Dulu, aku selalu meyakini bahwa mimpi hanyalah kembang tidur, tanpa aku tahu apa maksud "kembang tidur" itu.
Semakin bertambah usia dan berbagai pengalaman, kemudian aku paham bahwa terkadang mimpi adalah penanda dari suatu peristiwa dalam hidup kita.
Aku bahkan mengalami mimpi menahun, yang sering kali datang setiap perasaan dan diri sedang terpuruk. Datang ke suatu bukit dengan pemandangan menghijau, angin semilir, suasana yang tenang, entah dimana. Aku duduk di di atas bukitnya, dan selalu seseorang datang menghiburku, memelukku, laki-laki entah pula siapa karena setiap memandang wajahnya aku tak pernah merasa kenal, namun selalu nyaman.
Dan dia selalu bilang : "yang sabar, semua harus dilewati".
Beberapa hari lalu, aku bermimpi lagi. Kali ini beda, agak mengejutkan. Aku melihat kematianku sendiri.
Begini situasi di mimpiku :
Kami sedang merayakan syukuran atas rumah baru kami di daerah Canggu, Bali. Sebuah rumah modern style minimalis berhadapan dengan pantai. Bercat abu-abu putih dengan banyak pohon-pohon rimbun di halamannya. Yang menyenangkan adalah syukuran ini sekalian dengan perayaan ulang tahunku di akhir April, acara itu sepertinya beberapa hari di awal Mei.
Gembira, ada beberapa kawan sekelas SMA dia yang datang dan kawan-kawan grup SMP ku juga, kami berbaur, bercanda. Ketika aku sedang menata hidangan, dia datang menghampiri ku, memeluk dari belakang, :
"Suka pestanya?"
"Suka sekali, makasih banyak ya, semuanya" kata ku.
" Eh ini pegang ya dompetku, siapa tahu nanti ada yang perlu dibeli nanti, " dia berucap sambil mengangsurkan dompet kulit coklat ke tanganku.
Kemudian kami bergabung dengan teman-teman kami kembali, ahh sungguh menyenangkan hari itu.
Tiba-tiba suasana gembira terhenti, ada teriakan dari salah satu staff rumah :
"Pak, Pak....... Ibu ...sudah ga ada"
Situasi chaos, kulihat teman-temanku dan teman-temannya berlarian menuju satu ruangan, aku pun segera kesana, dan aku ingin teriak ketika yang kulihat adalah : aku yang terbaring di lantai kemudian dia menggendongku, memelukku menciumi seluruh wajahku sambil terisak :
"Na, Na bangun,, bangun,, jangan pergi, jangan gini please"
Dan aku, tak pernah bisa menyentuhnya, ingin kukatakan aku tak mengapa tapi tak ada suara ku yang terucap.
Adalah menyesakkan melihat orang-orang menangisi kita, hei hei,, aku disini, berulang kali aku melambai, tak ada yang melihatku.
Yang masih kugenggam adalah .. dompet kulit coklat, kubuka isinya, ada beberapa kartu ATM dan kartu kredit dan identitas diri.
Kubaca nama yang tertera disana, namanya, bukan namamu.
Jadi aku hidup dengannya?
Dia menggendongku, membawaku masuk ke mobil, kudengar beberapa kawan berseru :
"mobil siap, kita ke RS ya "
AKu bisa merasakan laju mobil dengan aku di pangkuannya, dia yang tak henti menangis, berusaha agar aku terbangun.
Sedih sekali rasanya melihat semua ini. Tak lama, aku melihat pemandangan aneh di luar mobil, kami melewati sebuah taman, dan.. aku lihat diriku disana, berdiri dituntun seorang nenek yang tersenyum.
Aku memakai kebaya putih dan kain motif warna marun. Pakaian yang sama dikenakan oleh nenek tersebut.
Aku berteriak histeris :
"Itu siapa menyerupai aku? "
Tapi tak ada yang mendengarku. Berusaha kuguncang badannya tak bergeming, berteriak ke temanku yang sedang menyetir pun hasilnya sama.
Akhirnya aku tahu, mereka tak melihatku.
Inikah namanya mati?
Aku tak siap
Aku tak ingin
Aku masih ingin bersamamu....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H