"Jika Anda menemui sesuatu kesulitan dalam memahami tasawuf, bacalah buku saya ini, yang akan membimbing Anda ke jalan yang benar, dan memberi Anda, sekurang-kurangnya, suatu kesempatan adil untuk memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang dikaruniakan oleh Allah kepada Anda." Ungkap Al-Ghazali dalam suratnya kepada Nizamuddin Fakhrul Mulk, wajiz Seljuk.
Jika keseharian Anda dipenuhi dengan narasi filsafat barat yang positifis nan materialis sehingga berujung pada pemikiran 'sebenarnya di mana Tuhan di tengah landskap luas peradaban manusia, bahkan perjalanan evolusi alam semesta sejak jutaan tahun lalu?', maka buku ini patut Anda jadikan kimia 'pembasuh' dada Anda yang membara.
Atau jika perjalanan ibadah ritual Anda terasa kering tak berbekas di hati, maka buku ini bisa dijadikan 'kimia' pendingin hati sehingga berbuah cinta bagi sesama.
Buku ini memiliki empat bab utama yang dimulai pengetahuan tentang diri, pengetahuan tentang Tuhan, pengetahuan tentang dunia ini, dan diakhiri dengan pengetahuan tentang akhirat.
Para pembaca buku 'babon' kampus-kampus humaniora di Indonesia, Filsafat Manusia karya Zainal Abidin, perlu melengkapi perpektifnya dengan bab pertama buku ini yang membahas secara singkat namun esensial tentang manusia menurut narasi wawasan Islam.
"Siapakah Anda, dari mana Anda Sekarang? Ke mana Anda pergi, apa tujuan Anda datang lalu tinggal sejenak di sini?" Dibahas secara indah oleh Sang Hujjatul Islam.
Pemahaman yang baik atas 'fakultas-fakultas' diri yang dibagi menjadi bagian jasadi, dan ruhani, menjadi pijakan awal bagaimana kita memahami diri, dan mengelola pribadi. Yang kemudian mengantarkan kita ke koridor pemahaman akan Tuhan, di bab kedua.
"Jika seseorang manusia merenungkan dirinya, ia akan tahu bahwa sebelumnya ia tidak ada." Tulis Imam Al-Ghazali yang senada dengan Alquran surat Maryam [19]: 67 yang berbunyi, "Tidakkah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa-apa?"
Dalam bab ini Al-Ghazali paham betul dan efektif menjawab kejahilan berbagai kalangan saat memahami Tuhan, seperti kejahilan orang atheis yang menyimpulkan Tuhan itu tidak ada, kejahilan naturalis yang menganggap jiwa itu tidak ada sehingga mustahil ada akhirat, kejahilan orang munafik yang lemah iman sehingga salah memaknai 'ibadah kepada Allah',  hingga kejahilan kaum sufi ekstrem yang telah off-side memaknai rahmah dan keadilan Allah SWT.
Pembahasan kemudian berlanjut pada bab pengetahuan tentang dunia. Di sini, jelas narasi yang dikemukakan berkebalikan 180 derajat dengan narasi duniawi yang banyak dikemukakan dalam khasanah perspektif barat.
Jika Anda pembaca dan penikmat Sapiens karya Yoval Noah Harari, maka Kimiya As Sa'adah karya Ghazali ini dapat mengerem laju sporadis pemikiran Anda melewati garis batas ketauhidan.
Jika dalam narasi filsafat eksistensialisme menyatakan bahwa keberadaan Anda di dunia ini adalah hal yang terpenting pertama, dan kemudian selesai jika Anda mati, maka Anda akan diajak berkontemplasi oleh Ghazali dengan menyitir sabda Nabi,
"Kematian adalah suatu hadiah Tuhan yang diharap-harapkan oleh para Mukmin".
Sebab kita kemudian akan dibawa pada pengetahuan tentang akhirat di bab empat. Suatu konsep yang hanya bisa 'dialami' seorang manusia setelah kematiannya. Di sinilah kemudian kita akan 'dibukakan' semua tabir yang menutupi selama kita di dunia. Rahasia-rahasia Tuhan dihamparkan secara 'nyata' di depan mata kita.
Al-Ghazali menghadirkan permisalan-permisalan cantik untuk mengenalkan kita tentang perkara akhirat. Termasuk perdebatan-perdebatan dengan pihak yang menolak keberadaan akhirat (Atheis, agnostik, gnostik, dan lain sebagainya), yang kemudian diakhiri dengan sitiran yang cukup terkenal dari Sayyidina Ali Zainal Abidin, cucu Rasul,
"Jika Anda benar, maka tak seorangpun dari kita akan menderita keadaan yang lebih buruk di masa depan. Tetapi jika kami yang benar, maka kami akan terhindar dan Anda akan menderita."
Empat bab utama dari kitab ini kemudian diperkaya dengan empat bab tambahan. Empat bab akhir ini terasa 'berguna' saat kita sudah beres dengan empat bab awal. Di bab-bab ini kemudian digunakan Al-Ghazali untuk menjelaskan bagaimana cara kita bermesraan dengan Tuhan, cara yang biasa ditempuh generasi terdahulu, termasuk pendorong dan penghambat kehidupan spiritualitas kita.
Bab tentang 'Musik dan Tarian sebagai Pembantu Kehidupan Keagamaan' menjadi tema yang cukup menarik bagi saya di tengah 'perdebatan' tak henti tentang hukum musik dalam Islam yang banyak mengarah pada keharamannya, namun di sisi lain kita tahu banyak Sufi besar dengan derajat waliyullah yang menggunakan musik dan tarian sebagai sarana mereka berdzikir. Whirling Dervish misalnya.
Al-Ghazali menyitir kisah yang diriwayatkan 'Aisyah RA saat ada dua orang gadis datang dan mulai bernyanyi dan menari ke rumah beliau. Tiba-tiba Sahabat Abu Bakar RA masuk seraya berseru protes mengapa ada pertunjukan seperti itu di rumah nabi, namun nabi dengan santai menjawab,
"Biarkan mereka, Abu Bakar..." yang lanjutan atas statemen beliau dan pemaknaannya bisa Anda baca sendiri di buku ini.
Sang Imam juga menyertakan pembahasan tentang kehidupan pernikahan seorang muslim yang dapat menjadi pendorong sekaligus penghalang dari kehidupan keagamaan kita yang berkualitas. Al-Ghazali ingin mendudukan pada sidang pembaca bahwa kehidupan pernikahan memang ibadah akbar yang sarat nilai mulia berdasarkan sunnah, hingga para ahli kalam menyusun seuntai pepatah: lebih baik tersibukkan dalam tugas-tugas perkawinan daripada dalam ibadah-ibadah sunnah. Namun di sisi lain, kehidupan pernikahan juga sarat fitnah (baca: ujian) yang jika salah menyikapi akan mengakibatkan kita tergelincir pada bencana jauh dari-Nya. Oleh karena itu, bab ini dilengkapi dengan panduan praktis sekaligus esensial saat memilih pasangan, termasuk hal-hal apa saja yang harus dikerjakan dalam kehidupan perkawinan.
Pada akhirnya, semua pemahaman, upaya, dan rihlah yang kita lakukan adalah usaha untuk mencapai Cinta kepada Allah.
"Kecintaan kepada Allah adalah topik yang paling penting dan merupakan tujuan akhir pembahasan kita sejauh ini." Tulis Al-Ghazali dalam bab terakhirnya.
Inilah puncak kebahagiaan yang harusnya dikejar semua manusia. Inilah kebahagiaan hakiki yang dapat menjadikan manusia makhluk baik atau makhluk perusak.
"Orang yang menduga bahwa mungkin saja untuk menikmati kebahagiaan di akhirat tanpa mencintai Allah, sudah terlalu jauh tersesat, karena inti kehidupan masa yang akan datang adalah untuk sampai kepada Allah." -- Kimiya As Sa'adah
Inilah ujung ramuan kimia Al-Ghazali dalam mencapai kebahagiaan.
"Ya Allah, berilah aku kecintaan kepada-Mu dan kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu, dan apa saja yang membawaku mendekat kepada cinta-Mu. Jadikanlah cinta-Mu lebih berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausah." Doa Nabi Muhammad SAW yang diajarkan kepada para sahabatnya.
Identitas buku
Judul : Metode Menggapai Kebahagiaan (terjemahan dari judul asli Kimiya As Sa'adah)
Pengarang: Imam Al-Ghazali
Penerbit : Mizan
Cetakan: Edisi kedua cetakan I, Maret 2014
Tebal: 182 halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H