Mohon tunggu...
Severus Trianto
Severus Trianto Mohon Tunggu... Dosen - Mari membaca agar kita dapat menafsirkan dunia (W. Tukhul)

mengembalikan kata pada dunia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kapan Film Dokumenter "Ahok Against The Begals" Keluar?

6 Maret 2015   04:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:06 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Citizenfour baru saja memboyong penghargaan Oscar tahun ini untuk kategori film dokumenter terbaik. Film yang berkisah tentang pembocoran teknologi penyadapan NSA oleh Snowden ini tidak saja sarat informasi tetapi juga menegangkan. Saya ramal, sineas Indonesia dapat meraih prestasi yang sama jika tekun merekam perjalanan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahja Poernama dalam perjuangannya melawan para 'Begal Anggaran' yang bersarang di gedung DPRD DKI.


Benturan dua kubu yang bersebrangan sudah sangat "sedap" untuk diolah menjadi tulang punggung film dokumenter calon peraih Oscar. Salah satu cuplikan untuk bahan film dokumenter ini dapat diambil dari rekaman video  rapat mediasi yang disebarkan hari ini. Adu argumentasi yang terjadi di ruang rapat siang tadi dapat diikuti dengan baik bila di satu sisi ada subtitle dalam bahasa Inggris demi audiens yang lebih luas dan di sisi lain ada penjelasan dari narator tentang konteks adu mulut itu. Akan lebih 'rame' lagi kalau kata-kata makian yang keluar dari barisan anggota Dewan pada akhir pertemuan juga diterjemahkan. Tidak mudah menerjemahkan kata-kata makian para anggota Dewan tadi. Terjemahan bebas seperti dog (yang justru mengacu pada hewan kesayangan dan sahabat manusia paling dekat) atau bedbug (yang lebih merujuk pada obat pembasmi hama) kurang mampu merekam murka para anggota Dewan yang terhormat. Mungkin kata-kata seperti (maaf) F@*#! atau Sh#! lebih mampu mewakilinya. Cuma jadi lucu saja kalau umpatan seperti ini mesti ditempelkan di mulut para anggota Wakil Rakyat. Mungkin ada usulan untuk hal ini dari sidang pembaca?


Film dokumenter ini, menurut hemat saya, pantas dibuat. Pertama, bukan saja demi meraih Oscar tapi untuk menunjukkan komitmen Indonesia memberantas korupsi. Sejak 14 Desember 2005, korupsi sudah ditetapkan oleh PBB sebagai kejahatan melawan kebebasan dan demokrasi, menghambat pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat, serta melawan supremasi hukum. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut menandatangani piagam melawan kejahatan korupsi ini. Peluncuran film dokumenter tentang sepak terjang Ahok tentu menjadi saksi nyata komitmen Indonesia memberantas korupsi.

Kedua, film dokumenter ini dapat menjadi sarana edukasi bagi generasi mendatang. Sejarah, menurut Ricoeur, berkenaan dengan waktu dan ingatan. Apa yang sudah terjadi menjadi sebuah fakta sejarah yang tidak lagi dapat dijumpai secara langsung. Fakta itu hanya dapat disentuh dan dibiarkan kembali bersaksi lewat dokumen. Maka, dengan film dokumenter ini, generasi mendatang dapat melihat bahwa, "Pernah ada seorang Gubernur yang berani melawan semua."

Dan alasan terakhir, peluncuran film dokumenter ini dapat menjadi amunisi kultural, sebentuk kesaksian Revolusi Mental, melawan apa yang disebut Unholly Trinity yang terdiri dari kejahatan transnational, korupsi, dan terorisme. Ada ikatan kuat di antara ketiga kejahatan tersebut. Sebagai contoh: gerakan ISIS yang digolongkan dalam terorisme, dapat bertahan karena disokong oleh kejahatan antarbangsa dalam bentuk perdagangan gelap dan penyelundupan. Gerakan ini menemukan sarangnya di negara yang dijangkiti penyakit korupsi seperti Yemen dan Nigeria.
Maka, keberanian Ahok menggempur para Begal Anggaran di tubuh anggota Dewan terasa lebih bertaring daripada upaya melawan penyelundupan narkoba lewat hukuman mati. Hukuman mati para penyelundupan narkoba tak akan berarti tanpa pribadi-pribadi berani yang menentang arus demi supremasi hukum dan kesejahteraan rakyat. Pribadi-pribadi inilah yang menjadi penyemai benih keadilan dan keberanian di nurani bangsa.

Maka, sangat ditunggu upaya para sineas pribumi untuk mewujudkan proyek ini. Apakah kita harus menunggu para sineas mancanegara untuk mengolah kekayaan budaya dan sejarah kita? Saya bukan sineas. Tapi saya bisa ikut andil dengan usulan judul bagi film dokumenter ini. Usul saya: Ahok against The Begals. Atau ada usulan lainnya?
Ville de Lumière, Kamis Malam 5 Maret 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun