Ibu pemilik rumah memang luar biasa. Subuh di Banyuwangi sekitar pukul 03.30 wib. Lepas subuh sudah matang untuk sarapan. Semalam tak sempat kami memberi tahu jika pagi ini ada penjemputan di RBO pukul 06.00 wib. Menu omahan (rumah) membuat rindu pada masakan ibu yang sudah tiada. Antusias kami bertiga menikmati masakan khas desa yang enak. Setelah minum wedang jahe, segera berjalan menuju RBO yang berjarak sekitar lima menit.
Ternyata sudah ramai. Semua yang sudah datang menanti jemputan dari sekolah masing-masing. Ada yang lucu ketika mendengar seseorang berteriak, "Suroboyo Suroboyo." Penulis sempat mengira kernet angkutan umum, tapi tidak ada mobil berplat kuning. Apalagi setelah itu yang memanggil tak tampak. Tiba-tiba ada yang berteriak lagi, "Suroboyo Suroboyo." Praktis menoleh lagi. Ternyata Pak Aguk, suami dari Bu Yeti. Keduanya merupakan peserta hadir dari Banyuwangi.
Empat penyair JSAT antara lain Tri Wulaning Purnami (Surabaya), Noura MN (Malaysia), Aguk Wahyu Nuryadi (Banyuwangi), Yeti Chotimah (Banyuwangi) segera masuk ke dalam mobil putih. Sudah ada di dalam Pak Kholiq Masduki, Kepala MTs Negeri 6 Banyuwangi beserta Wakil Kepala Bidang Kurikulum yaitu Pak Nur. Jam tangan menunjukkan pukul 06.10 wib, mobil meluncur meninggalkan RBO, desa Kemiren.
Dari Kemiren ke arah kota, masih banyak kendaraan lalu lalang. Setelah itu hanya bertemu satu dua kendaraan saja. Seperti perjalanan menuju Bali di malam hari, sepi. Jalan menuju MTs Negeri 6 Banyuwangi sangat mulus dan indah. Kiri kanan banyak tanaman. Juga ada bukit-bukit. Matahari juga tenang menemani pagi. Sampai tujuan pukul 07.40 wib.
Kata anak induk semang, perjalanan normal dari Kemiren ke sekolah tersebut sekitar dua sampai dua setengah jam. Pikir penulis, setara perjalanan Surabaya -- Malang dengan kecepatan normal dan tidak macet. Itu pun sudah lewat tol panjang. Jauh juga jarak tempuh dari RBO desa Kemiren menuju lokasi visit school. Walaupun beberapa kali menjadi nara sumber kepenulisan, kegiatan visit school ini merupakan hal baru yang menggelitik. Empat penyair berkolaborasi menyemarakkan, memotivasi, dan menginspirasi literasi anak-anak sekolah di Banyuwangi.
Kami disambut lantunan salawat nabi dari para siswa. Menyejukkan hati. Tidak langsung menuju aula, tapi diarahkan ke ruang tamu untuk ramah tamah sambil melepas lelah. Di sini kami menikmati kopi robusta yang merupakan produk unggulan sekolah, namanya Kopi Eco. Penulis menikmati kopi robusta tanpa gula. Nikmatnya naik ke ubun-ubun. Pahitnya kopi bisa dinikmati.
Bersama Kepala sekolah dan para Wakil Kepala, kami memasuki aula dengan iringan salawat dari siswa siswi MTs Negeri 6 Banyuwangi. Aula sudah penuh siswa kelas 7 dan 8, ada sekitar 100 siswa. Seorang siswi bernama Fitri membaca puisi karyanya sendiri bertema Hari Santri. Suara dan intonasi bacaan puisinya bagus. Setelah sambutan dan pembukaan Kepala Sekolah, masing-masing mendapat kesempatan maksimal 15 menit, berkejaran dengan waktu salat Jumat.
Bu Noura dari Malaysia mendapat kesempatan pertama memberikan motivasi menulis pada para siswa. Suasana meriah dengan kehadiran penyair dari Malaysia yang memberi materi tentang tips menulis cerpen. Seorang siswa bertanya, "Bagaimana literasi siswa Malaysia?" Dijawab oleh Bu Noura bahwa literasi anak-anak Indonesia khususnya di Banyuwangi jauh lebih baik daripada anak-anak di Malaysia. Jawaban tersebut mendapat tepuk tangan meriah dari para siswa. Mereka makin semangat membuat cerita mini dan mengumpulkannya pada Ibu Noura.
Penulis mendapat kesempatan kedua dengan materi tips membuat puisi bagi siswa. Termasuk tips membuat majas yang sederhana. Salah satunya adalah dengan membaca lingkungan sekitar. Sebelum waktu berakhir para siswa diminta membuat puisi pendek terdiri tiga baris saja dengan tema lingkungan sekolah. Puisi-puisi karya siswa dikumpulkan untuk dinilai dan diberi apresiasi.
Pak Aguk memberi materi teknik membaca puisi, yaitu menggunakan napas perut. Suara Pak Aguk menggelegar saat memberi contoh penggunaan napas perut. Suasana makin meriah ketika beberapa siswa diminta mencoba menggunakan napas perut dalam berbicara di depan. Giliran terakhir adalah Bu Yeti yang membaca puisi menggunakan napas perut. Sebelum visit school ditutup, seorang siswi bernama Nazifa El Hadi. Ia membaca puisi karya Bung Karno yang heroik.
Penyair visit school sangat menarik. Penulis membawa satu buku tunggal kumpulan puisi Gurindam Purnama dan diserahterimakan pada Kepala Sekolah saat pembukaan. Bahagia menyusup kalbu. Akhirnya ada jejak karya penulis di MTs Negeri 6 Banyuwangi. (wul)