Sambil masih mengingat Pasal 308 UU No. 8 Tahun 2012, tiba-tiba saja, kalimat judul di atas melintas di kepala saya. Sembari terkekeh sendiri, tak urung timbul pertanyaan menyemburat (begitu saja):
Akibat kemuakan terhadap 'black campaign' (lagi-lagi!) dan oleh karena kecerdasan rakyatnya, apa jadinya, bila dalam pemilu kali ini, angka partisipasi rakyat dalam penggunaan hak pilihnya mendekati '0'% (baca: nol persen)?
Ya, para pemilih yang menggunakan hak coblosnya, paling hanya segelintir orang yang memang benar-benar militan sebagai tim pemenangan dari masing-masing kandidat.
Terbayangkah, seperti apa keadaannya kemudian? Begitu gemparkah panggung lawak perpolitikan negeri ini?
Terbayangkah, bila negara ini harus merogoh kocek lebih dalam lagi (kalau tidak ngutang!) untuk menyelenggarakan pemilu ulang?
Bila saja pemilu tidak laku, lalu siapa yang akan disalahkan? Para kandidat? Rakyat? Sistemnya?
Lalu, apa antisipasinya? Kadang, sesuatu hal baru terpikir bila (saja) sesuatu hal itu memang benar-benar terjadi....
Terakhir, apakah kalimat judul dan pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas juga terpikir oleh Anda? Ataukah terpikir, tapi Anda tidak tertarik menuliskannya di media karena dianggap tabu dalam perpolitikan kita?
Saya tambahkan di sini, siapa bertarung memang harus selalu siap-siap.
Siap menang, siap kalah, siap tidak laku!
Intermezzo!