"Ingsun titip tajug lan fakir miskin", kalimat yang sarat makna yang diwasiatkan oleh sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo yang menyebarkan agama islam di jawa barat (khususnya daerah Cirebon). Maksud dari wasiat tersebut adalah sepeninggalan beliau sebagai generasi berikutnya untuk tidak melupakan masjid dan fakir miskin.
Masjid merupakan rumah Allah SWT, oleh karena itu sunan Gunung Jati menginginkan kita untuk memakmurkan masjid. Masjid di jaman kejayaan islam selain menjadi tempat beribadah berfungsi sebagai pusat pendidikan, pemerintahan serta berkaitan dengan ekonomi. Banyak pengajaran ilmu agama maupun ilmu dunia dan tak luput  hubungan antar sesama. Makannya selain menitipkan masjid, beliau mengingatkan juga kepada fakir miskin. Pada dasarnya manusia ketika hidup didunia memang selain beribadah kepada Allah SWT juga sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Membantu meringankan beban hidup mereka menjadikan hidup kita penuh rasa syukur, apa yang menjadi rezeki kita terselip sebagian rezeki mereka.
Mengingat penyebaran islam di kota Cirebon, terdapat peninggalan sejarah proses penyebaran islam, salah satunya yang tertinggal adalah masjid-masjid kuno yang usianya sudah menginjak ratusan tahun. Namun, masjid tersebut masih kokoh berdiri dan masih dipergunakan untuk kegiatan beribadah.
Masjid Pejlagrahan
Sulaiman (64) menuturkan, menurut cerita lisan bahwa dibangunnya masjid tersebut di pinggir laut. Namun karena lama kelamaan mengalami pendangkalan dan berakhir seperti sekarang sangat jauh dari laut. Dahulu sengaja dibangun untuk para nelayan dan warga sekitar untuk melakukan ibadah serta mencari ilmu keagamaan.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Adanya Adzan Pitu. Hanya di masjid ini yang akan dijumpai tujuh orang muadzin yang berjejer dan bersamaan melantunkan adzan. Dahulu dilakukan setiap lima waktu dalam sehari namun sekarang hanya dilakukan saat shalat jumat, tepatnya pada adzan pertama dikumandangkan.
Masjid Bata Merah Panjunan