Teroris itu membeli bom dan senjata api dari geng Rusia, Organisatziya; perlengkapan komunikasi canggih dari gengn Jepang, Yakuza; pasport palsu dari geng Cina, Triad dan uang setoran kelompok-kelompok sel binaannya ia cuci melalui tangan para mafia Italia, La Cosa Nostra. Dengan cara ini, sang teroris dapat menjalankan aksi-aksinya secara leluasa....di Indonesia.
Kisah di atas bukan diambil dari sebuah film atau novel detektif. Kisah itu adalah gambaran bagaimana Indonesia sudah menjadi semacam hot spot bagi kelompok-kelompok kriminal internasional (1). Benarkah jejaring penjahat internasional tertarik pada Indonesia? Apa saja yang menyebabkan mereka melirik dan ibarat count Dracula menancapkan taring-taringnya ke leher jenjang Ibu Pertiwi? Dua faktor berikut ini dapat menjelaskan mengapa mereka terpikat untuk berbisnis dan bisa eksis di negeri ini.
Faktor pertama adalah faktor ekonomis: Indonesia adalah pasar sekaligus suplier bagi perdagangan gelap internasional. Kepala BNN Komjen Gories Mere menyatakan, Indonesia sudah menjadi pasar favorit untuk perdagangan gelap obat-obat terlarang, karena jumlah konsumen yang besar dan harga yang relatif tinggi (sebagai contoh, harga ganja di Iran sekitar 15 juta per kilonya, sementara di Indonesia bisa mencapai 2 miliar...siapa tidak ngiler?) (2). Kasus penahanan Raka Widyarma, putra angkat wakil gubernur Banten Rano Karno, yang memesan ekstasi lewat internet, adalah salah satu contoh bagaimana kartel narkoba internasional sudah menjerat banyak warga Indonesia, khususnya yang masih berusia muda.
Selain pasar gelap obat-obat terlarang, Indonesia juga menjadi pasar yang menguntungkan bagi para penyelundup senjata api. Belum lama ini, lebih kurang dua bulan yang lalu, sebuah upaya penyelundupan senjata api ke Aceh melalui pelabuhan Belawan berhasil digagalkan aparat. Dua orang penduduk setempat dibekuk. Disinyalir keduanya adalah bagian dari jaringan internasional perdagangan gelap senjata api (3). Jika senjata api dapat dibeli di pasar gelap, jangan kaget kalau aksi-aksi kejahatan akan meningkat.
Yang terakhir ini mungkin agak mengejutkan tetapi kenyataannya Indonesia juga menjadi pasar bagi human trafficking. Perempuan-perempuan dari Cina, Asia Tengah dan Eropa Timur diselundupkan ke Indonesia untuk mengisi pusat-pusat hiburan malam (4).
Bukan hanya menjadi pasar, Indonesia juga menjadi suplier bagi pasar gelap internasional. Salah satu komoditi Indonesia yang laku di pasar-pasar gelap dunia adalah gelondongan kayu mentah. Sudah sejak puluhan tahun silam jutaan kubik kayu mentah  ilegal mengalir secara teratur keluar dari wilayah RI ke wilayah Malaysia dan Singapura untuk selanjutnya diolah dan dijual ke pasar-pasar gelap di Amerika Serikat dan Eropa. Transaksi gelap ini tidak saja telah merusak kekayaan alam Indonesia (antara tahun 1990 - 2005, diperkirakan lebih dari 28 juta hektar hutan Kalimantan punah, sebagian besar akibat perdagangan gelap kayu ini) tetapi juga merugikan negara sebesar 2 milyar dollar per tahunnya (5). Untunglah dalam laporannya di tahun 2010, UNDOC (United Nations Office on Drugs and Crime) mencatumkan Indonesia sebagai salah satu negara di mana illegal logging ini mengalami penurunan. Akan tetapi, selama pasar-pasar gelap gelondongan kayu mentah di negara-negara maju tadi masih dibiarkan terus terbuka, aksi mata gelap para kriminal ini akan terus merusak hutan-hutan kita.
Di samping gelondongan kayu, Indonesia juga menjadi sasaran para penjahat internasional haus uang yang tega memperdagangkan saudara-saudara kita setanah air sebagai tenaga-tenaga kerja ilegal. Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur adalah daerah-daerah yang paling sering disantroni para kaki tangan gembong-gembong pedagang manusia ini. Tahun lalu saja tercatat 15 ribu tenaga kerja gelap diselundupkan dari Nusa Tenggara Timur. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat dan lemahnya pengawasan dari aparat menjadi sebab utama tingginya angka human trafficking di dareah-daerah ini (6).
Selain faktor ekonomis, faktor sosio-antropologis juga mempermudah kehadiran para begal tingkat dunia untuk bermain di wilayah NKRI. Kalau membuka buku sejarah, kita akan menemukan bahwa sebelum kehadiran bangsa Eropa, pernah berdiri satu kerajaan yang dibangun dan dipimpin oleh seorang preman yang begitu berkuasa: Ken Arok yang mendirikan kerajaan Tumapel pada tahun 1222. Jalinan erat antara sepak terjang para penjahat dan kehidupan sosial-politik masyarakat terus berlanjut. Di jaman penjajahan, para administrator penjajah Belanda mencatat banyak aksi penggarongan dan tindak kejahatan yang sulit diberangus karena, dengan berbagai alasan, pimpinan para perampok ini dilindungi masyarakat. Ketika pecah perang kemerdekaan, banyak jagoan dan garong kampung yang  memanfaatkan situasi revolusi ini dengan bergabung bersama barisan pemuda pejuang dalam mengusir penjajah. Dengan cara ini, para penghuni dunia hitam paling tidak bisa mendapatkan nama baik dan gengsi sedikit naik di mata orang-orang pada umumnya (7). Karena dinilai menguntungkan, kerjasama aparat dan para preman ini rupanya  tetap dijaga (sampai detik ini?). Korupnya para penjabat dan kesediaan berkerjasama dengan para penjahat tentu menjadi faktor yang kuat bagi eksistensi preman-preman internasional. Apa lagi bisnis ilegal tingkat dunia semacam ini menghasilkan dollar yang tidak sedikit. Untuk perdagangan kayu ilegal saja, diperkirakan per tahunnya 3 milyar US dollar mengalir ke kantong mereka-mereka yang terkait jaringan kejahatan trans-nasional ini. Lebih dasyat lagi adalah keuntungan dari jual-beli obat-obat terlarang secara ilegal, yang nilai nominalnya bisa mencapai puluhan milyar US dollar!
Dua butir permenungan dapat saya tawarkan di akhir tulisan ini: pertama, Indonesia yang begitu kaya alam dan potensi manusianya tengah menjadi sasaran dan sedang dikerjain oleh jaringan kejahatan tingkat dunia. Dalam hal ini, lebih dari sekedar masalah kerugian materi, Kedaulatan dan wibawa bangsa dan negara serta nasib saudara sebangsa yang tidak sedikit jumlahnya, sedang dipertaruhkan. Apa kata dunia, kata Nagabonar, jika negara besar seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia sulit membendung perampokan di rumah sendiri, yang dilakukan oleh begundal-begundal internasional?
Kedua, memelihara koruptor dan perilaku koruptif sama saja menjual negeri ini kepada para preman tingkat dunia tadi. Sebab para pejabat korup itulah yang menjadi rekan setia para penghisap darah dari negara-negara seberang lautan. Dari sudut pandang ini, pemberantasan korupsi secara tegas adalah sebuah harga mati!
Ville-Lumère, Senin 12 Maret 2012