Mohon tunggu...
Severus Trianto
Severus Trianto Mohon Tunggu... Dosen - Mari membaca agar kita dapat menafsirkan dunia (W. Tukhul)

mengembalikan kata pada dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quick Count Bertentangan dengan Real Count?

11 Juli 2014   09:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:41 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah diserbu dengan beragam sindiran dan cecaran tentang kredibilitas lembaga-lembaga surveynya, koalisi yang mendukung capres tertentu memperkenalkan amunisi baru dalam perdebatan paska pilpres ini, yaitu real count. Diharapkan, hasil penghitungan internal yang mereka sebut sebagai real count ini dapat memberikan legitimasi moral dan intelektual untuk mematahkan hasil quick count pihak seberang. Dengan mengklaim nama real count tersirat sebuah pesan bahwa quick count pihak lawan adalah tidak real alias tidak nyata dan karena itu dapat diabaikan saja. Benarkah quick count berlawanan dengan real countt?

Gerakan Quick Count dalam Sejarah

Mereka yang melawankan quick count dengan real count adalah mereka yang lupa atau mengabaikan sejarah gerakan quick count ini. Produk quick count bukanlah khayalan atau irreal, karena gerakan quick count berakar kuat dalam sejarah, khususnya sejarah pembebasan. Seperti sudah banyak disebut, gerakan yang mulanya dikenal sebagai Operation Quick Count ini pertama kali digulirkan di Filipina oleh sebuah lembaga madani, Namfrel (National Citizens' Movement for Free Elections). Pada pemilihan umun 1986, Namfrel melakukan pengawasan atas hasil pemilu secara otonom. Ketika diktator Ferdinand Marcos mengklaim telah memenangkan pemilu, Namfrel secara meyakinkan menunjukkan hasil yang berbeda; menurut perhitungan lembaga madani ini, Corazon Aquino lah yang dipilih oleh rakyat. Beberapa hari sesudah pengumuman Namfrel, gerakan demokrasi yang dikenal dengan People Power menyapu Filipina dan mengantar Corazon Aquino ke tampuk kepemimpinan.*

Tidak hanya di Filipina, gerakan quick count juga berhasil menghalangi regim boneka USA, Pinochet, untuk kembali berkuasa. Bagi mereka yang mengaku berani berdiri berhadapan dengan Amerika, gerakan quick count tidak boleh dianggap sebagai tidak real atau khayalan. Quick count adalah anak kandung demokrasi, yang hadir untuk memberi terang ketika lembaga negara tidak dipercayai lagi untuk menampung suara rakyat hasil pemilihan umum. Dalam kedua konteks ini, yang disebut quick count justru menjadi real count, sementara apa yang diklaim oleh kedua rezim sebagai real count sebenarnya hanyalah manipulasi atas suara rakyat yang sesungguhnya.

Selain karena alasan historis, ke'real' an quick count juga memiliki dasar yang kuat karena kesimpulannya berangkat dari 'darah-daging' data di lapangan, yaitu hasil penghitungan suara di TPS-TPS yang dijadikan sampel. Tanpa masuk ke dalam ranah statistik yang saya sendiri tidak bakalan mengerti, dapatlah kita simpulkan bahwa pertanggungan jawab atas hasil quick count akhirnya mengerucut pada TPS-TPS yang dijadikan sampel. Apakah sebuah lembaga survey sungguh-sungguh turun ke lapangan, mendata hasil penghitungan suara di setiap TPS yang mereka jadikan sampel? Dengan demikian, kredibilitas suatu lembaga survey pelaksana quick count tidak dapat hanya dilihat dari keberpihakannya, tetapi terutama dari bahan mentah yang diambilnya di lapangan. Contoh: quick count yang dibuat RRI merupakan salah satu yang paling dapat dipercayai, meskipun lembaga penyiaran itu identik dengan pemerintah**.

Lawan Sejati Quick Count

Maka, lawan quick count, sekali lagi bukan real count. Lawan sejati dari quick count adalah slow count. Anak SD juga tahu lawan dari quick (cepat) itu slow (lambat). Pertanyaannya, mengapa kita harus menungu lebih dari tiga minggu untuk mengetahui hasil penghitungan resmi dari pilpres kemarin? Seperti penjelasan KPU, hasil penghitungan di TPS-TPS harus melalui banyak tangan: mulai dari kelurahan sampai tingkat pusat. Semakin banyak "pedagang antara" yang harus dilewati, semakin tinggi resiko kecurangan. Untuk itulah, quick count digulirkan, yaitu untuk memberikan proyeksi hasil pemilu yang dapat diketahui secara cepat oleh rakyat banyak. Dengan kata lain, quick count menjadi mitra bagi komisi pemilihan umum dalam menjaga, menghitung dan memutuskan hasil pemungutan suara.  KPU menyadari efek negatif dari slow count ini. Oleh karena itu, sejauh saya ketahui, untuk pertama kalinya dalam sejarah, masyarakat dapat mengikuti secara mendetil hasil dari setiap TPS di seluruh Indonesia melalui laman resmi KPU (http://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php). Inovasi KPU kali ini patut diberi jempol! Ketika secara etis-normatif komisi pemilihan umum dan lembaga survey pelaksana quick count setia pada tugas mereka; ketika secara metodis-kritis  cara kerja mereka dapat dipertanggungjawabkan; maka apa yang disebut quick count tidak perlu dipertentangkan dengan real count sebab keduanya saling melengkapi.

Epilog: Tragedi Slender Man

Negara bagian Wisconsin, Amerika Serikat, digegerkan oleh sebuah kasus berdarah di awal Juni tahun ini. Dua remaja putri berusia 12 tahun menusuk kawan sekelasnya di sebuah hutan sebanyak 19 kali. Berdasarkan keterangan pihak berwajib, kedua remaja belia tadi bertindak sekejam itu untuk menyenangkan penghuni hutan yang dikenal sebagai Slender Man. Untuk diketahui, Slender Man adalah tokoh rekaan yang diciptakan pemilik laman horor, creepypasta, pada tahun 2009. Tokoh rekaan yang menjadi semacam "urban legend" ini berhasil menjadi inspirasi bagi banyak penggiat laman creepypasta untuk menulis cerpen, membuat beragam foto rekaan, film pendek sampai game indie. Bagi sebagian besar penggiat laman creepypasta, Slender Man hanyalah permainan imajinasi yang mampu mengembangkan kreativitas masing-masing. Akan tetapi, bagi kedua remaja putri tadi, Slender Man adalah sebuah kenyataan yang dapat dibuktikan lewat perbuatan keji atas kawan mereka sendiri.

Lembaga survey pelaksana quick count bukanlah laman horor semacam creepypasta yang menghasilkan tokoh atau dunia rekaan. Mari kita tempatkan quick count sebagai partner KPU dan bukan meniadakannya dengan menganggapnya rekaan atau khayalan. Pembuktian hasil quick count harus dilakukan melalui pengungkapan data dan bukan dengan 'menusuk' saudara sebangsa. Terkadang, sejarah atau kenyataan begitu meresahkan hingga dianggap hantu yang menakutkan, semacam Slender Man.... Saatnya belajar membedakan kenyataan (suara rakyat) dari khayalan (ambisi dan kepentingan sendiri).

[caption id="attachment_314918" align="aligncenter" width="450" caption="Slender Man dalam rekaan artis (http://www.lesinrocks.com)"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun