Mohon tunggu...
triantoro safaria
triantoro safaria Mohon Tunggu... -

An ordinary man with intention to find the right way to heaven.......Amiin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengejar Ketertinggalan Riset di Indonesia

5 September 2011   05:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari peran pendidikan tinggi dan riset yang bermutu. Melalui pendidikan tinggi yang berkualitas akan dihasilkan sarjana, peneliti, dan akademisi yang mumpuni. Mereka ini diharapkan akan menyumbangkanilmunya dan hasil-hasil risetnya untuk ikut membangun kemajuan teknologi, pengetahuan dan kebudayaan bangsa. Namun fakta yang ada menunjukkan hasil-hasil riset di Indonesia belum mampu berbicara di dunia Internasional, dalam hal ini dapat di lihat dari publikasi ilmiah yang ada. Dengan mengakses ISI (Institute for Scientific Information) Web of Science (http://wos.isiglobalnet2.com), data-data publikasi ilmiah dari seluruh dunia dapat diperoleh. Data dari ISI Web of Science merupakan kumpulan dari artikel-artikel ilmiah dari seluruh dunia, yang terdiri dari sekitar 17 juta artikel ilmiah.

Jika kita membandingkan Indonesia dengan Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura, menurut data dari ISI web of science (2002) maka Indonesia menyumbang2%, Vietnam 2%, Malaysia 3%, Thailand 4% dan Singapura sebesar 11% dari total publikasi ilmiah. Bisa dikatakan Indonesia pada tahun 2002 setara dengan Negara Vietnam yang baru saja merdeka kurang lebih 20 tahun yang lalu (Hadi Nur, 2002). Sebuah lembaga ilmiah Thomson Scientific yang berbasis di Philadelphia Amerika secara berkala mengeluarkan data paper ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal internasional. Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah paper ilmiah yang berhasil di publikasikan selama tahun 2004 oleh peneliti di Indonesia (yang berafiliasi dengan lembaga penelitian atau universitas di Indonesia) berjumlah 522 paper ilmiah. Jumlah ini hanya sekitar 1/3 dari paper ilmiah yang hasilkan oleh negara tetangga Malayisa yang berjumlah 1438 (Brian Yuliarto, 2008).

Di antara negara ASEAN Indonesia menduduki peringkat keempat di bawah Singapore dengan 5781 paper, Thailand yang memiliki 2397 paper dan Malaysia 1438. Sementara jika dibandingkan negara-negara maju di Asia jumlah paper Indonesia jelas sangat tertinggal di mana Jepang memiliki 83.484 paper, Cina 57.740 paper, Korea 24.477 paper, dan India 23.336 paper. Jumlah dari Indonesia juga hampir sama dengan paper ilmiah dari Vietnam yang memiliki 453 paper selama tahun 2004 tersebut. Jika kita lihat dari pertumbuhan jumlah paper antara tahun 1990 dan 2004, Indonesia yang pertumbuhan paper ilmiahnya 2.67 ternyata memiliki pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Singapura (7), Thailand (4.81), Malaysia (3.89) dan bahkan Vietnam (3.84). Negara kita hanya menang jika dibandingkan Philipina dan Brunei yang memang sangat sedikit jumlah paper ilmiahnya, yaitu dibawah 50 paper (Brian Yuliarto, 2008).

Lalu apa yang harus dilakukan untuk memajukan pendidikan tinggi dan riset di Indonesia? Walaupunsebenarnya banyak hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan tetapi sayangnya belum terpublikasi secara internasional. Hal ini menyebabkan belum terdatanya jumlah real penelitian yang ada di Indonesia. Beberapa hambatan yang menyebabkan proses publikasi riset secara internasional di Indonesiaterhambat antara lain:

Pertama, masih rendahnya minat dan motivasi para peneliti di banyak perguruan tinggi untuk berusaha mengirim dan mempublikasikan risetnya di jurnal-jurnal internasional. Kedua, rendahnya kemampuan bahasa Inggris di kalangan akademisi dan peneliti di banyak perguruan tinggi. Sehingga hal ini menyebabkan secara teknis mereka kesulitan dalam membuat karya ilmiahnya dalam bahasa Inggris, yang pada akhirnya membuat hambatan besar untuk mempublikasikan hasil risetnya di jurnal-jurnal internasional.

Ketiga, kurangnya keterampilan akademisi dan peneliti untuk bagaimana menulis karya ilmiah yang bermutu dan bisa menarik perhatian editor jurnal-jurnal ilmiah terbaik.Keempat kurangnya sinergi dan kerjasama antar lembaga penelitian di Indonesia, bahkan dengan lembaga penelitian di luar negeri. Banyak akademisi dan peneliti yang hanya suka berkerja secara individu, dan inbreeding. Tidak membuka diri untuk mengandeng peneliti lain dari lembaga lain untuk menghasilkan penelitian yang bermutu tinggi. Kelima, banyak akademisi dan peneliti di Indonesia yang terkotak-kotak, berpikir dalam tempurungnya sendiri dan hanya berfokus pada satu disiplin ilmu saja. Pada hal untuk menghasilkan riset bermutu tinggi, tidak lepas dari perspektif multidisipliner dari berbagai ilmu yang terkait.

Keenam, masih rendahnya reward bagi akademisi dan peneliti yang berhasil mempublikasikan karya ilmiah di jurnal-jurnal internasional dari institusi dimana dia bekerja, sehingga hal ini ikut melemahkan motivasi untuk menghasilkan riset bermutu dan mempublikasikannya secara internasional. Ketujuh, dibanyak perguruan tinggi, akademisi dan peneliti masih disibukkan dengan urusan administratif, seperti jabatan tambahan di Universitas, Fakultas, atau Prodi yang tidak terkait langsung dengan risetnya. Hal ini menyebabkan waktu yang ada habis untuk urusan-urusan birokrasi, dan bukan untuk kegiatan riset. Kedelapan, tidak fokusnya akademisi dan peneliti secara total dalam menghasilkan riset bermutu, disebabkan perjuangannya untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder sehari-hari, seperti mengurusi bisnis sampingan, memperbanyak kelas mengajar bahkan sampai menjadi pengajar di universitas lain untuk sekedar menambah penghasilan semata.

Kesembilan, perlu ditingkatkan lagi peran pemerintah dalam mendorong tumbuh-kembangnya riset di Indonesia. Walaupun selama 5 tahun belakangan ini dirjen dikti telah berusaha maksimal dengan berbagai program hibah dan grant bagi dana riset, namun perlu dicari terobosan dan strategi yang lebih efektif untuk mempercepat pencapaian riset dan publikasi ilmiah bermutu di Indonesia. Kesepuluh, masih sedikitnya jurnal ilmiah yang terakreditasi secara nasional dan internasional di Indonesia. Padahal ketika kita memiliki sebuah jurnal yang diakui secara internasional maka hal ini akan ikut menaikkan pamor publikasi riset Indonesia di mata dunia. Hal ini juga akan berimbas langsung pada terbuka luasnya kesempatan bagi para akademisi dan peneliti untukmempublikasikan hasil risetnya. Untuk itu semua hambatan yang disebutkan di atas perlu dikelola secara baik agarketertinggalan Indonesia dalam publikasi dan riset bermutu secara internasional bisa dikurangi, dan menata langkah-langkah strategis untuk bergerak majumensejajarkan diri dengan Negara-negara Seasia Tenggara dalam hal riset danpublikasi ilmiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun