Bisnis jasa titip atau sering disingkat dengan "jastip" ini sudah tidak asing lagi kita dengar apalagi bagi kaum milineal. Indonesia telah menyasikan betapa melonjaknya  bisnis jastip (jasa titip)didalam beberapa tahun terakhir ini. Tidak hanya orang muda saja namun orangtua pun sudah mengikuti bisnis jastip ini, bisnis ini telah menjadi tren yang sedang gencar-gencarnya dan mengundang selisih tentang manfaatnya terhadap Perekonomian Indoensia. Bisa kita lihat bahwa jasa titip ini disatu sisi memberikan kesempatan kita untuk memperoleh produk dari luar negeri atau daerah-daerah lain yang sebelumnya sulit untuk diakses. Namun, disisi lain juga ada berbagai aspek yang harus diperhitungkan, seperti terlalu seringnya pengimporan barang, risiko pelanggaran aturan pajak dan bea cukai,lalu akhir-akhir ini ada berita dimana pihak bandar udara internasional di Indonesia melalukan razia terhadap para penyedia jastip tersebut terkait dengan bea cukai masuk dan serta jumlah barang.  Apakah hal itu membuat bisnis jastip ini illegal dan lebih banyak buntung ataukah untung bagi negara?
   Jasa titip atau sering kita sebut sebagai jastip ini tidak tahu kapan dimulainya, karena bisnis ini bukanlah jenis bisnis yang memiliki tanggal pasti kapan munculnya, karena bisnis jastip ini muncul secara alami dan muncul karena seiring perkembangan teknologi dan globalisasi. Jastip umumnya, merunjuk pada layanan dimana seseorang berperan sebagai perantara dalam mengimpor barang dari luar negeri sesuai permintaan pelanggannya. lalu seseorang yang sebagai perantara ini mendapatkan keuntungan dari upah balas jasa atas pembelian barang yang diinginkan pelanggan.
   Lajunya pengaruh globalisasi dimasa sekarang bisa menjadi suatu pendorong juga untuk bisnis jastip ini berjalan, apalagi kecanggihan tekonologi yang kita pakai yakni sosmed yang bisa diakses dimanapun seperti aplikasi Shopee yang menjual barang impor tergolong luas dan belum lagi Instagram, biasanya influencer yang sering bepergian itu banyak melalukan promosi lewat storynya membuat perkembangan bisnis jastip ini menjadi sangat pesat sekali. Biasanya bisnis jastip ini paling sering dipakai oleh para remaja untuk memenuhi rasa keinginan terhadap fashion impor yang sedang trend dan barang-barang lucu hingga kosmetik dimana biasanya negara itu lebih cepat memproduksinya. Dan seperti yang kita teliti contohnya shopee dengan mudah sekali kita bisa mendapatkan produk dari luar daerah atau negeri dengan klik tombol "check out" saja lalu melalukan payment dan tinggal menunggu barang datang tanpa kita harus pergi ke tempat dimana produk yang ingin kita beli itu. Namun, tujuan atau destinasi pasar dalam memperoleh barang titipan bagi konsumen Indonesia biasanya terbatas hanya di negara-negara Asia Tenggara dan Australia, seperti Singapura, Malaysia, Vitnam, Thailand, serta Federasi Australia karena faktor geografis dan kemudahan geopolitik dalam keimigrasian (Daniel et al., 2016).
   Setelah membaca dan menganalisis dilingkungan sekitar yang dilakukan oleh penulis, ditemukan adanya dua sisi dari bisnis jastp ini yaitu sisi keuntungan dan sisi kerugian terhadap individu maupun  terhadap perekonomian Indonesia. Terhadap individu, orang yang menjadi perantara atau yang membuka bisnis jastip ini yaitu mereka dapat penghasilan lebih walaupun sedang bepergian untuk berlibur . Dengan begitu, saat mereka mengeluarkan uang untuk berlibur, mereka akan tetap mendapatkan pemasukan dari pelanggannya (Waugh,2009). Selain keuntungan dari pihak yang membuka jastip ada pun keuntungan bagi pelanggan yaitu, bisa mendapatkan barang yang diinginkan tanpa harus bepergian jauh ketempat tersebut. Terhadap Perekonomian Indonesia meliputi, Pajak dan Bea Cukai dimana pemerintah dapat memperoleh pendapatan dari pajak dan bea cukai yang dikenakan pada barang-barang yang diimpor melalui jastip, memberikan kontribusi pada penerimaan pajak negara, kemudian bisnis jastip ini pemacu ekonomi lokal yaitu dapat mendukung dan membantu perekonomian lokal dengan meningkatkan permintaan atas layanan pengirim dan logistik.
   Walaupun bisnis jastip ini menggiurkan sekali, ternyata jastip  ini memiliki sisi kerugian baik bagi individu maupun negara, kita lihat dari sisi individu yaitu meningkatnya sifat konsumerisme dan hedonisme dimasyarakat, terlebih kaum muda yang mengikuti trend dan ingin terlihat eksis. Biasanya mereka akan cenderung untuk membeli produk yang kurang bermanfaat atau bisa kita sebut dengan kalap mata apalagi barang dari jastip ini sangat menggiurkan akibatnya dana yang seharusnya digunakan untuk keperluan vital dan mendadak menjadi sirna. Hal ini mengingat bahwa biasanya mayoritas konsumen dalam bisnis jastip banyak kaum milenial yang masih menempuh pendidikan.
    Dampak atau sisi kerugian dalam negara yaitu dalam hal pajak dan bea cukai. Dapat kita lihat adanya polemik yang terjadi dari bisnis jastip tersebut yaitu  tentang potensi pelanggaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari harga barang, Pajak penghasilan (PPh) sebesar 10% dari harga barang, dan Bea masuk sebesar 7,5% dari harga (UU No. 16 Tahun 2009). Karena potensi itu muncul dari sejumlah temuan pihak Bea dan Cukai serta imigrasi dibeberapa bandar udara di inonesia akhir-akhir ini, karena hal itu terjadilah kerugian negara, terutama dari pendapatan pajak yang akan berkurang.
    Sebenarnya, praktik jastip tidak akan merugikan negara apabila barang yang dibawa masuk ke wilayah Republik Indonesia oleh penyedia jasa titip memenuhi syarat-syarat masuk yang sudah ditetapkan oleh Ditjen Bea dan Cukai serta tidak melakukanpraktik tax avoidance. Aturan paling baku yaitu, bahwa setiap orang tidak akan dikenai pajak dan cukai apabila barang yang melewati pengecekan pihak Ditjen Bea dan Cukai harganya tidak melebihi USD $500 atau setara dengan Rp7.000.000,00 (kurs Rp 14.000/USD). Namun, apabila lebih dari nilai tersebut, maka barang yang dibawa haruslah dikenakan pajak PPN, PPh, dan bea masuk seperti yang telah disebutkan di atas. Apabila tidak sanggup membayarnya, barang yang dibawa dapat disita atau penyedia jasa titip tersebut bisa dikenai pidana kurungan dan denda (UU No. 17 Tahun 2006).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!