Mohon tunggu...
Sri Astutik
Sri Astutik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Stigma Matematika sebagai Pelajaran yang Menakutkan bagi Siswa di Sekolah

10 Januari 2023   19:29 Diperbarui: 10 Januari 2023   19:32 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun solusi dari permasalahan pembelajaran matematika yang dianggap menakutkan bagi siswa, diantaranya yaitu :

1.  Meningkatkan Kompetensi Guru 

Guru yang memiliki fungsi sebagai pen-transfer ilmu merupakan titik urgensi tersampaikannya nilai dari suatu materi kepada siswa. Sehingga keberterimaan siswa atas materi dan ilmu dapat diartikan sangat bergantung pada bagaimana guru mengajarkannya. Saat ini tidak jarang ditemui guru yang masih kurang dalam penguasaan kemampuan ajar baik dari segi materi ataupun metode atau cara mengajarnya. Untuk itu, guru dapat membekali diri dengan kemampuan mengajar baik dari segi materi dan juga penguasaan kemampuan mengajar.

Guru yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan ilmu pedagogis sesuai dengan rumpun ilmu yang dipelajari tentunya akan mampu mendorong dan memotivasi siswa dalam mempelajari ilmu yang diajarkan. Termasuk didalamnya ilmu matematika yang dianggap sulit sekalipun sebagai sebuah ilmu penting bagi kehidupan sehari - hari.

2. Penggunaan Media Ajar yang Variatif 

Media ajar menjadi hal yang cukup krusial dalam penyampaian mata pelajaran dalam bentuk apapun termasuk diantaranya yaitu pembelajaran matematika. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif dan inovatif sesuai dengan kebutuhan siswa sesuai juga dengan mata pelajaran yang diampu. Dengan menggunakan media ajar yang variatif dan inovatif, diharapkan siswa dapat tertarik dengan apa yang disampaikan.

Penggunaan media yang variatif ini tidak muluk - muluk berkaitan dengan penggunaan teknologi digital yang serba canggih melainkan penggunaan media sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan juga analisis lapangan serta situasi dan kondisi yang ada di sekolah. Hal ini karena bukan berarti pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menggunakan media ajar yang mahal ataupun media ajar yang sarat dengan kemajuan teknologi, melainkan sesuai dengan kebutuhan dan situasi di lapangan. Karena apabila penggunaan media ataupun teknologi bantu ternyata lebih menyulitkan karena misalnya sulitnya dalam pengoperasian, penggunaan waktu yang tidak sedikit dalam mempersiapkannya ataupun alasan - alasan lainnya, maka sebaiknya menggunakan media konvensional misalnya menggunakan papan tulis ataupun kertas untuk di kreasikan sebagai media ajar dengan sarat penggunaan media tersebut dapat mendorong adanya partisipasi aktif oleh siswa sehingga suasana di kelas dalam mempelajari mata pelajaran matematika dapat lebih hidup dan menyenangkan. 

Dengan adanya hal demikian, tingkat fokus siswa terhadap materi matematika dalam pengajaran guru pada proses belajar mengajar di kelas akan meningkat dan tentunya akan mendorong pemahaman siswa atas materi yang disampaikan oleh guru pada mata pelajaran matematika.

3.  Pembelajaran Konteksual 

Salah satu nilai minus dari pembelajaran matematika adalah adanya anggapan bahwasanya matematika tidak bersifat konteksual. Sehingga untuk mendorong semangat belajar siswa dalam mempelajari matematika dapat dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran konteksual melalui penggunaan fenomena sosial yang bersifat matematis untuk dijadikan bahan kajian matematika yang kemudian dihubungkan dengan nilai ke-matematikaan sehingga siswa akan dengan mudah memahami apa yang dimaksudkan karena mereka dekat dengan contoh - contoh yang dijadikan bahan pembelajaran dan mengetahui hal tersebut dalam kehidupan di sekitarnya.

Tidak hanya mendorong pemahaman siswa soal matematikanya saja, pembelajaran kontekstual akan mendorong siswa untuk memahami alam dan sekitarnya dengan korelasi antara fenomena di sekitarnya dengan nilai matematika yang diajarkan dalam rangkaian proses pembelajaran matematika di kelas.

Penutup 

Matematika hadir dengan anggapan yang tidak hanya baik karena matematika merupakan salah satu rumpun ilmu yang didewakan di seluruh dunia, melainkan juga dianggap sebagai rumpun ilmu yang menjadi momok tersendiri bagi siswa di Indonesia dan bahkan dunia. Hal ini karena adanya faktor dari siswa yang berkaitan dengan bakat dan minatnya, kompetensi guru yang masih belum maksimal, dan juga tingkat kelengkapan sarana dan prasarana yang masih rendah di Indonesia. 

Selain itu adanya stigma yang menjadi sugesti bahwasanya pembelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dan hanya dapat diterima oleh orang - orang dengan tingkat kecerdasan yang tinggi yaitu adanya anggapan bahwa matematika penuh dengan hafalan rumus, matematika dianggap tidak relevan dengan kehidupan sehari - hari, matematika dianggap abstrak, dan matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat kaku dan membosankan.

Oleh karenanya, terdapat beberapa hal yang dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan pembelajaran matematika yang dianggap sulit bagi siswa yaitu dengan meningkatkan kemampuan pengajaran guru, menyelenggarakan kegiatan pembelajaran matematika yang kreatif dan inovatif serta menyenangkan bagi siswa, dan juga melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika yang konteksual. Dengan menerapkan ketiga hal tersebut, pembelajaran matematika yang dianggap membosankan dan kaku atau bahkan menjadi momok menakutkan bagi siswa dapat dikalahkan dan teratasi. Sehingga pembelajaran matematika sebagai ilmu yang mendorong adanya nilai kritis, kreatif dan juga penekanan pada problem solving bagi siswa dapat berjalan dengan maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun