Profesi akuntan menjadi salah satu profesi impian bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini karena semua sektor atau bidang memerlukan sistem akuntansi dalam operasional mereka. Sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa peluang untuk mendapatkan pekerjaan di bidang akuntansi keuangan akan terus ada dan semakin berkembang. Dalam perusahaan, profesi akuntan memiliki peranan yang sangat penting dan menjadi pilar dalam menjaga akuntabilitas sekaligus transparansi keuangan perusahaan tersebut. Profesionalitas dari seorang akuntan dalam menjalankan tugasnya akan memengaruhi pandangan publik terhadap kinerja perusahaan. Untuk menunjukkan bahwa seorang akuntan dapat dipercaya dan diakui kredibilitasnya tentu mereka harus menjunjung tinggi kode etik profesi akuntan. Semua kode etik harus dilaksanakan oleh akuntan tanpa terkecuali.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menerbitkan kode etik profesi akuntan sebagaimana yang diterbitkan oleh standar internasional IFAC. Kode etik tersebut meliputi:
- Integritas, artinya akuntan harus menjunjung tinggi integritas, bersikap jujur dan lugas dalam hubungan bisnis dan profesional.
- Â Objektivitas, artinya akuntan harus independen, tidak membiarkan bias dan benturan kepentingan memengaruhi pertimbangan profesionalnya.
- Kompetensi dan kehati-hatian, artinya akuntan harus membuktikan kompetensinya sehingga klien akan menerima jasa akuntansi profesional.
- Kerahasiaan, artinya akuntan harus menjaga kerahasiaan informasi klien dan tidak menyebarkannya ke pihak ketiga.
- Perilaku profesional, artinya akuntan harus mematuhi peraturan yang berlaku dan menghindari sesuatu yang dapat mengurangi sikap profesionalnya.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan seringkali berkata lain. Cukup banyak kasus pelanggaran etika akuntan Indonesia yang bermunculan ke permukaan beberapa tahun terakhir. Diantaranya ialah kasus PT Garuda Indonesia Tbk dengan pelanggaran audit atas laporan keuangan tahun buku 2018 serta kasus PT Muzatek Jaya atas pelanggaran SPAP.
Pelanggaran yang dilakukan ini tidak hanya merusak reputasi individu akuntan yang bersangkutan saja, tetapi akan memperburuk citra dan merusak kepercayaan publik terhadap profesi akuntan secara keseluruhan. Selain itu, pelanggaran ini juga akan berdampak pada perusahaan dan pengambilan keputusan baik keputusan yang dilakukan manajemen perusahaan atau dari pihak eksternal. Kasus pelanggaran yang sering kali terjadi adalah manipulasi laporan keuangan perusahaan. Manipulasi ini akan merugikan perusahaan atau pihak eksternal (investor dan pemangku kepentingan lain) sehingga mereka justru mengambil keputusan yang salah. Selain itu, pelanggaran ini juga akan merusak kredibilitas dan citra perusahaan di pasar. Selain manipulasi, suap dan korupsi juga cukup sering melibatkan akuntan dalam pelanggarannya. Akuntan yang seharusnya menjadi pihak yang paling adil dan jujur, tetapi disini justru turut andil memperlancar pelanggaran. Hal ini nantinya akan berdampak pada stabilitas ekonomi perusahaan dan nasional.
Akuntan yang melakukan pelanggaran akuntansi memang bersalah dan tidak bisa dibenarkan. Bisa dikatakan kalau mereka gagal dalam menjalankan tugas dan menjaga independensi mereka. Tetapi kita juga perlu menilik lebih jauh alasan dari pelanggaran tersebut. Apakah benar pelanggaran tersebut merupakan motif pribadi akuntan? Atau apakah ada pihak lain yang menekan akuntan untuk memenuhi kepentingan mereka secara ilegal? Atau apakah budaya perusahaan justru memberikan contoh rasionalisasi pelanggaran? Perlu berbagai aspek dan sudut pandang yang harus dilihat untuk memastikan alasan dan motif sebenar pelanggaran akuntan. Dengan adanya pelanggaran akuntan, maka memperlihatkan bahwa terdapat celah dalam penegakan etika dan sistem pengawasan Indonesia. Meskipun regulasi sudah ketat, tetapi akan selalu ada celah untuk terjadi pelanggaran. Selain itu, budaya bisnis Indonesia masih cukup banyak yang mengutamakan loyalitas terhadap perusahaan atau atasan sehingga cukup meresahkan. Para petinggi perusahaan cenderung menekan akuntan dan membuat mereka mengalami dilema etika, yang mana mereka harus memilih diantara dua pilihan yaitu mematuhi kode etik akuntan atau mematuhi instruktur dari atasan yang memicu rusaknya kredibilitas pelaporan keuangan.
Pelanggaran etika akuntan sudah sepatutnya menjadi perhatian semua pihak. Bahkan kalau bisa dari lingkungan keluarga sebaiknya juga sudah diperkenalkan dan dibiasakan untuk menjunjung etika. Etika yang sudah menjadi suatu kebiasaan akan sangat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari terutama saat bekerja. Setelah itu, dijenjang yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi tentunya penguatan etika profesi akuntan harus lebih ditingkatkan. Kemudian untuk IAI atau otoritas serupa yang berwenang harus lebih tegas dalam pengawasan praktik akuntan serta tidak segan memberikan sanksi lebih berat bagi akuntan yang melanggar kode etik. Karena pada akhirnya, integritas akuntan dalam menjalankan tugas akan sangat berdampak pada kepercayaan publik pada mereka. Jika akuntan ingin kembali dipercaya dan dipandang baik oleh publik maka diperlukan introspeksi terkait peran dan tanggung jawab mereka atas integritas keuangan. Tanpa adanya evaluasi dan perbaikan pada etika akuntan, maka kasus-kasus pelanggaran akan terus bermunculan. Oleh karena itu, kita harus mengembalikan etika akuntan menjadi landasan utama dalam menjalankan pofesi akuntan terutama dalam pengambilan keputusan. Kedepannya, profesi akuntan dapat kembali mendapatkan kepercayaan mayarakat dan pemangku kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H