Mohon tunggu...
Tresna Nur Azizah
Tresna Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran

Senang mengamati hal baru dan tertarik dalam membaca keadaan. Menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dan sangat gemar menonton film atau series.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perluasan, Penyempitan, serta Eksplorasi Kata dalam Memaknai Hiponim

11 Agustus 2024   13:14 Diperbarui: 11 Agustus 2024   13:19 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada kajian linguistik, terdapat sebuah cabang ilmu yang menjelaskan tentang berbagai bentuk makna. Cabang ilmu tersebut dikenal dengan nama semantik. Menurut George (1946: 1), "semantik adalah telaah mengenai makna." Sementara itu, pengertian ilmu semantik menurut formulasi dari Morrister (1983) dikatakan bahwa "semantik merupakan hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut." Pernyataan dari Morrister ini juga mencakup pada pengertian semantik secara luas.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu semantik merupakan ilmu yang menelaah tentang makna. "Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat" (Tarigan, 1985: 7). Dalam hal ini, sudah pasti terdapat berbagai macam "bentuk" mengenai makna yang terdapat pada salah satu cabang linguistik ini.

Ketika membicarakan tentang ilmu semantik, para pengkaji linguistik akan langsung menghubungkan hal tersebut dengan keterkaitannya terhadap bentuk-bentuk seperti sinonim, antonim, hiponim, homonim, dan polisemi. Sebetulnya bentuk-bentuk seperti itu biasa disebut sebagai struktur leksikal. Berbagai bentuk seperti itulah yang seringkali memengaruhi perkembangan ragam bahasa di suatu daerah, termasuk di Indonesia.

Setiap struktur leksikal memiliki peranannya masing-masing di dalam memengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa seseorang. Jika sinonim dan antonim dimaksudkan untuk menambah daftar pengetahuan kosakata baru berkat adanya konsep persamaan makna dan lawan makna, maka hiponim dimaksudkan untuk menyempitkan atau melebarkan suatu makna. Hal tersebut disebabkan karena hiponim selalu membahas tentang pelebaran atau penyempitan makna dari suatu kata atau frasa.

Menurut Darmawati (2018: 39), "hiponim adalah kata atau frasa yang maknanya dianggap merupakan bagian dari kata yang lain, yaitu hipernim." Melalui pengertian tersebut, terdapat dua fokus utama ketika tengah membahas tentang hiponim. Pertama adalah hiponim itu sendiri, lalu yang kedua adalah suatu istilah bernama hipernim. Hiponim dapat disebut sebagai kata khusus atau dalam hal ini dapat pula disebut sebagai makna sempit, sedangkan hipernim merupakan kata umum dan bisa disebut sebagai makna luas.

Penggunaan hiponim dan hipernim biasanya dapat ditemui ketika membicarakan tentang satu hal yang memiliki jenis di dalamnya. Contoh, ketika kita membicarakan tentang burung, pasti terdapat berbagai macam jenis di dalamnya, seperti gagak, merpati, perkutut, jalak, pelikan, dan lain-lain. Tentu saja orang akan dengan mudah untuk segera menangkap maksud ketika orang lain tengah berbicara akan hal itu. Misalnya, ketika seseorang sedang membicarakan tentang merpati, maka orang lain akan langsung menangkap maknanya bahwa merpati merupakan bagian dari jenis-jenis burung.

Hiponim dan hipernim sejatinya juga telah cukup banyak berperan di dalam memengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa seseorang di suatu daerah, termasuk di Indonesia. Jika hiponim dan hipernim tidak pernah digunakan, orang cenderung akan kesulitan menangkap maksud dari sesuatu yang memiliki jenis. Bisa saja kata "mangga" sebagai hiponim atau subordinat masuk ke dalam hipernim atau superordinat dari "jenis makanan". Padahal, sejatinya kata "mangga" adalah hiponim dari kata "jenis buah". Oleh sebab itulah, hiponim dan hipernim juga sangat diperlukan oleh orang-orang agar tidak keliru ketika menentukan kata ini termasuk ke dalam jenis apa.

Hubungan antara subordinat dan superordinat makin meluas seiring berjalannya waktu. Terdapat beberapa penyimpangan makna ketika terjadi pelebaran atau penentuan jenis superordinat. Hal ini terjadi pada kata bunga, yang seharusnya menjadi hipernim dari anggrek, mawar, melati, kenanga, kamboja, tulip, dan lain-lain, justru menjadi hiponim dari kata "bank". 

Peristiwa tersebut acapkali ditemui, karena memang pada umumnya di dalam hiponim dan hipernim jarang ditemukan kosakata baru dengan makna yang baru pula. Tidak seperti sinonim dan antonim, hiponim dan hipernim hanya mengacu pada kata dengan makna yang itu-itu saja. Hal tersebut disebabkan karena di dalam bahasa Indonesia, masih kurang tereksplor kosakata-kosakata yang memiliki jenis dan bertingkat sama dengan beberapa kata, untuk kemudian dicari hipernim dari kata-kata tersebut. Pun juga, bahasa Indonesia masih belum terlalu lihai dalam memilah kosakata-kosakata yang dapat dijadikan sebagai bentuk hipernim baru untuk kemudian dicarikan hiponim-hiponim dari hipernim tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun