Mohon tunggu...
Tri Nugraheny, YBM
Tri Nugraheny, YBM Mohon Tunggu... -

menulis itu susah..tapi lebih susah lagi kalau tidak menulis....

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Jembatan Keledai

18 Oktober 2013   10:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari sangat panas. Andi mengayuh sepedanya kuat-kuat. Ia ingin segera sampai di rumah dan menceritakan sesuatu pada ibu tentang Nanda. Nanda adalah murid terpandai di kelasnya. Andi iri terhadap kepandaian Nanda. Andi tahu, jika pagi hari, Andi sering melihat Nanda mengantarkan jajan di warung dekat rumahnya. Ia pun sering membeli jajanan langsung dari Nanda. Nanda juga membawa jajan buatan ibunya ke sekolah. Ia menitipkan di kantin sekolah. Memang, jajan buatan ibu Nanda enak dan juga bersih. Nanda juga pernah bilang kalau ia harus mengasuh adiknya sepulang sekolah, sementara ibunya menjajakan jajanan buatannya. Andi tidak habis pikir, kapan waktu Andi belajar? Sementara ia sudah mati-matian belajar tapi hasilnya tidak maksimal. Selain itu, Nanda adalah teman yang baik hati, ramah, dan tidak sombong. Ia sering melihat Keke, Iman, Intan, dan teman lainnya bertanya kepada Nanda tentang pelajaran yang kurang dipahami. Nanda ibarat perpustakaan yang berjalan. Dan ia tidak segan-segan memberikan pengetahuan yang dimilikinya kepada teman lain. Darimana ia mendapatkan semuanya itu ya? Tetapi, ia malu untuk bertanya. Gengsi dong aku bertanya pada Nanda, begitu pikirnya.

Berbeda dengan dirinya sendiri. Andi adalah anak tunggal. Ia anak orang kaya. Semua yang diminta pasti akan dibelikan. Komputer ada, laptop punya, tablet ada, bahkan HP terbaru selalu dalam genggamannya. Semua informasi yang ia butuhkan dapat ia peroleh dalam waktu singkat. Namun, informasi itu tidak bertahan lama dalam benaknya. Ia masih berpikir darimana Nanda memperoleh informasi dan menyimpannya dengan baik dalam ingatannya.

Setiba di rumah, Andi mengucapkan salam dan kemudian membuka pintu. Dilepaskannya sepatu dan dilemparkannya begitu saja. Ibu melihatnya dan segera mengingatkan agar Andi menaruh sepatunya di rak sepatu.

“Andi....apakah benar kamu meletakkan sepatumu di situ, sayang? Besok kamu bingung lho mencarinya. Ayo Nak, ambil dan taruh sepatumu di rak sepatu,” kata ibu.

“Ah gak papa Bu. Kan Andi masih punya sepatu yang lain. Gampang kan. Besok tinggal pakai yang satunya,” kata Andi berkilah.

“Oya? Kalau sepatumu yang satunya juga kamu biarkan berserakan? Apakah kamu bisa menemukannya dengan mudah?” tanya ibu.

Andi tersenyum malu. Segera diambilnya sepatunya yang kemarin juga ia lemparkan begitu saja. Diambilnya sepatu itu dan ditaruhnya di rak sepatu. Dipungutnya pula sepatu yang baru saja dilemparkan ke rak sepatu.

“Nah, begitu dong. Itu baru anak ibu yang pintar,” kata ibu dengan senang. “Sekarang, ganti baju dan cuci kaki tanganmu. Kamu sudah tidak sabar minum es sirop ini kan?” tanya ibu.

Segera Andi melepas baju seragam dan menggantinya dengan pakaian rumah. Lalu ia menuju kamar mandi. Selesai mencuci kaki dan tangan, Andi segera menuju ruang tengah. Dihampirinya ibu. Ibu mengulurkan gelas sirop. Andi segera meneguknya. Wuah segar sekali. “Terima kasih ya, Bu. Enak dan segar,” ujar Andi. “Nambah dong,” pintanya.

“Boleh. Sini ibu buatkan lagi,” kata ibu dengan penuh kasih sayang.

“Ibu, aku mau cerita tentang Nanda,” kata Andi.

“Nanda? Nanda temanmu? Teman sekolah atau teman les?” tanya ibu.

“Nanda yang sering bawa jajanan ke warung Bu Tilah,” kata Andi.

“O, Nanda yang itu? Ada apa dengan dia? Kelihatannya kamu serius banget,” kata ibu.

“Nanda itu, kan sibuk banget. Tiap pagi selalu nganterin jajan dulu. Malamnya ia membantu ibu menyiapkan bahan untuk membuat jajan. Siang sepulang sekolah dia mengasuh adiknya,” kata Andi. Sejenak Andi terdiam, ia memikirkan bagaimana menceritakan secara urut kepada ibu.

Melihat Andi terdiam, ibu berkata “Baguskan, itu pantas kamu tiru.”

“Bukan itu permasalahannya. Aku pengin tahu saja, mengapa ia begitu pandai? Banyak pengetahuan dan informasi yang ia dapatkan dan simpan dengan baik. Lalu, kapan dia belajar? Bagaimana ia bisa?” tanya Andi.

“O begitu, mengapa kamu tidak tanya langsung kepada Nanda?tanya ibu.

“Pengin sih. Tapi Andi malu bertanya kepada dia. Gengsi dong.”

“Mengapa harus gengsi? Wajar saja kan kamu bertanya?Siapa tahu kamu mendapatkan ilmu dari Nanda mengenai cara belajar dia,” kata ibu.

Tiba-tiba terdengar pintu depan diketuk. Tok tok tok.. “Assalamualaikum,” terdengar suara anak laki-laki.

“Walaikumsalam,” kata ibu dan Andi serempak.

“Ada tamu, Bu. Siapa ya?” tanya Andi.

“Ya mana ibu tahu. Kan kita berdua dari tadi di sini,” kata ibu.

“Sepertinya aku kenal suaranya. Nanda!” kata Andi.

“Nanda? Teman yang baru kamu ceritakan itu?” tanya ibu.

“Iya Bu. Coba aku lihat,” kata Andi. Dan benar saja, Nanda ada di hadapannya. Ia masih menggunakan seragam lengkap, tanda ia belum pulang ke rumah. Nampak wajahnya bercucuran keringat. Cuaca memang panas sekali.

“Eh Nanda, silakan masuk,” kata Andi.

“Iya terima kasih,” kata Andi sambil melepas sepatunya.

“Ada apa, Nda?” tanya Andi.

“Ini, aku mengantarkan bukumu. Tadi kamu terburu-buru pulang hingga tidak sadar kalau bukumu belum kamu masukkan ke dalam tas,” kata Andi.

Segera Andi mengambil buku itu. Ternyata benar, ada identitas dirinya di sampul buku itu. “Terima kasih ya,” kata Andi.

“Iya, sama-sama. Aku pulang dulu ya,” kata Nanda.

“Eh Nak Nanda, jangan pulang dulu. Ini Tante buatkan sirop,” kata ibu Adi sambil mengulurkan gelas berisi sirop. “Ayo diminum,” kata ibu Andi.

“Terima kasih Tante.” Tak berapa lama, gelas itu kosong.

Tadi Andi cerita tentang kamu. Kok kamu bisa punya banyak informasi dan mengingatnya dengan baik. Bisa kamu kasih tahucaranya?” tanya ibu.

“Ah biasa saja kok Tante. Saya belajar ya seperti teman-teman,” katanya.

“Tapi kok kamu bisa mengingatnya dengan mudah?” tanya Andi.

“O itu. Aku membuat jembatan keledai untuk mengingatnya,” kata Nanda.

“Jembatan keledai? Apa itu?” tanya Andi.

Jembatan keledai adalah cara untuk mengingat atau menghafalkan sesuatu. Bisa dibuat berupa kata atau suku kata yang ditambahkan pada susunan kata yang ingin dihafal agar terbentuk kalimat dengan arti yang menarik,” kata Nanda. Andi bengong. “Begini, misalnya kamu kesulitan mengenai pelajaran IPA pada bab jaringan pengangkut xilem dan floem. Kan kita sering terbalik mengenai pengertian xilem dan floem. Nah, kita membuat jembatan keledai untuk mengingatnya. Misalnya, Flofo si air hara,” jelas Nanda.

Tak sabar Andi memotongnya. Ia semakin bingung. “Maksudnya?”

“Ya itu tadi. Flo singkatan dari floem, fo dari fotosintesis, si singkatan dari xilem. Jadi, floem untuk fotosintesis. Artinya, floem adalah jaringan pengangkut yang mengangkut zat hasil fotosintesis ke seluruh organ tumbuhan. Sedangkan si air hara artinya xilem adalah jaringan pengangkut air dan zat hara,” jelas Nanda. “Untuk mengingat susunan warna pelangi kan ada singkatan mijikuhibiniu. Merah jingga kuning hijau biru nila ungu.”

“O begitu ya. Maafkan aku ya. Aku iri terhadap kepandaianmu. Aku sudah berprasangka buruk terhadapmu,” kata Andi.

“Berprasangka buruk? Tidak pantaskamu iri terhadap aku,” kata Nanda.

Andi menunduk malu. “Oya, bagaimana kalau kalian belajar bersama? Rumah Nanda kan dekat. Kamu bisa belajar bersama di rumah Nanda. Jadi, Nanda tetap bisa menjaga adiknya tanpa harus meninggalkan rumah,” kata ibu.

“Boleh, Nda?” tanya Andi.

“Boleh-boleh saja... Ayo belajar bersama...nggak masalah. Biar temannya tambah banyak. Keke, Iman, Intan, Ardian, Agus, dan Sinta juga sering kok ke rumah,” kata Nanda tersenyum.

“Oya, Pantas mereka sekarang jadi pintar,” kata Andi. Dalam hati, Andi mengakui bahwa Nanda memang anak yang pintar, ramah, dan baik hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun