[caption id="attachment_123950" align="aligncenter" width="610" caption="reuters"][/caption] Berita penangkapan Nazarudin telah menjadi berita besar. Wajar sebab pemberitaan akan kasusnya terus bergelombang memenuhi ruang publik. Dari kasus - kasus yang disangkakan terus bertambah sampai keberaniannya menunjukkan diri via skype, semakin membuat penasaran dan mendorong keingin tahuan warga. Maka saat ada kabar, ia berhasil ditangkap, di sebuah negeri yang jauh, semua menjadi heboh! Dalam hati saya, Kolombia negara yang begitu jauh, begitu baik hati untuk ikut 'membantu' kita dalam menangkap seorang buron, yang juga telah ditetapkan sebagai buron interpol. Dan menurut kabar, saya awam soal aturan - aturan hukum, sebenarnya kita tak punya perjanjian - perjanjian apapun dengan Kolombia dalam hal semacam ini. Tapi mereka begitu ramah dan kooperatif dalam kerjasama ini. Mereka nampak tidak banyak mempersoalkan tidak adanya perjanjian - perjanjian antara dua negara. Paling tidak itu yang saya dengar dan baca dari media. Pun tak ada berita - berita soal kompensasi - kompensasi yang diharapkan. Ini berbeda seratus delapan puluh derajad, dengan apa yang disampaikan oleh banyak pihak bahwa usaha pemulangan buronan ini bakal tidak mudah. di sini. di sini. di sini. Walupun mungkin ini terlalu dini, karena orangnya, nyatanya belum sampai di tanah air. Tapi, kembali menurut kabar, pemerintah Kolombia nampak sangat bersahabat. Dan semoga memang akhirnya pemulangan segera terjadi. Namun apapun nanti, penangkapan yang dilakukan oleh aparat Kolombia ini, bagi saya sangatlah pantas untuk diapresiasi. Bandingkan dengan tetangga kita, Singapura. Walaupun bertetangga dekat, apa yang dilakukan mereka sangatlah beda dengan Kolombia. Bahkan banyak yang menganggap negeri itu menjadi persembunyian banyak orang Indonesia yang sedang bermasalah dengan hukum. Betapa sulitnya kita mendapatkan 'keramahan' dari tetangga sebelah itu. Dengan banyak alasan dan dalih peraturan, mereka tidak bisa membantu kita sebagai tetangga. Dan para kuasa hukum orang - orang yang bermasalah dengan hukum itu nampak percaya diri dan tenang - tenang saja, karena clientnya pasti aman, dan tidak bisa serta merta ditangkap dan dibawa kembali ke Indonesia, paling tidak seperti yang ditawarkan oleh pemerintah Kolombia, walaupun hingga hari ini belum ada kabar akan kedatangan Nazarudin. Namun paling tidak sikapnya sudah bisa dilihat, akan kesediaannya untuk bekerja sama. Boro - boro Singapura sampai menangkap, informasipun berbelit - belit.Tetangga yang jelehi dan menyakitkan hati. Kenyataan ini sebetulnya memutar balikkan realitas hidup orang bertetangga dalam masyarakat. Paling tidak di kalangan masyarakat kecil seperti saya. Sebagai perantau, orang - orang kecil seperti saya punya prinsip, saudara adalah tetangga terdekat. Ya benar, para tetangga itu adalah saudara yang senyatanya. Karena pada merekalah pertama - tama kami meminta bantuan pada saat memerlukan. Sakit, pertama - tama kita manggil tetangga. Mau ngangkat barang tidak kuat, panggil tetangga juga para ibu - ibu, jika kehabisan keperluan dapur, misal garam, cabe, bawang dsb, larinya ke tetangga terdekat. Bahkan mereka sering hanya teriak dari depan pagar, kemudian setelah dijawab barang yang diperlukan ada, kita ambil. Kita tidak akan meminta bantuan pada saudara kandung atau saudara sedarah lainnya yang tempatnya berjauhan. Mereka memang suaudara sedarah, tapi para tetangga itu, saudara dalam hidup yang sesungguhnya. Itulah mengapa saya mengatakan Kolombia, walaupun sebuah negeri yang jauh, justru menjadi saudara yang sesungguhnya. Tidaklah penting mempersoalkan apakah kebetulan, atau nasib buruk Nasar seperti dibilang oleh seorang politisi, kenyataanya mereka pro aktif dan mau bergerak melakukan penangkapan seorang buron interpol, kemudian menginformasikan kepada pemerintah Indonesia dan nampak siap membantu. Titik! Terima kasih Kolombia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H