Pembangunan, dalam segala gemerlapnya, harus diikuti dengan pertanyaan kritis: apakah pembangunan ini benar-benar membangun atau justru merusak? Terlalu sering, proyek-proyek pembangunan di Indonesia telah mengorbankan lingkungan, mengabaikan hak-hak masyarakat adat, dan meninggalkan dampak negatif yang tidak terelakkan.
Salah satu contoh proyek yang menggambarkan perdebatan kompleks ini adalah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau yang lebih dikenal sebagai Indonesia 4.0, terutama proyek Ibukota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Proyek IKN dianggap sebagai langkah ambisius untuk merelokasi ibu kota negara dari Jakarta ke lokasi baru yang diharapkan dapat mengatasi masalah banjir, dan overdevelopment di ibu kota yang lama. Namun, relokasi ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang dampak lingkungan dan sosialnya, terutama terhadap masyarakat lokal dan ekosistem hutan Kalimantan yang unik.
Proyek IKN ini memicu perdebatan tentang prioritas pembangunan nasional, dengan beberapa pihak mengkritik alokasi anggaran yang besar untuk proyek ini sementara masih banyak masalah sosial dan ekonomi yang belum terselesaikan di berbagai wilayah Indonesia. Sejumlah kritikus juga menyoroti kurangnya keterlibatan masyarakat lokal dan kebutuhan akan peningkatan partisipasi mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek ini.Â
Sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik serta proses pengambilan keputusan yang melibatkan pihak-pihak terkait. Apalagi pembangunan infrastruktur proyek IKN menghadapi tantangan dalam hal pemenuhan hak-hak tanah dan sumber daya masyarakat adat yang tinggal di wilayah yang terkena dampak.
Dalam refleksi ini, kita harus menghadapi kenyataan bahwa pembangunan yang tidak berkelanjutan hanya akan menghasilkan kehancuran jangka panjang. Refleksi kritis terhadap proyek IKN harus mencakup evaluasi menyeluruh terhadap manfaat dan risiko jangka panjangnya bagi masyarakat, lingkungan, dan perekonomian. Diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk memastikan bahwa proyek ini tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga memperkuat kapasitas institusi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Sudah saatnya bagi kita untuk memperkuat mekanisme pengawasan, melibatkan masyarakat secara aktif, dan mengubah paradigma pembangunan menjadi lebih berkelanjutan dan inklusif. Penyelenggaraan proyek ini harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal serta menghormati hak-hak mereka atas tanah dan lingkungan hidup. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa setiap langkah pembangunan sejalan dengan kepentingan bersama dan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H