[caption id="attachment_151405" align="aligncenter" width="469" caption="sumber foto : Antara/prasetyo utomo"][/caption] Salah satu yang nampak di pusat - pusat perbelanjaan setiap kali menjelang hari raya adalah para pegawai/pelayan toko melengkapi diri dengan aksesoris yang sesuai dengan hari raya yang sedang dirayakan, selain juga menghias ruangan toko dan lingkungan sekitar gedung . Tak terkecuali hari raya Natal. Para pegawai toko biasanya memakai topi sinterklas. Topi warna merah menyala dengan list putih yang ujungnya lancip menjuntai itu, sepertinya menjadi aksesoris wajib, selain kaos warna merah yang juga menjadi warna khas setiap kali Natal menjelang. Namun pada perayaan Natal kali ini, saya melihat pemandangan berbeda. Saat memasuki Super Mall Karawaci para petugas wanita yang bertugas memberikan tiket masuk ke area parkir terlihat tetap memakai jilbab. Jilbab warna ungu muda sewarna dengan seragam mereka yang terlihat rapi dan anggun. Tak ada topi sinterklas , tak ada kaos merah sebagai pengganti seragam mereka. "Nah begitu seharusnya... ." saya bergumam sendiri. Secara pribadi saya sering merasa terganggu setiap kali melihat kejadian seperti itu. Masak saudara - saudara non kristiani 'dipaksa' memakai simbol - simbol perayaan agama yang tidak mereka anut? Menurut saya ini tidaklah tepat. Mereka - mereka tentu bukan boneka atau robot yang bisa didandani semau si bos. Apalagi ini simbol - simbol keagamaan. Sangat mungkin di antara mereka sebetulnya sangat keberatan dan batinnya menolak. Namun demi tuntutan pekerjaan yang menjadi sumber hidup, mereka memilih diam dan mengikuti apa aturan yang dibuat si bos. Pertanyaannya apakah pusat - pusat perbelanjaan yang terlihat penuh setiap kali menjelang Natal itu juga hanya dipenuhi oleh warga yang beragama Kristen Katolik? Tentunya tidak! Umat beragama Kristen Katolik yang berjumlah tak lebih dari 14% dari seluruh penduduk Indonesia tak mungkin memenuhi pusat - pusat perbelanjaan yang menjamur di mana mana itu. Momentum Natal nampaknya telah menjadi agenda penting bagi para pedagang untuk meningkatkan omset penjualan. Mereka berlomba untuk memberikan potongan harga, untuk menarik hati para calon pembeli. Maka tak salah jika orang - orang ramai berbelanja untuk mendapatkan potongan harga yang menggiurkan. Dan tidak hanya orang yang beragama Kristen Katolik saja, semua ingin mendapatkan harga murah yang tidak didapat pada hari - hari biasa. Anggab saja ini berkat Natal di jaman modern. Berkatnya untuk semua orang, tak peduli apapun agamanya. Natal menghadirkan kegembiraan, paling tidak bagi mereka yang memiliki uang cukup sebab bisa berbelanja dengan harga lebih murah. Menghias toko dengan segala pernak - pernik Natal yang menarik tentu sah - sah saja, karena itu toh benda mati. Namun tentunya tidak bagi para pegawai. Mereka manusia yang mempunyai keyakinan yang berbeda - beda yang setiap hari dihayati dan dihidupi yang wajib dihormati. Maka tidak memaksakan para pegawai untuk menggunakan aksesoris - aksesoris keagamaan, hanya sekedar untuk lebih menarik pembeli dan melipat gandakan omset penjualan tentu sebuah pilihan terbaik dan cerdas cermin warga bangsa Indonesia yang toleran. Selamat Natal bagi rekan - rekan yang merayakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H