Akhir pekan ini, saya menjalani perjalanan yang tak biasa, penuh warna budaya, rasa, dan pengalaman. Dari menikmati kuliner Minang di Trans Studio Mall (TSM), mendampingi teman merayakan Natal di gereja, hingga berkereta menuju Bogor keesokan harinya. Sebuah rangkaian yang padat, tapi begitu bermakna.
Menyelami Cita Rasa Minang di TSM
Sore itu, saya dan kakak saya memutuskan untuk mampir ke sebuah acara kuliner Minang di Trans Studio Mall (TSM). Dari kejauhan, aroma masakan khas yang sarat rempah sudah menggelitik hidung, membangkitkan rasa lapar bahkan sebelum kaki ini melangkah ke area acara. Suasana mendung di luar, ditambah rinai hujan yang mulai turun, justru menambah romantisme hari itu.
Begitu memasuki area event, mata saya langsung disuguhi pemandangan aneka hidangan Minang yang berbaris rapi. Dari rendang yang berkilauan dengan minyak santan, gulai tunjang yang kental dan menggoda, dendeng batokok yang dipenuhi sambal lado merah, hingga sate Padang yang mengepul dengan aroma rempah khasnya. Setiap booth dihias ornamen tradisional Sumatra Barat seperti kain songket, ukiran khas Minang, dan replika rumah gadang mini, menciptakan suasana yang membawa ingatan saya pulang kampung.
Di sudut ruangan, terdapat panggung kecil yang ramai dikerumuni pengunjung. Seorang perempuan dalam balutan baju adat Minang, lengkap dengan suntiang emas di kepala, tengah menyanyikan lagu "Yang Digiyang" dengan iringan talempong. Suara dentingan alat musik tradisional itu berpadu indah dengan suara penyanyi yang lembut dan penuh emosi. Beberapa pengunjung, termasuk saya, berhenti sejenak untuk menikmati penampilan tersebut. Suasana semakin syahdu saat hujan di luar semakin deras, seolah-olah menjadi latar alami yang melengkapi kehangatan di dalam ruangan.
Setelah puas berkeliling, saya akhirnya memutuskan untuk mencicipi beberapa hidangan yang menggoda. Pilihan pertama jatuh pada rendang dan gulai tunjang, dua hidangan yang tak pernah gagal membawa saya pada kenangan masa kecil di Sumatera Barat. Rendangnya lembut, dengan rasa daging yang begitu meresap hingga ke seratnya. Gulai tunjangnya kenyal tetapi tidak alot, dengan kuah kental yang kaya rempah. Setiap suapan membawa kehangatan yang sulit dijelaskan.
Tidak hanya hidangan berat, saya juga mencoba aneka cemilan Minang yang menggoda. Ada pisang kapik, pisang bakar yang dipipihkan dan disiram gula merah cair. Manis dan legit, sangat cocok untuk mengusir hawa dingin. Lalu ada kue mangkuak yang lembut dan harum pandan, martabak Mesir yang renyah di luar tetapi berisi daging yang kaya rempah di dalam, serta kue bika yang kenyal dan manis. Tak ketinggalan, saya mencoba seafood khas Minang yang jarang saya temui di kota: pensi, kerang kecil-kecil yang dimasak dengan bumbu pedas. Rasanya segar, sedikit pedas, dan benar-benar membuat ketagihan.
Sebagai pelengkap, saya membeli segelas es tebak, minuman khas Minang yang menjadi favorit saya sejak kecil. Kombinasi tebak, serutan kelapa muda, santan, sirup merah, dan es serutnya begitu menyegarkan. Rasanya manis dan segar, pas untuk mengimbangi makanan berat yang sebelumnya saya santap.
Sambil menikmati makanan, saya duduk di sebuah meja kecil dekat panggung. Dari tempat saya, saya bisa melihat bagaimana pengunjung lain asyik menikmati sajian kuliner sambil tertawa dan berbagi cerita. Suara denting talempong masih mengalun lembut di latar belakang, sementara di luar, hujan masih setia menemani.
Saya merasakan kebahagiaan sederhana yang sulit dijelaskan. Sebagai seseorang yang sudah lama tidak pulang ke Sumatera Barat, acara ini seperti pengobat rindu. Masakan-masakannya, musiknya, bahkan suasananya, seolah membawa saya kembali ke kampung halaman. Sesuatu yang sederhana seperti sepotong rendang atau segelas es tebak ternyata bisa memanggil begitu banyak kenangan indah.
Ketika akhirnya acara harus selesai, saya merasa enggan meninggalkan tempat itu. Namun, perut yang kenyang dan hati yang penuh rasa syukur membuat saya tersenyum puas. Hari itu bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang rasa kebersamaan, nostalgia, dan kebanggaan pada budaya yang kaya. Saya pulang dengan hati yang hangat, dan dengan satu keyakinan: saya pasti akan kembali lagi jika ada acara serupa di masa depan. lamak bana!