Mohon tunggu...
Tri Apriyadi
Tri Apriyadi Mohon Tunggu... lainnya -

Belajar menulis. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Amuk Wisanggeni : Perjalanan Mencari Asal-usul

15 Desember 2013   22:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13871207491666211161

Buku ini adalah sebuah Novel. Novel Pewayangan lebih tepatnya. Judulnya Amuk Wisanggeni : Ksatria dari Kawah Candradimuka. Novel ini mengambil salah satu babad dalam dunia pewayangan yang cukup menghebohkan.

Novel ini di awali dengan diusirnya Raden Arjuna dari Kahyangan Argadahana oleh Batara Brama. Batara Brama adalah mertua Raden Arjuna. Ayah dari istrinya, bidadari bernama Batari Desranala. Raden Arjuna adalah ksatria manusia yang dapat tinggal di Kahyangan dan mendapat istri bidadari karena mendapat hadiah dari para dewa. Hadiah itu diberikan karena telah berjasa memusnahkan Prabu Niwatakawaca, seorang raja raksasa dari Kerajaan Himahimantaka yang telah membuat keonaran di Kahyangan.

Batara Brama mengusir Arjuna karena di perintah oleh Batara Guru, rajanya para dewa.

Alasannya adalah putra Batara Guru yang bernama Dewasrani, berkeinginanmempersunting Batari Desranala. Dewasrani adalah putra kesayangan Batara Guru dengan Batari Durga. Dewasrani adalahraja dikerajaan Tunggulmalaya.

Perintah Batara Guru tidak berhenti sampai disitu saja. Untuk memuluskan keinginan anaknya, Batara Guru juga memerintahkan kepada Batara Brama untuk mengatakan pada putrinya agar mau di persunting oleh Prabu Dewasrani dan menggugurkan kandungannya yang sudah berumur 7 bulan. Tindakan itu telah diingatkan oleh Batara Narada, patih sekaligus penasehat para dewa.

Tindakan itu dinilai melanggar norma kadewatan danngrusak pager ayu ( merusak rumah tangga orang ). Tapi nasehat itu tidak diindahkan oleh Batara Guru.

Konflik yang terjadi antara Batara Brama dengan putrinya tidak bisa di hindarkan. Dalam tekanan kejiwaan yang berat, Betari Desranala pun melhirkan bayi laki-laki, dua bulan sebelum waktu yang semestinya.

Melihat kenyataan tersebut, Dewasrani menyuruh punggawanya membawa bayi itu di bunuh. Ia menyuruh raksasa dan jin untuk memakan bayi itu di Hutan Gandawisa. Tapi ternyata setiap gigitan raksasa dan setan yang mengandung racun tidak membuat tewas malah membuat badan bayi itu bertambah besar.

Lalu atas perintah Batara Guru mengutus dewa untuk menceburkan ke Kawah Candradimuka. Kawah Candradimuka adalah kawah api yang di gunakan untuk menghukum makhluk yang berdosa. Ketika api mengenai badan bayi itu bukannya terbakar, malah semakin membesar. Semakin ke dalam semakin besar badannya hingga sampai dasar kawah, bayi itu telah menjelma menjadi pemuda yang tampan.

Keluarnya dari kawah ia bertemu dengan Semar ( Batara Ismaya ). Semar menamakan pemuda itu dengan Wisanggeni karena saat bayi nya dapat menyerap wisa ( racun ) dan geni ( api ).Ya, Wisanggeni telah menjelma menjadi pemuda yang sakti mandaraguna atas kehendak Tuhan yang Maha Esa.

Lalu dia menanyakan asal usulnya dan orang tuanya. Semar menyuruh menanyakan pada Batara Guru, karena dia lah yang paling tahu. Bila tidak mau mengaku, boleh di pukuli hingga mengaku.

Perjalanan mencari Batara Guru ke Kahyangan tidak lah mulus. Dalam setiap perjalanan, ia di hadang oleh para dewa. Kahyangan goncang atas amukan Wisanggeni. Semua dewa dapat dia kalahkan dengan kesaktiannya dan kabur. Hingga akhirnya Batar Guru pun dapat ditemui tapi Batara Guru tidak mengatahui. Akhirnya terjadi pertarungan. Batara Guru dapat di kalahkan lalu kabur menyelamatkan diri. Pertama ke Kahyangan Sidik Pangudal-udal yang di huni oleh Batara Narada. Kemudian ke Kerajaan Amarta dan terakhir ke Kerajaan Tunggulmalaya.

Selama itu pula Wisanggeni mengejar. Dalam setiap pengejarannya dia selalu harus bertarung dengan para Ksatria.

Dalam pengejaran Batara Guru, sebelum sampai ke Kerajaan Tunggulmalaya, akhirnya Wisanggeni pun bertemu dengan Raden Arjuna di Hutan Gandawisa. Dan dia di beritahu oleh Semar bahwa dia lah ayah kandungnya dan ibunya adalah Batari Desranala.

Sesampai di Kerajaan Tunggulmalaya, dengan gelegak darah mudanya dan dendam atas perlakuan Batara Guru dan Dewasrani terhadap orang tuanya, ia menghajar Dewasrani. Dan Batara Guru akhirnya minta maaf pada Wisanggeni dan orang tuanya. Disana pula ia bertemu dengan ibundanya, Batari Desranala.

Mencari Asal-usul dan Konsekuensi Tindakan

Meskipun dalam cerita ini tidak mengumbar ungkapan-ungkapan filosofis, tetapi kita tetap bisa mengambil pelajaran dari cerita ini. Menurut saya, dari cerita ini minimal ada dua hal yang dapat di petik sebagai pelajaran.

Pertama, pada dasarnya setiap orang pasti akan menanyakan asal-usul nya. Secara vertikal (religiusitas) orang pasti akan mempertanyakan proses penciptaanya. Dari mana dan siapa ia diciptakan, dan lain sebagainya. Pada konteks horisontal maka ia akan mencari penegasan siapa dirinya, keturunan dan dari mana dia berasal. Pencarian ini juga menyangkut pencarian eksistensi / jati diri. Biasanya pada usia muda adalah masa tumbuh suburnya proses pencarian diri ini.

Dalam filosofi Jawa ada sangkan paraning dumadi. Dimana kita dituntut untuk memahami darimana kita berasal dan akan kemanakah kita nantinya. Dalam Islam terkait dengan ilmu tentang ketauhidan yang akan lebih banyak mengkaji masalah ketuhanan.

Semestinya setiap orang memang perlu mencari eksistensi dan ‘asal-usul’ hingga mencapai esensi dari kehidupan. Dalam mencari itu memang bukan perkara yang mudah. Membutuhkan perjuangan. Perjuangan tentu tidak hanya masalah fisik tetapi yang lebih penting sebenarnya adalah perjalanan spiritual. Perjalanan spiritual mencari esensi kehidupan.

Dalam proses itu pasti sering mendapat hambatan dan tantangan yang menghadang. Hanya orang yang mempunyai kemampuan dan kemauan keras lah yang akan dapat mencapai tingkatan yang tinggi.

Kedua, setiap tindakan itu mengandung konsekuensi. Seperti ungkapan, siapa menabur angin dia menuai badai. Setiap perbuatan yang kita lakukan, baik benar atau jahat, akan mendapat balasannya. Bagaimanapun jalannya dia menghalangi agar tidak terbalas, suatu saat pasti akan tetap mendapat balasan yang setimpal.

Maka sebelum bertindak kita harus mempertimbangkan baik-baik. Apakah tindakan yang akan diambil benar atau salah. Melanggar norma, etika, hukum atau tidak. Dengan itu kita akan terhindar dari perbuatan salah yang akan berdampak buruk bagi kita.

Novel Ringan Pewayangan

Novel ini ditulis oleh Suwito Sarjono, seorang penulis yang tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah. Novel ini di terbitkan oleh Penerbit Diva pada tahun 2012.

Novel ini di tulis dengan dengan gaya bahasa yang ringan tanpa di bebani dengan istilah dan ungkapan filosofis yang ‘berat’. Penulis ini lancar bercerita dengan di selingi dengan percakapan –percakapan banyolan ala Punokawan dan sindiran-sindiran politik oleh para punggawa Astina.

Walaupun ada penggambaran adegan perkelahian, novel ini tidak terjebak pada novel silat. Penceritaan perkelahian hanya digambarkan sekilas pada simpul-simpul utama adegan.

Ada beberapa kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan nama tempat / kerajaan yang sempat terbolak-balik. tetapi bagi pembaca akan mengetahui maksud sebenarnya dari yang di tulis.

Novel ini adalah novel pewayangan yang sarat akan ungkapan dan makna filosofis yang membuat pembacanya mengerinyitkan dahi. Novel ini adalah novel pewayangan yang ringan dengan maksud dapat dinikmati seluruh kalangan.

Novel ini bisa dinikmati oleh pembaca yang hanya ingin sekedar tahu salah satu epidose tanpa harus berpikir keras disibukkan ungkapan penuh makna nila-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Persoalan bagaimana memaknai cerita ini diserahkan pada pembaca untuk mengambil hikmah yang tersirat dari novel ini.

Kulon Progo, 15 Desember 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun