Mohon tunggu...
Triana Nur Laily
Triana Nur Laily Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

23 Agustus 2023   12:35 Diperbarui: 23 Agustus 2023   12:41 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak Rokok adalah pajak yang diambil atas konsumsi rokok oleh pemerintah daerah yang berwenang bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Penerapan pajak rokok ini bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok.

Seperti yang kita tahu pemakai atau pengkonsumsi rokok di Indonesia sangatlah banyak, bahkan mayoritas rakyat Indonesia merupakan pemakai rokok. Pemakai rokok umumnya mulai dari remaja hingga dewasa. Rokok yang dipakai pun beragam, mulai dari rokok yang dibakar hingga rokok elektrik. Pemakai rokok sendiri tidak memandang gender, baik laki-laki maupun perempuan dapat memakai atau menghisap rokok. Semua itu kembali pada pribadi masing-masing.Rokok mengandung zat adiktif yaitu nikotin yang dapat membuat seseorang kecanduan setelah memakai atau menghisapnya. Menurut pandangan saya orang yang merokok memiliki beberapa alasan, yaitu sekedar mencoba kemudian menjadi kecanduan, dapat menenangkan pikiran serta hati setelah menghisap rokok, serta gaya hidup.

Pabrik rokok berdiri dikarenakan banyaknya pemakai atau pengkonsumsi rokok yang ada di Indonesia. Dengan banyaknya produksi rokok akan menghasilkan pendapatan dari bea cukai atau pajak produksi rokok tersebut. Pajak atau bea cukai ini digunakan untuk mendanai fasilitas yang ada di negara untuk masyarakat umum.

Penerapan pajak rokok sebesar 10 % dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Selain itu pemerintah daerah juga harus melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah masing-masing termasuk adanya rokok ilegal. Dimana penerimaan pajak rokok ini dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Dengan pajak rokok maka kewajiban pemerintah untuk mengoptimalkan kesehatan masyarakat bisa menjadi lebih baik.

Objek Pajak Rokok seperti yang didefinisikan pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2009 adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana dimaksud meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persen berlaku tahun 2023 dan 2024. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan penetapan kebijakan cukai rokok selalu mempertimbangkan empat aspek penting.

Aspek pertimbangan pertama adalah pengendalian konsumsi yang memiliki kaitan dengan kesehatan. Pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penurunan prevalensi merokok, khususnya usia 10-18 tahun yang ditargetkan menjadi 8,7 persen di tahun 2024. Selain itu, pengenaan cukai juga ditujukan untuk menurunkan konsumsi rokok di kelompok masyarakat miskin yang mencapai 11,6 hingga 12,2 persen dari pengeluaran rumah tangga.

Aspek kedua adalah aspek produksi yang berkaitan dengan keberlangsungan tenaga kerja. Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan. Aspek ketiga adalah terkait penerimaan negara. Kebijakan cukai mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Tahun 2021, penerimaan negara dari cukai mencapai Rp188,8 triliun. Kemudian, aspek keempat yakni terkait pengawasan barang kena cukai (BKC) ilegal. Semakin tinggi cukai rokok, maka akan semakin tinggi kemungkinan beredar rokok ilegal yang saat ini telah mencapai 5,5 persen.

Adapun Dana Bagi Hasil Cukai harus fokus digunakan perbaikan kesehatan, seperti perbaikan Puskesmas dan Posyandu, penanganan stunting, perbaikan kesejahteraan petani dan buruh, serta pemberantasan rokok ilegal. Di sisi lain, impor tembakau akan diatur dan dibatasi untuk melindungi petani tembakau dalam negeri. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menyeimbangkan berbagai tujuan yang sangat penting bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun