABUK,,,,!,"-$/!
MaBukkk! "/'-*"*' /
maJsBHuKkj"- * 6 + ' / /
' ' @ / / //=,:*?/"*"6?+!41"'2hi*1sb'5
Kita lalu bertamu,
Bertemu manusia-manusia terbanyak.
Juga sedang mabuk, mabuk terlampau mabuk.
Seperti tak mabuk, sebab tak ada luka atau keluh di mereka.
Kita tak suka mabuk yang ini,
--Atau hanya aku.
Iri sekali dibuatnya.
Mabuk mereka, seperti candu.
Kita yang tidak terlalu suka berlama-lama mensiasati keberadaan,
Tak juga mulai suka.
Kita simpulkan mempelajarinya.
Memperlebar jarak gaib dan ajaib.
Dan hidup memang hidup, Manisku.
Dalam pelarian itu, pelajaran datang.
Romantis kita dapati tak sekalipun abadi, lagi.