Pesta rakyat menyambut pemimpin baru usai sudah. Namun pesta - pesta baru untuk rakyat harus terus dikreasi. Pesta ini sejatinya hanyalah kegembiraan karena perjumpaan. Perjumpaan antara pemimpin dan rakyat. Bukanlah pesta hura – hura semata. Pesta kegembiraan karena dua kerinduan yang bersua. Jalan protokol dan lapangan menjadi istananya.
Pesta - pesta semacam inilah yang menjadi kerinduan pemimpin baru kita. Tidak menghilang di megahnya rumah dinas atau kantor. Tidak berlindung dibalik gagah dan sigapnya para pengawal. Tetapi ia datang dan menyatu mengikuti dorongan kerinduannya. Melepas jas dan dasi yang membuatnya berjarak dan membuat rakyat enggan mendekat. Â Meninggalkan mobil mewah RI 1Â antipeluru yang membuatnya terpenjara dan terkungkung bisu. Dan pesta pun sempurna.
Sebetulnya kita tak perlu kaget dan gumun. Sebab sejak dari Solo pesta – pesta rakyat senyatanya sudah terus dikreasi. Kegembiraan dari sana kemudian menular ke  Jakarta. Di tengah warga metropolitan, ternyata pesta – pesta itu disambut dengan penuh sukacita. Di gang – gang sempit, pemukiman kumuh dan padat, di pasar – pasar, diterminal, dipinggiran kali dan situ,  pesta itu disambut dengan meriah.  Cinta  dan harapan pun bersatu di setiap tempat itu.
Dan nampaknya kabar kegembiraan pesta itu terus menyebar ke seluruh penjuru negeri tercinta dan merekapun menginginkan pesta serupa. Seperti kata pujangga, kekuatan cinta tak akan tertahankan oleh apapun juga. Tidak akan terhalang oleh  gunung maupun samudera. Tidak juga oleh hujan badai maupun terik sang surya. Bertkat Tuhan pestapun menjadi nyata, dan kita semua telah menjadi saksinya. Dua kerinduan cinta antara rakyat dan pemimpin terpuaskan di sepanjang jalan Sudirman, M.H Thamrin dan Lapangan Monumen Nasional ( Monas ).
[caption id="attachment_330650" align="aligncenter" width="576" caption="Masyarakat Bersantai Di Sekitar Patung Kuda ( dokpri)"]
Pesta rakyat memang tak boleh usai. Cinta rakyat sudah terlalu lama tertahan. Untuk bersua dan menyatu dengan pemimpinnya. Berbicara dan mendengar langsung apa rencananya. Jangan serahkan pada media menjadi jembatannya sebab kita kini ragu akan itikad baiknya. Memang mereka ada kode etiknya, tetapi sekarang mana buktinya?
Pesta rakyat pasti tidak semua suka. Luka pesta demokrasi masih mengaga. Maka biarkan mereka juga mengekspresikan kekecewaannya. Mengkritik, mencaci atau bahkan mengumpat, biarkan dan terimalah saja. Mungkin jalan itu akan menyembukan lukanya. Inilah bagian dari ekspresi cinta kita  yang sesungguhnya, saat membiarkan sesama menyembuhkan lukanya, dan menemukan kembali harapan dan cintanya walau mungkin menyakitkan juga bagi kita.  Satu hal yang harus selalu kita ingat, mereka tetap bagian dari tubuh kita, tubuh yang satu Indonesia tercinta.
Pesta rakyat tak boleh mati. Hanya dengan pesta ini, harapan yang mustahil bisa terjembatani. Yang diawang – awang bisa membumi. Harapan yang mati bisa hidup kembali. Dan inilah kekuatan cinta yang hakiki antara pemimpin dan rakyat di negeri tercinta ini. Maka mari terus mengkreasi pesta – pesta, pesta perjumpaan antara pemimpin dan rakyat demi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia tercinta ini. Selamat bekerja Jokowi – JK, pemimpin baru negeriku tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H