Mohon tunggu...
Rini
Rini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku bukan siapa-siapa, Hanya wanita biasa, Biasa-biasa saja, Tanpa siapa-siapa, Yang penting ada, main aja disini ya http://www.rindol.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terima Kasihku untuk Tiga Pria Gagah Perkasa

29 April 2013   09:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:26 1820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1367201813271905600

(gambar: Shutterstock)

(*)

Hujan lebat disertai petir dengan suara raksasanya, bertandang tepat saat waktu siang jelang senja hingga malam tiba.

Demi sibuah hati, tidak sedikitpun kupedulikan cuaca yang tengah tak bersahabat itu. Maka saat pekerjaan kantor sudah rapi jali, langsung saja tancap gas diantara temaram dan kelamnya aspal yang sedemikian pekat bercampur dengan genangan air karena system drainage yang tidak berfungsi dengan baik.

Perlahan namun pasti, penuh hati-hati ku melaju diantara puluhan kuda besi yang mungkin saja bertujuan sama, yaitu ingin segera sampai di istana kecilnya, berkumpul dengan keluarga. Sesekali mata silider ini terasa bias dan buram untuk melihat jalanan saat sorotan hight lamp dari depan bertubi-tubi menusuk bola mataku.

Jalanan rusak akibat guyuran hujan beberapa bulan ini, mengukir lubang dan membentuk danau-danau kecil disepanjang jalan. Maka tak terelakkan lagi jika kondisi padat merayap mulai terasa di jalan Ciater yang naik-turun berkelok tajam.

Hembusan AC dari kisi-kisi dashboard yang biasanya menggigit tulang belulang saat derasnya hujan seperti ini, mendadak panas hingga kabin terasa begitu pengap, temperatur sudah dimainkan diangka terendahpun masih saja hawa panas yang menyengat. Huuuffttt….. dilema, bila dibuka kacanya, air pasti berebut masuk, tidak dibuka yang terjadi adalah gerah dan lembab hingga membuat suasana sama sekali tidak nyaman.

Aneh! Tumben….kenapa ya? Ada apa ya? Saat begitu banyak tanya tengah berdesakan dibenak tiba-tiba ada keanehan lain yang terasa, saat meluncur di turunan tajam nan berkelok. Seketika hatipun mulai berdegup kencang tepat di landasan yang landai mesin mati! tidak bergerak sama sekali, suara derasnya hujan membuyarkan suara-suara lainnya, yang ada aroma gosong menerobos hidung mengantarkan aku pada kondisi kepanikan tak berujung.

Iya! mesinnya mati! stater berulang kali tidak ada respon yang berarti. Mati? kenapa mati? Berhenti ditengah garis jalanan pula, coba kupinggirkan sama sekali tidak ada hasil yang melegakan hati. Satu menit, dua menit, tiga menit tidak sampai lima menit jalan ciater raya yang selalu padat itu tersulap seketika menjadi macet total! Bunyi klakson bersahutan seperti meneriakkan caci maki dihadapanku. Ampuuunnnn……………………..

Lagi…lagi dan lagi kucoba mainkan kunci kontaknya, sama sekali tidak suara mesinnya tidak merespon. Gosong! Makin menyengat saja aroma yang sama sekali tidak aku sukai dalam kondisi seperti ini, aroma yang makin menyulut kepanikan, “apa ya yang terbakar? “jangan-jangan ada hubungan singkat dari kabel-kabel yang kulitnya terkelupas dimakan usia, “lalu bagaimana jika terjadi konsleting? Aduh bagaimana ini…….dzikir! ya, perbanyak dzikir dan memohon pertolongan dari Yang Punya Kuasa dan mencoba menepis bayangan-bayangan buruk. Tetap berprasangka baik….

Pasrah! Mau keluar hujan deras, biar saja jendela kaca terbuka lebar biar airnya masuk membasuh peluh diwajahku, biar mereka tau kalau aku tidak cukup kuat mendorong kuda besi tuaku, biar makin jelas kudengar bunyi klakson yang memekakkan telinga, biar signal telepon gemgamku pun makin tinggi sehingga suamiku segera angkat teleponnya dan berharap cepat datang ke TKP.

“Kenapa bu, “ ada yang bisa saya bantu?”

Wow, suara bariton pria dewasa itu menyejukkan hati, melegakan perasaan, mencairkan suasana tegang yang tercipta dengan sendirinya. belum ada jawaban yang keluar dari mulutku, ada suara lagi dari sisi kiri jendela.

“Matic, wah sudah terkunci kalau mesin mati, lepas rem tangan dan masuk netral, coba kita bantu dorong kepinggir ya Tante”.

Wow, dua anak remaja tiba-tiba sudah disamping kiri, parasnya sangat mirip dengan pria dewasa disampingku.

Sekuat tenaga kuputar stirnya, sekuat tenaga pula ketiga pria berhati mulia itu mendorong sembari meneriakkan instruksi layaknya patugas parkir diantara rinai hujan berhiaskan kilat yang bentuknya seperti ular naga dengan suara gunturnya yang menggetarkan jiwa.

Hufh…!? Akhirnya bisa kepinggir, kemacetan sedikit teratasi, bunyi klakson sedikit mereda seperti hati ini yang sedikit mulai lega. Akupun keluar untuk berjabat tangan dengan ketiga laki-laki berwajah tampan yang sudah dapat dipastikan mereka adalah bapak dan kedua anaknya.

Keringat bercampur air hujan menyatukan kaos oblong dan tubuh-tubuh tegap itu, rasanya tak ingin ada jeda saat mulutku berucap terima kasih pak, terima kasih mas, terima kasih…terima kasih dan terima kasih…., diantara begitu banyak pengendara dengan bermacam keluh kesah atau bahkan mengumpat keberadaanku, mereka begitu tulus membantu tanpa hiraukan siapa saya dan cuaca yang ada.

Ketulusan, luar biasa arti ketulusan….tulus iklas yang mereka berikan untuk orang yang bahkan tidak dikenalnya. Pertolongan pada sesama, membuatku lega lepas dari kepanikan serta merta menciptakan lalu lintas kembali lancar jaya.

Sambil menunggu papanya anak-anak, dari kaca spion terlihat mereka berlarian kearah kijang Innova yang sengaja diparkir dekat jembatan, mereka tinggalkan kendaraannya untuk membantuku, kepedulian yang sangat luar biasa yang tidak mungkin dapat kulupakan begitu saja, siapapun mereka, semoga hamba Allah yang telah begitu baik hati tersebut, semoga mendapat balasan yang setimpal langsung dari Allah SWT.

Suka duka di jalanan Metropolitan, dimana makin banyak pribadi yang “lu-lu, gue-gue”, srobot sana-sani, mau menang sendiri dan mudah terpancing emosi tingkat tinggi ternyata masih tidak sedikit pula yang memiliki hati nurani.

Sekali lagi terima kasihku pada ketiga pria tampan yang gagah berani, salam hormatku untuk wanita yang dinikahi pria baik hati dan melahirkan anak-anak yang baik hati pula. Budi baik kalian akan membias dan menjadi kanopi sepanjang hidup kalian, yakinlah. Ya Allah, kutahu Kau kan membalas budi baik mereka dengan pahala setimpal…

(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun