Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangannya yang masih tergolong remaja di bawah usia 19 tahun (WHO, 2006). Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa batas maksimal perkawinan usia muda adalah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
Meskipun dilarang oleh hukum internasional, terdapat fakta bahwa pernikahan dini seringkali dikaitkan dengan kemiskinan sebagai faktor pemicunya. Pernikahan di bawah umur merupakan pelanggaran hak asasi manusia, terutama anak-anak atau remaja putri yang selalu menjadi korban utama. Dalam hal ini perkawinan dianggap sah sepanjang dilakukan dengan dalih ekonomi, kekeluargaan, adat istiadat, dan agama atau kepercayaan tertentu. Keragaman hukum perkawinan adat dan Islam di berbagai daerah di Indonesia menimbulkan pragmatisme dalam menyikapi perkawinan di bawah umur.
Pernikahan di bawah batas usia bukanlah persoalan sederhana, disatu sisi konstitusi yang berlaku di Indonesia tidak menghendaki adanya pernikahan di bawah usia. Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Peradilan Agama melaporkan terdapat 50.673 dispensasi perkawinan yang diputus pada tahun 2022. Jumlah tersebut lebih rendah 17,54% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 61.449 kasus (Data Indonesia, 2023).
Kasus pernikahan anak di bawah umur dapat dilihat dari data dispensasi perkawinan yang diputus oleh Badan Peradilan Agama. Dispensasi perkawinan adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah walaupun belum mencapai batas minimum usia pernikahan. Adapun dispensasi perkawinan tertera dalam Pasal 7 Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Data Indonesia, 2023).
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati mengatakan, dari sebanyak 15.212 permohonan dispensasi nikah tersebut, 80 persen di antaranya mengajukan karena sudah hamil terlebih dahulu. Sementara 20 persen sisanya terjadi karena berbagai sebab lainnya, termasuk perjodohan karena faktor ekonomi (CNN, 2023).
Menurut Komnas Perempuan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab mudahnya pengadilan mengabulkan permohonan dispensasi kawin (Kompas, 2022) yaitu:
- Situasi mendesak, seperti anak perempuan telah hamil, anak berisiko atau sudah berhubungan seksual, anak dan pasangannya sudah saling mencintai, serta anggapan orang tua bahwa anak berisiko melanggar norma agama dan sosial, atau untuk menghindari zina;
- Ada kemungkinan anak sedemikian terpapar oleh gawai sehingga anak lebih cepat merespon berbagai informasi yang mungkin belum dipahami efek samping dari aktivitas seksual yang menyebabkan terjadinya 'kehamilan tidak diinginkan' sehingga harus mengajukan dispensasi kawin;
- Belum meratanya program terkait pemahaman tentang hak seksual dan kesehatan reproduksi komprehensif yang seharusnya dapat menjadi acuan bagi remaja di Indonesia.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa  perkawinan  anak  didorong  oleh kemiskinan,  ketergantungan  ekonomi, insentif keuangan,  dan  praktik  mas  kawin, serta  kurangnya  akses  terhadap  layanan pendidikan  dan  kesehatan.  Pernikahan  di bawah umur sering dilihat sebagai jalan keluar ketika stigma buruk menimpa seorang gadis akibat  pengalaman  seksual  di  luar  nikah, korban  perkosaan,  dan  pelbagai  bentuk pelecehan seksual lainnya.
underage marriage.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H