KONEKSI ANTAR MANTERI
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Pendidikan adalah ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Pendidikan juga sebagai proses memerdekakan manusia.
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan  dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pendidik hanya dapat menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki laku hidupnya  dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan dimana anak berada seperti bertutur kata, gotong royong, dan berpakaian sopan. Sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isu dan irama, sejatinya pendidik bertugas menuntun anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman.
Mengenai penddikan dengan perspektif global, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa Pendidikan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia. Kekuatan sosial budaya Indonesia yang beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik.
Tidak ada kebudayaan tanpa Pendidikan dan jika Pendidikan hanya mengutamakan penguatan intelektual, niscaya kebudayaan akan perlahan sirna. Jika satu bangsa tidak ingin kehilangan identitas manusia Indonesia maka, Pendidikan seyogyanya memuat nilai-nilai luhur bangsa.
Interaksi sosiokultural dalam pendidikan menjadi penting karena dapat mencegah disintegrasi bangsa, baik yang disebabkan oleh cemburu sosial maupun kurangnya rasa toleransi terhadap teman yang berbeda. Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dimana manusia tertaut dengan tingkah laku, norma dan ajaran budaya. Oleh karena itu pendidikan sendiri sebenarnya saling terintegrasi dengan kebudayan, pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan. Karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai-nilai kebudayaan.
Penyesuaian nilai luhur kearifan budaya daerah asal terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menjadi penguatan karakter murid adalah dengan mengintegrasikan nilai sosio kultural dalam kurikulum sekolah agar dapat diimplementasikan dalam kegiatan akademik dan non akademik sekolah. Sikap gotong royong, ramah tamah, tegur sapa, dan kegiatan keagamaan, kesenian daerah baik itu berupa tarian daerah, bahasa daerah dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Satu kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah adanya pembelajaran yang membentuk sikap peserta didik sesuai dengan konteks lokal sosial budaya,
Pendidikan dalam bingkai keIndonesiaan merupakan penegasan kesederajatan martabat manusia Indonesia. Meskipun manusia Indonesia lahir, hidup dan berkembang dalam kebhinekaan, namun hal tersebut tidak menjadi membagi golongan minoritas dan mayoritas untuk memecah belah kesatuan dan persatuan.
Dalam prespektif pendidikan, bermacam sosio kultural di Indonesia justru dimaknai sebagai salah satu upaya untuk mengurangi pengaruh budaya asing dengan menerapkan pembelajaran sosiokultural untuk menuntun dan membentuk karakter peserta didik.
Hal ini selaras dengan dasar-dasar pendidikan yang dipaparkan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan dan pengajaran dengan sistem barat tidaklah selalu buruk, sebagai bangsa kita boleh mengadopsi sistem negara manapun kemudian kita terapkan untuk Indonesia, namun jangan lupakan pendidikan kultural dan nasional serta ajarkan nilai-nilai luhur yang menjadi identitas manusia Indonesia.